Sekolah benar-benar sedang berada di masa kebebasan yang sesungguhnya. Sejak awal bell masuk sampai jam pelajaran terakhir tidak ada guru yang masuk sama sekali, benar-benar bebas sebebas-bebasnya.
Guru-guru yang bersangkutan bukan tidak hadir, mereka hadir, hanya saja mereka sedang di sibukkan dengan berbagai macam kegiatan sebelum kenaikan kelas, merekap nilai menjadi contoh pertama.
Saat ini, Abib dan empat temannya serta Wanda dan Ressy sudah ada di lantai empat tepatnya di depan sebuah ruangan dengan pegangan pintu mengunakan sandi.
Abib menatap ruangan itu ragu, karena sama sekali tidak menunjukan keberadaan seseorang. Biasanya Calista jika ke sini selalu meninggalkan sepatunya di luar ruangan tapi kali ini tidak. Benar-benar kosong.
Wanda melirik Ari, "Lo yakin Calista di sini, Ri?"
"Yakin." jawab Ari singkat.
"Dari mana yakinya?" Fikri menimpali.
Ari tersenyum miring mendengar nada ketidak yakinan yang di keluarkan oleh mulut Fikri. Lelaki itu meragukannya.
"Liat titik yang ada di atas code - teman-temannya mengikuti apa yang Ari bilang - warna hijau, kan? Berati ada."
"Gimana-gimana?" kata Ressy masih belum mengerti dengan penjelasan Ari.
Ari sendiri yang dasarnya jarang berbicara menarik nafasnya meladeni kekasinya yang memang lemot dalam hal menangkap, "Itu sensor yang nandain ada orang atau enggak di dalamnya. Kalo merah tandanya kosong. Sedangkan hijau berati ada orangnya."
"Kalian liat dua kamar di samping kiri-kanan kamar ini. Lampunya merah itu berati kosong sedangkan ini, hijau." sambung Ari.
Enam orang di tempat mengangguk paham.
Ressy mendekat pada Ari yang sedang bersandar di tembok, "Kok lo tau banget, sih, tentang ruangan ini, Ri?"
Dasar telmi. Udah tau cowonya berperan, kok masih nanya.
"Aduh!" Ressy mengaduh dengan tangan mengusap keningnya karena baru saja mendapat tabokan dari Wanda. Ressy bersedekap dada tidak suka.
"Apaan, sih. Tabok-tabok aja!" omelnya pada Wanda.
"Lo lemot!"
"Doi lo kan salah satu pemilik kamar ini, jelas lah dia tau!" sambung Wanda dengan gereget. Punya teman kaya Ressy lima aja, udah stres gantung diri kali.
Ressy nyengir tidak jelas. Ia baru menyadari jika Ari adalah anak donatur juga seperti Calista.
"Hehehe, baru inget." Ari geleng, tidak, tidak hanya Ari yang terheran melihat tingkah Ressy tapi semua yang ada di sini menatap takjub Ressy yang memiliki otak luar biasa... Luar biasa lemot maksudnya.
Ari mengacak rambut Ressy sebentar, "Lemot." walupun di ledek Ressy tetep senyum karena dirinya tau itu hanya candaan.
Fikri berdetak, "Lama! Ketok gc pintunya!" kata Fikri yang sudah terlanjut kesal melihat teman-temannya yang kebanyakan bercanda. Sejak tadi hanya berbicara tanpa mau melakukan apapun.
"Bentar." Ari mengambil dompetnya lalu megambil kartu berwarna hitam miliknya. Berjalan mendekat pada pintu di ikuti oleh teman-temannya.
"Eh, ngapain!" heboh Zio saat melihat Ari ingin menempelkan kartu miliknya pada sensor code di pintu Calista.
"Barcode nya sama. Cuma sandinya aja yang beda." jelas Ari.
"Jadi kalo ga di tempelin kartu dulu ga bisa, ya, Ri?" Ari mengangguk mengiyakan pertanyaan Alif.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Teen FictionSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...