"Langsung tidur, Bib?" tanya Adel berjalan masuk kedalam kamar sang anak.
Abib hanya mengangguk pelan sebagai jawaban atas apa yang uminya tanyakan. Dirinya kembali duduk saat melihat Adel malah duduk di sofa dengan pandangan mata menatap Abib.
"Ada apa, Umi?"
"Makan dulu sana, masa baru pulang langsung tidur aja. Emang yang nyetir tadi siapa?"
Abib mengubah duduknya agar lebih nyaman, "Alif sih yang nyetir, Mi."
"Nah, yaudah sana makan dulu, mandi baru tidur."
"Ga mau, Umi. Mau bobo aja." Abib menjawab dengan nada di buat-buat membuat Adel menggeleng.
"Makan dulu, nanti masuk angin, Abib." Adel masih berusaha membujuk anaknya untuk makan. Namun Abib terlihat acuh. Abib lebih memilih untuk tidur dari pada makan.
"Umi, mah maksa, ih."
"Tadi Umi ga maksa, tapi sekarang Umi maksa Abib untuk makan. Turun!" ah, sial. Uminya berubah haluan yang tadinya bidadari sekarang menjadi serigala berbulu macan.
Abib tetap duduk padahal sang umi sudah bangun dan mendekat pada ranjangnya. Mata Adel yang sipit di paksa untuk melotot agar anaknya mau menurut, "Umi... Ga mau aku tuh." rengek Abib seperti anak kecil.
"Ya Allah, Abib! Di suru makan aja susah banget apa lagi di suru nyangkul, kamu!" Adel gregetan dangan Abib. Sumpah!
"Umi..." Abib menggeruk kepalanya dengan frustasi. "Masya Allah, Subbahanallah, Alhamdulillah, Umi... Abib tuh ga laper."
"Tapi harus di isi-
"Kenapa, sih? Ramai sekali?"
Ibu dan anak itu menoleh pada sumber suara dan menemukan Agung yang berdiri di ambang pintu dengan tangan kiri memegang handle pintu. Tubuh Agung masih di balut dengan jas hitam yang dapat di tafsir jika abinya baru saja pulang dari kantor.
"Abi, tolong lah anakmu ini, masa Istrimu yang kecantikannya Subbahanallah, Alhamdulillah memaksa Abib yang ganteng nan tampan serta imut dan manis ini untuk makan. Padahal Abib masih kenyang dan yang di butuhkan itu tidur. Jadi, bisakah Abiku yang tegas, keras dan bersifat batu ini menolong, Abib?"
Kedua orang tuanya kompak melonggo mendengar ucapan panjang lebar anaknya. Abib ini masih waras kan? Saat pulang tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan otaknya miring, kan?
"Abi..."
"Saya?"
Wajah Abib di buat-buat melas agar kedua orang tua membiarkan Abib tidur dari pada makan.
"Abiku yang ganteng, tolong bawa bidadarimu keluar dari kamar anakmu ini. Aku ingin tidur."
Agung diam. Adel yang secara diam-diam mengambil botol minum plastik yang di letakan Abib dibatas nakas siap untuk melemparkan benda itu pada sang anak.
Abib mendesah kesal. Kedua orang tuanya malah diam terlebih abinya yang hanya memberikan angkatan bahu sebagai ucapan 'tidak tau harus berbuat apa'
"Aish, sih Umi malah berdiri macam tiang listrik gitu. Sana atuh keluar Abib mau tidur." Adel kembali diam, tapi diam-diam dirinya mengambil ancang-ancang untuk melempar botol di balik punggungnya.
"Abi, ayo lah. Tarik ini bidadarimu. Abib sudah mengantuk, matanya sudah lima watt dan sebentar lagi tepar." Agung terkekeh pelan. Sejak tadi Agung menyimak kosa kata yang di ucapan anaknya yang bercampur-campur layaknya anak yang tidak di sekolahkan. Di tambah ucapannya yang kelewat kurang ajar dimana ia menyuru istrinya untuk keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Teen FictionSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...