[4] NASIB

753 24 0
                                    

"Saat dimana kita benar-benar pasrah, adalah saat dimana kita membiarkan keadaan itu terjadi, tapi secara tidak sadar, sebenarnya itu adalah nasib, hanya saja tak dapat di pungkiri, karena bersifat netral"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saat dimana kita benar-benar pasrah, adalah saat dimana kita membiarkan keadaan itu terjadi, tapi secara tidak sadar, sebenarnya itu adalah nasib, hanya saja tak dapat di pungkiri, karena bersifat netral"


Azelina terbangun dari tidurnya, ia melihat ke jam dinding yang mengarah pukul 05.15. karena masih merasa mengantuk dan terlalu pagi untuk bersiap-siap, Azelina melanjutkan tidurnya dengan selimut hangat.

Tubuhnya yang menggeliat menikmati kasur itu, seketika terlelap pada kantuknya. Perlahan-lahan cahaya mentari masuk menembus kaca jendela kamar Azelina, kicauan burung terdengar jelas menyambut pagi hari.

Beberapa jam kemudian Azelina terbangun, ia merasakan kesegaran pada lekuk tubuhnya. Setelahnya Azelina bangkit dari kasur, membersihkan benda segi empat tersebut.

Azelina sesaat melirik ke arah jam.

"Masih jam 8, nyantai dulu," ujar Azelina.

Mendengar ucapannya sendiri, Azelina terkejut dan menoleh kembali pada jam dinding. Ia sudah telat dua jam untuk sekolah, tidak ada kata untuk santai, walau sejenak saja.

Azelina bergegas ke kamar mandi, tanpa memikirkan bagaimana nasib tirai jendelanya yang belum ia buka. Bahkan dengan dapur yang masih berantakkan, di tambah piring kotor berceceran di meja.

Walaupun Azelina sosok Wanita yang pemalas, tidak menutupi kemungkinan bila ia juga harus telat ke sekolah.

Karena sudah merasa cukup dalam berpenampilan, Azelina segera keluar dan menuju ke parkir motornya. Suasana kota yang cukup macet, membuat Azelina melintasi jalan pintas, walaupun berlika-liku.

Wanita itu tiba di depan gerbang sekolah, setelah memarkirkan motornya ia melihat pagar sekolah telah di tutup dan di jaga oleh Satpam.

Azelina yang tak pernah mengalami hal ini semasa hidupnya, membuat jantungnya berdetak kencang. Wajahnya yang tersenyum datar itu menyapa Satpam yang tengah berdiri.

"Pagi pak, izinin saya masuk ya, pliss!"

Azelina merapatkan kedua telapak tangannya, ini adalah kali pertama Wanita itu memohon pada seseorang, bahkan kepada Satpam sekolah.

"Tumben kamu telat, bau alkohol lagi," terka Satpam tersebut dengan rendah hati membuka gembok pagar.

"Hehe, makasih pak," ucap Azelina berlarian masuk ke dalam.

Azelina yang melihat pintu kelasnya tertutup rapat, seketika mengetuk pintu itu, ia berharap guru memakluminya.

Perlahan-lahan pintu itu terbuka, seorang guru mapel selaku wali kelas Azelina berdiri di depannya. Azelina yang tak berani menatap, memilih menunduk.

A Z E L I N A [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang