Tiga gadis dengan wajah mengantuk itu kini sedang berkutat dengan perlengkapan dapur. Membuat makan sore untuk mereka dan juga teman-teman mereka.
Subuh tadi mereka berkunjung ketempat wisata yang ada di sini dan baru pulang pukul satu siang. Setelah mandi semua memutuskan untuk tidur karena badan dan kaki mereka terasa amat pegel.
"Mie apaan, Lis?" seru Wanda yang sedang berjongkok di depan box besar yang berisi berbagai kebutuhan makanan mereka selama disini.
"Soto aja semua." Calista menjawab. Dirinya sibuk di depan kompor merebus air untuk mie.
Wanda datang membawa delapan bungkus mie instan rasa soto. Calista beralih mengambil mangkuk yang ada di rak piring dan meletakannya di dekat kompor untuk di masukan bumbu.
"Gue aja." Wanda kembali mengambil alih pekerjaan Calista membiarkan Calista mengurus telur yang belum di masukan kedalam panci.
Ressy yang sejak tadi sibuk memotong-motong sosis mendekat memberikan semangkuk sosis hasil mutilasinya pada Calista. Calista menerimanya.
"Kurang, ga?"
"Enggak, kebanyakan juga ga enak." Calista menjawab pertanyaan Ressy.
"Ehh, lu bikin teh anget aja." cegah Wanda saat melihat Ressy memegang bumbu mie.
Ressy mendesah pelan, sialan sekali Wanda ini.
"Hm."
Lima menit kemudian semua hampir siap. Teh sudah ada di meja makan dengan lima mangkuk mie. Di depan kompor Calista masih menuangkan tiga mie yang tersisa.
Para lelaki mulai berdatangan ketika mencium aroma mie instan yang menyengat. Abib, Alif, Zio, Fikri dan Ari duduk di sembarang meja menunggu para gadis menyelesaikan pekerjaan mereka.
Ketiganya berjalan mendekat dengan mangkuk di tangan masing-masing, duduk di bangku yang tersisa dan kebetulan bangku Calista bersebelahan dengan Abib.
Dengan wajah yang masih mengantuk Fikri dan Zio kompak menghirup aroma mie di depannya.
"Enak ya kalo kaya gini." celetuk Fikri.
Zio mengangguk, "Berasa punya istri."
"Iya bener. Enak kali ya, abis makan berangkat kerja."
"Di anterin sampe depan rumah." sambung Zio.
"Istrinya cium tangan-
"Suaminya cium kening."
"Behh, enak banget kayanya, Zi!" Fikri kembali berhalusinasi membuat teman-temannya yang melihat menatap jijik kedua teman jomblonya. Kasian, mana masih muda.
"Makan bego, ngalu mulu lo berdua!" omel Alif yang mulai jengah melihatnya.
Kedua lelaki itu membuka matanya dan terkekeh secara bersamaan.
Calista geleng kepala melihatnya. Ia kembali memakan mienya dengan perlahan karena masih sangat panas.
Mata Calista menatap horor Abib yang menendang kakinya membuat Calista mambalas perbuatannya.
Abib memiringkan kepalanya mendekat pada telinga kiri Calista, "Jangan kasih tau siapa-siapa tentang hubungan kita."
Calista hanya mengangguk dan kembali memakan mienya, beruntung dirinya belum memberitahu kedua temannya.
Tapi, mengapa Abib memintanya untuk merahasiakan? Apa malu atau ada sesuatu yang belum bisa mereka bicarakan? Tidak, tidak boleh berprasangka buruk dulu kemungkinan saja Abib memiliki promble yang belum bisa di ceritakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Teen FictionSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...