"Gimana keadaan putri saya, dok?"
Pintu putih itu baru saja terbuka. Kesya menghampiri dokter itu terlebih dahulu di susul Helmi dan juga Adel.
"Kepala Calista mengalami kebocoran, tapi tidak terlalu parah. Beruntung saat kecelakaan ia tidak terpental cukup jauh jadi baik sel dan syaraf yang ada pada kepalanya tidak apa-apa." tutur dokter itu dengan lembut.
"Apa ada hal lain selain kebocoran?"
Dokter itu menggeleng, "Tidak ada dokter Kesya. Calista hanya butuh dua hari untuk pemulihan dan setelahnya diizinkan pulang."
"Anda yakin anak saya tidak apa-apa?"
"Sangat yakin, Tuan." ucap dokter itu mantap pada Helmi.
Mereka diam tidak lagi bersuara. Dokter yang paham memutuskan untuk pergi karena ada pasien lain yang harus ia tanganin.
Kesya di temani oleh Adel berjalan kembali pada kursi tunggu duduk untuk menunggu Calista yang akan di pindahkan ke ruang inap.
Ruang tunggu sepi karena Agung membawa ketujuh remaja beserta Tasya keluar rumah sakit untuk di berikan sesi tanya jawab mengenai keterlambatan Abib dan masalah Ressy. Dan ruang tunggu hanya ada Helmi, Kesya dan juga Adel.
☁
Ruangan yang berisi satu ranjang pasien dan seperangkat sofa kini di isi oleh banyaknya orang yang khawatir pada Calista. Para orang tua duduk di sofa dan remajanya berdiri melingkar memutari branka Calista.
Di atas brankanya Calista tertawa mendengar cerita Wanda yang mengatakan jika Abib di pukul dan di beri cubitam oleh Abinya di depan rumah sakit karena telah mengabaikan dirinya di tambah Tasya yang di beri jeweran karena telah marah-marah kepada Ressy yang jelas-jelas tidak tau apapun tentang kecelakaan ini. Kecelakaan ini murni kecelakaan tanpa di sengaja atau di rencanakan.
"Tapi kepala lo ga apa-apa, kan, Lis?" Ressy yang terus di hantui dengan perasaan bersalah tidak ada henti-hentinya menanyakan tentang keadaan kepala Calista yang di perban.
"Ga papa, Res." jawab Calista di iringi senyum tipisnya. Ia bersyukur karena semua temannya ada di dekatnya pada saat dirinya dalam musibah. Jarang sekali menemukan teman seperti mereka di kondisi seperti ini.
"Bawel banget dari tadi nanya terus."
"Bukan bawel, Zi, gue khawatir aja soalnya gue ngelihatnya itu Calista kebentur trotoar kenceng banget." jelas Ressy pada Zio yang terlihat jengah dengan pertanyaan Ressy yang berputar seputar kesehatan Calista. Budek, jika harus mengulang terus.
"Iya, bener, Zi. Gue ngeliat juga kalo kepala Calista tadi ngebentur trotoar jalan kenceng banget." kata Wanda.
Helaan nafas Tasya membuat kedelapan remaja di dekatnya menoleh dengan tatapan tanya yang begitu besar. Sejak awal Tasya hanya diam namun sekali menghela itu cukup menganggu pasalnya helaan itu terdengar begitu mengerikan di tambah dengan gaya Tasya yang melipat kedua tangan.
"Kenapa, Kak?"
Tasya menggeleng saat tau efek dari helaannya membuat ke dua orang tuanya serta Agung dan Adel mendekat.
Kesya dan Helmi mendekat pada Calista, memberikan senyuman penguat pada anak terakhirnya, "Mamah sama Papah mau pulang dulu ambil baju kamu, kamu di sini sama Kakak, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Teen FictionSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...