Pukul tujuh Helmi dan keluarga sudah berada di meja makan dengan berbagai jenis menu makanan. Helmi yang masih terbalut pakaian kantornya tidak begitu memperdulikannya karena perutnya sudah lapar padahal istrinya sudah menyuruhnya untuk mandi terlebih dahulu tapi Helmi menolaknya.
"Yaudah, ayo makan. Kenapa diem aja?" pertanyaan ini di lontarkan sebab mata Helmi menangkap dua putrinya yang hanya diam memandang piring kosong di hadapan mereka.
"Ayo, Tasya, Lista. Piringnya di isi." suru Kesya memantau putri-putrinya yang mampak beda dari biasanya.
"Lis..." tegur Helmi. Tasya sudah mulai mengambil nasi tapi Calista masih diam memandang kosong lauk pauk di depan matanya.
Calista menoleh pada Helmi, "Kenapa, Pah?" dengan polosnya Calista menanyakan ada maksud apa papahnya memanggilnya.
"Makan." kata Helmi singkat. Calista mengangguk, mulai mengambil nasi di susul oleh tumis kangkung dan tempe. Sebenarnya ada banyak lauk tapi Calista memang lebih menyukai kangkung dan tempe dari pada ayam dan sayur yang lain.
Meja makan mulai hening karena penunggunya sudah mulai makan, tidak, Calista tidak menikmati makan malamnya sebab pikirannya sedang berkelanan entah kemana yang jelas ada di masalah Tasya.
Kurang dari tiga puluh menit mereka selesai makan. Helmi dan Tasya sudah keluar dari dapur meninggalkan Calista dan Kesya di dapur.
"Mah..." panggilnya.
Kesya yang sedang membersihkan piring bekas makan mereka menoleh pada anaknya yang sedang duduk di bangku mini bar dengan segelas susu di tangannya.
"Kak Tasya baik-baik aja, kan?"
Diam. Kesya diam sebentar menyerna setiap kata Calista, "Baik kok. Memangnya ada apa sama Kakakmu?" Calista menggeleng memberikan senyum keyakinan pada Kesya.
Kakinya melangkan menuju wastafel untuk meletakan gelas bekas susunya, "Gapapa, kok. Lista ke kamar ya, Mah. " izinnya. Kesya mengangguk mengizinkan.
Sambil berjalan menuju kamarnya, otak Calista berputar memikirkan jalan keluar masalahnya kali ini. Ia tidak mau membuat kakaknya tertekan hanya karena gosip sampah tidak berguna.
"Gimana caranya, ya?" gummanya tanpa sadar. Ia menonggak dan terkejut kala dirinya hampir saja menabrak Tasya yang sepertinya ingin turun lagi ke bawah.
"Kak..." Tasya hanya bergumma.
"Kakak gapapa, kan?" tanya Calista sungguh-sungguh.
"Gapapa, kenapa?"
Gelengan kuat Calista berikan.
"Udah?"
"Hah?" Calista cengo saat tiba-tiba Tasya bertanya setelah lama diam.
"Putus?" ok, paham.
"Udah. Kemarin. Tapi dia kaya yang ga terima gitu, Kak."
Tasya memberikan senyum miringnya, "Pura-pura." setelah mengatakan itu Tasya melanjutkan lagi jalannya meninggalkan Calista di depan pintu kamarnya.
"Iyalah, mana ada buaya kaya dia serius."
☁
"Goblok, ah! Sinian kek, Lif." sedari tadi Wanda terus memaki ponsel yang ada di genggamannya membuat Alif yang duduk di samping Wanda harus tahan nafas karena dirinya lah yang kena dampratnya.
"Apaan sih, Nda! Ngomel-ngomel mulu kaya perawan PMS!" Alif menatap nyalang Wanda yang sama sekali tidak gubris karena asik pada ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone [Selesai]
Teen FictionSeries # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan seperti Rolercoster. Tapi dari Cintalah kita tau sebesar apa dia memperjuangkan 'cinta'nya agar cinta itu...