Pukul sepuluh malam sparing yang di adakan oleh Gaska baru selesai. Mereka semua sekarang sedang berada di ruang ganti untuk bersiap-siap pulang, oh tidak, makan dahulu. Sesuai yang sudah di tentukan sejak awal jika yang menang akan di traktir oleh kubu yang kalah dan permainan kali ini di menangkan oleh kubu Abib.
Permainan mereka cukup bagus di tambah ada Ari yang bisa di handalkan. Ternyata Ari sangat jago dalam bidang ini, ia mampu memasukan bola ke gawang lawan sampai dua kali dan yang membuat Abib serta yang lain geleng-geleng adalah Ari bermain dengan tenang tanpa ada suara seperti mereka. Ari benar-benar diam sepanjang permainan.
"Alif, setan! Baju gue jangan lo lempar-lempar, tai!" Fikri berteriak kuat ketika baju futsalnya di lempar-lempar oleh Alif. Alif yang melakukan seolah tidak perduli dan malah menjadikan kaus Fikri sebagai baling-balingnya doraemon.
"Alif! Sini ga lo, anjing!"
"Tangkep aku dong, Bang!" Fikri tertawa terbahak sambil berjalan menjauh dari Alif yang sedang menatapnya nyalang. Abib dan Zio serta Ari yang sedang memasukan pakaian mereka kedalam tas hanya bisa menonton adegan dua teman gilanya tanpa berniat membantu.
"Alif! Kurang ajar lo, ya!" Fikri masih terus berteriak.
"Alif-
"Lif, kasih." ucap Abib melerai. Sebenarnya ia tidak mau melerai tapi ketika melihat wajah Ari yang sepertinya sudah mulai bosan membuatnya terpaksa melakukannya dari pada membuat Ari tidak nyaman.
"Monyet!"
Dengan perasan yang cukup puas Alif melemparkan baju Fikri dan tepat mengenai wajah lelaki itu, Fikri memasukan bajunya dengan kasar kedalam tasnya lalu berjalan mendekat oleh Abib, Zio dan juga Ari.
Abib mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya ketika mendengar suara panggilan dari sana, ia melihatnya dan ternyata itu dari uminya.
"Assalamualaikum, Umi?"
"..."
"Masih di tempat futsal, Mi, kenapa?"
"..."
"Susu jahe?"
"..."
"Oh, iya, Umi. Nanti pulang Abib belikan."
"..."
"Waalaikumsallam, Umi."
Abib kembali memasukan ponselnya kedalam tas ketika panggilan dengan uminya selesai. Ia menatap teman-temannya dengan alis saling bertautan, "Ngapa?"
"Lama, udah laper gue!" balas Alif.
Fikri menoyor kepala Alif kencang, "Pantes rese, lo laper sih!"
"Enak aja! Emang gue lo!" balas Alif tidak mau kalah.
Berdebatan berlangsung kembali antara Alif dan Fikri yang tidak mau saling mengalah. Ari yang sedang duduk di samping Abib hanya bisa memandang kelakuan teman sekelasnya yang di katagorikan remaja memiliki jiwa tipe ahklasless.
Ari tersenyum tipis, ia baru pertama kali ikut berkumpul dan rasanya cukup menyenangkan. Awalnya Ari sempat tidak mau ikut tapi maminya memaksa dan terpaksa ia ikut, dan keterpaksaannya ternyata membuahkan hasil karena ia dapat tau jika teman-temannya cukup asik dan yang terpenting menerimanya.
Ari bukan anak broken atau minus lainnya dalam keluarga. Keluarga Ari utuh dan harmonis. Kenapa Ari pendiam? Ya, karena itu memang sudah tabietnya yang di turunkan dari papinya, dari sifat diem dan dinginnya itulah yang membuat Ari kadang merasa malas dan takut secara bersamaan jika ingin bergabung dengan Abib dan kawan-kawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Подростковая литератураSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...