FZ || Diare

861 72 1
                                    

Menangis dalam keadaan yang telungkup itu rasanya sesak, dan itu lah yang sedang di lakukan oleh Calista. Sepulang sekolah gadis itu langsung memesuki kamarnya dengan air mata yang mengalir deras sampai membuat supir, satpam dan para ART di rumahnya bertanya-tanya.

Calista masih sesegukan di dalam bekapan bantal. Beruntung kedua orang tua serta kakaknya belum ada yang pulang.

Bayangan tentang Guntur yang tersenyum miring padanya serta mengatakan hal yang tidak pantas itu masih terngiang di tambah perlakuan teman-temannya yang membuatnya tambah hancur. Entahlah, mungkin hari ini akan menjadi akhir dari persahabatannya yang telah mereka bangun bertahun-tahun lamanya.

Ketika ketidak percayaan, saling menutupi dan kebohongan lainnya ada dalam sebuah hubungan baik asmara ataupun persahabatan, itu akan menjadi awal dari kehancuran.

Bagaimana rasanya saat kamu sudah menaruh kepercayaan pada temanmu tapi temanmu malah mengabaikanmu? Sakit? Tentu! Rasanya tidak akan tenang jika seperti itu. Satu-satunya jalan adalah pergi.

Calista membalikan tubuhnya menjadi telentang menatap langit kamarnya, air matanya sudah hilang tapi rasa sakitnya masih ada dan sepertinya akan menghilang dalam jangka waktu lama.

Calista turun dari kasurnya berjalan ke sudut kamarnya untuk mengambil minuman di dalam kulkas yang ada di dalam kamarnya, hanya ada beberapa botol air mineral dan satu botol minuman bervitamin. Calistal memilih air mineral dan membuka penutupnya, meminumnya beberapa teguk dan kembali memasukannya kedalam kulkas.

Calista diam sebentar karena merasakan ada sesuatu di dalam perutnya yang membuatnya merasakan sakit. Calista memejamkan matanya karena setelah merasakan sakit ada sesuatu aroma yang keluar dari tubuhnya, cepat-cepat Calista berlari kekamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya melalui saluran bawah.

Tidak lama Calista keluar dengan keringat yang membasahi keningnya. Ia menghela nafas karena tau apa sebab dari hal ini.

"Dasar sambel sialan! Perut gue mules terus gara-gara lo!" makinya pada sambel.

Kaki jenjangnya berjalan keluar kamar untuk kedapur bermaksud mengambil obat pencernaan yang ada di salah satu laci dapur. Calista membuka laci itu dan mengambil satu kaplet obat berwarna hijau, memasukannya kedalam mulut lalu di kunyahnya hingga habis tidak tersisa.

Calista mengecap mulutnya karena merasakan sensasi obat yang ia minum, oh tidak, kunyah, "Kok gini rasanya, ya?"

"Kenapa, Non?" salah satu asisten rumah tangganya menghampiri dirinya yang masih berdiri diam di dekat laci.

"Perut Lista sakit, Bi. Tadi makan bakso sambelnya banyak banget terus Lista minum promag ga pake air, rasanya aneh ga kaya endtrostop."

Bi Cici tertawa mendengar curahan anak majikannya. Jelas, obat berwarna hijau itu lebih terasa pedas dan senggir dari pada obat berwarna cokelat.

"Kok Bibi ketawa, sih?" Calista manyun. Ia berjalan mendekat pada mini bar dan duduk di kursi yang ada, menelungkupkan kepalanya pada lipatan tangannya.

"Non, promag sama endtrostop itu memang beda rasanya. Sekarang Bibi tanya, yang Non rasa apa?"

Calista menonggak memperhatikan wajah wanita berumur tiga puluh tahun yang ada persis di sampingnya, "Perih, terus tadi Lista abis buang-buang air besar." adunya.

"Kalo gitu, Non butuh dua obat itu. Jadi tadi kan Non sudah minum Promag, jadi nanti malam abis makan malam sebaiknya Non minum endtrostop." penjelasan bi Ratna diterima dengan baik oleh Calista. Ia memang tidak begitu paham dengan obat-obatan tidak seperti mamahnya yang sudah paham segala jenis obat dan kandungannya.

Friend Zone [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang