"Minggu ini sangat menyenangkan, entahlah dengan minggu berikutnya. Ataupun menyedikan, asal aku bersamamu, itu cukup"
Aroma tumisan sayur segar Azelina menyelinap ke luar ruangan. Minyak goreng yang terbaur dengan bumbu masak Azelina, seketika membuat perut Azelina kelaparan.Belum saja Azelina menyuapkan satu sendok makan ke dalam mulutnya, suara Alvino berteriak dari luar ruangan memanggilnya. Dengan menghentikan niat sebelumnya, Wanita itu bergegas menuju ke depan pintu.
Perlahan-lahan pintu itu terbuka, menampakkan tubuh tegak Alvino yang berdiri di depan Azelina. Aroma bunga lavender itu kembali tercium oleh indera Azelina. Parfum dengan bau semerbak bunga lavender itu, seketika menghanyutkan Azelina ke alam khayalannnya.
"Lo beli parfum itu dimana sih?" tanya Azelina, sedari dari dulu-dulu ia ingin sekali mendapatkan parfum seperti milik Alvino.
"Ah, gak penting. Suami mu kelaparan bunda," rayu Alvino yang ternyata ikut mencium aroma masakkan Azelina dari dapur.
"Yaudah masuk," ujar Azelija mempersilahkan Pria itu melangkahkan kaki ke dalam ruangan Azelina.
Seraya menunggu Azelina menyendokkan makanan di piring, Alvino duduk di salah satu kursi meja makan. Tanpa menunggu lama, Azelina menghampiri Alvino dengan membawa sepiring makanan yang ia masak.
"Gimana keadaan lo? Udah mendingan?" tanya Alvino menolehkan pandangannya ke arah Azelina.
"Lumayan, cuman masih rada pusing," kata Wanita itu menyuapkan mulutnya.
Seiring menikmati makanan yang tersajikan di depan mereka, waktu 'tak terasa sudah beranjak ke siang hari. Berhubungan dengan hari ini adalah hari minggu, Alvino meminta Azelina untuk menemaninya berjalan sebentar.
Keduanya berkendara di kota dengan cuaca yang sejuk, hari yang tiba-tiba menjadi bersahabat dengan angin, membuat Azelina merasa nyaman berada di bawah Matahari tersebut.
Alvino menepi ke tepian jalan, memarkirkan motornya di depan pohon besar. Duduk di beberapa kursi kayu, sembari menikmati aliran sungai yang jernih.
"Keringat lo Vin," sahut Azelina yang seketika memperhatikan kening Pria itu.
Alvino menghapusnya, namun semakin menambah keringat itu berceceran. Sebuah sapu tangan Azelina ambil dari dalam tas kecilnya, ia mengelap kening Alvino perlahan-lahan.
"Maaf ya kalo gue gak se-romantis Cowok lain," ujar Alvino mengeluhkan kekurangannya semenjak bersama dengan Azelina.
Azelina menajamkan tatapannya, "Gue gak suka lo nyamain diri sama orang lain, menurut gue lo malah yang terbaik," ucap Azelina.
Pria itu terkekeh, entah yang di bicarakan Azelina itu benar atau tidaknya. Ia tetap merasa tidak percaya diri selama memiliki Azelina. Di nilai dari segi cara ia memperlakukan Wanita itu, bahkan sering kali membuatnya bersedih.
"Sampai saat ini, gue belum kenal sama orang tua lo, kapan-kapan ajakkin gue ke rumah lo ya," pinta Alvino melirik Azelina.
Azelina hanya terdiam, ia melemparkan pandangannya ke arah sungai yang terus menerus mengalir di sana.
"Vin, gue haus," keluh Azelina menolehkan kepalanya menatap Alvino.
Pria itu bangkit dari duduknya, "tunggu di sini."
Azelina termenung di tempatnya berada, perasaannya merasa tidak nyaman. Sebenarnya ia tidak merasa haus, hanya saja ia ingin mencari alasan agar bisa menyepi sejenak seorang diri.
Wanita itu menghela nafas panjangnya, menutup mata perlahan-lahan. Aroma udara yang berbaur dengan aliran sungai yang sejuk, membuat Azelina sedikit demi sedikit merasa nyaman.
Sesekali ia beranggapan, tentang hidupnya dulu tanpa kehadiran Alvino. Mungkin saja akan sangat suram dari yang ia kira. Walaupun sekarang sudah memiliki Alvino, tidak menutupi kemungkinan akan selamanya indah seperti yang Azelina harapkan.
Alvino datang dengan membawa dua botol minuman. Bersama sebungkus plastik cemilan, untuk keduanya nikmati sembari melihat keindahan sungai di tempat.
Pria itu tertuju pada genangan yang bertahan di sudut mata Azelina. Sehingga ia memperhatikan Wanita itu dari dekat.
"Jangan nangis Zel, gue udah bawain lo minuman nih," kata Alvino membelai rambut Azelina dengan pelan.
Azelina menoleh, "siapa yang nangis? Gue cuma kelilipan doang," tipu Azelina pada perasaan yang sebenarnya, sembari menghapus air di sudut matanya.
Alvino mengiyakan jawaban Azelina, merentangkan lengan kanannya ke bahu kanan Wanita itu. Hingga Azelina menyenderkan kepalanya ke bahu Pria tersebut.
Angin kian berhembus meniup rambut Azelina yang terurai. Sesekali ia perbaikki, namun usahanya sia-sia, hari tiba-tiba saja menjadi mendung. Awan menjadi gelap seketika angin itu berlalu, matahari menjadi tertutup oleh cahaya hitamnya.
"Jangan pernah ninggalin gue ya Vin," ucap Azelina kembali meluncurkan air di sudut matanya.
Alvino tersenyum, "lo takut?" tanya Pria itu melirik sejenak ke arah Wanita itu.
"Gue terlanjur nyaman sama lo. Intinya apapun yang bisa bikin kita pisah, gue takut sama hal itu," terang Azelina lagi-lagi meneteskan air dari matanya.
Pria itu hanya berdehem pelan, tetap pada arah pandangan yang ke depan.
"Kok lo diem sih, jangan-jangan lo udah bosen sama gue," celetuk Azelina mengangkat kepalanya dari sandaran bahu yang Alvino berikan.
Alvino menoleh ke arah Azelina, "apa perlu gue cium di sini," tunjuk Alvino ke bibir Wanita tersebut.
"Biar ngebuktiin, kalo gue gak pernah bosen sama lo," lanjut Pria itu membuat Azelina tersenyum lebar.
Wanita itu tersipu malu di tempat duduknya. Walaupun rayuan itu terdengar garing, akan tetapi selalu berhasil membuat Azelina tersenyum.
"Bukain dong!" pinta Azelina melirik ke arah tubuh Alvino.
Sontak mata Alvino membulat sempurna, di pikirannya banyak kutub negatif berceceran. Hingga ia menyilangkan kedua lengannya di dada.
"Maksud gue bungkus cemilannya bambang, mesum banget sih," ledek Azelina menunjuk pada plastik cemilan yang berada di tengah keduanya.
Alvino terkekeh, jujur ia merasa malu pada suasana yang sebelumnya romantis, menjadi ambigu seperti sekarang. Hal inilah yang membuat Alvino nyaman dengan Azelina, bukan nyaman sebagai arti sakral, melainkan nyaman dengan sikapnya yang lucu.
Lekas Pria itu membuka bungkus cemilan tersebut, menyerahkannya kepada Azelina. Setelahnya ia segera menegak minumannya, 'tak kuasa menahan rasa malu di tempat ia berada.
"Tapi kalo lo mau buka itu juga gak papa, cepetan gue tunggu," rayu Azelina menyipitkan mata serta tersenyum licik.
"Nanti aja, tunggu kita udah resmi," balas Alvino menjadikan pipi Wanita itu memerah muda. Seperti senjata makan tuan, ide siapa yang kena siapa.
Sepasang kekasih itu tertawa riang di bawah langit mendung. Berbeda dengan banyaknya orang-orang di sekitar mereka, sunyi bagaikan peti mati.
Azelina akan selalu mengingatkan kenangan di tempat mereka berada. Dimana ia merasa tenang dari biasanya, dan merasa sangat nyaman dari hari-hari sebelumnya. Pikirannya menjadi semakin tenang, hingga 'tak terasa siang hari berubah menjadi sore hari.
Beberapa jam sudah keduanya menikmati hari di bawah pohon besar, dengan pemandangan aliran sungai yang sejuk. Jika ada kesempatan di hari berikutnya, Azelina harap ia bisa kembali ke tempat tersebut bersama Alvino. Bersama sejuta kesedihan yang akan tergantikan menjadi kebahagian, karenanya lah, karena Alvino seorang.
♧♧♧
BERSAMBUNG
(waiting for next part^^)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Z E L I N A [COMPLETED]
RomanceFOLLOW SEBELUM MEMBACA^^ THANK YOU Sulit hidup di dunia sekarang. Berbagai hal selalu menggunakan uang, lantaran mencari uang itu sendiri lebih menyulitkan. Ketika Wanita mengambil jalur sebagai pelacur, merelakan tubuhnya di santap pemburu. Apa yan...