[16] DUKUNGANMU

394 14 0
                                    

"Satu-satunya perkataan yang benar-benar tulus, adalah sebuah dukungan yang di ucapkan oleh dirimu"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Satu-satunya perkataan yang benar-benar tulus, adalah sebuah dukungan yang di ucapkan oleh dirimu"

Air mata terus menerus mengalir membasahi pipi merah Azelina. Ia tertunduk di bawah pohon dekat sekolah, tanpa siapapun yang menemani.

"Keputusan sudah di bulatkan, nak Azelina terpaksa kami mengeluarkanmu untuk berhenti menempuh pelajaran di usia sekarang. Hukum ini berlaku tanpa batas, kamu tidak akan bisa bers

Sekolah kembali, keputusan yang juga di setujui oleh pihak berwenang."

Perkataan itu terus berngiang-ngiang di pikiran Azelina. Hancur sudah masa yang ia bangun, kini ia tidak akan bisa mendapatkan jati diri untuk masa kedepan.

Azelina resmi di keluarkan dari sekolah untuk selama-lamanya. Ia telah di cap sebagai satu-satunya siswi yang mencuri sebuah sertifikat sekolah, padahal itu hanyalah fitnah.

Perlawanan Wanita itu tidak bisa menutup kemungkinan bahwa ia tidak bermasalah. Rekaman CCTV itu menjadi bukti yang nyata, dimana ia di akui sebagai pencuri.

"KENAPA DUNIA?!" teriak Azelina menatap langit yang mendung di atasnya.

"KENAPA HARUS GUE YANG NGERASAIN INI?! SENGSARAMU SELALU MENYERTAIKU!!"

Wanita itu menangis dengan sangat keras. Ia harap di beri keadilan atas segala hal yang menimpanya. Pikirannya yang seketika beranggapan tiada kebahagiaan di hidupnya, semua musnah.

Rambut Wanita itu beracak-acakkan. Ia benar-benar tidak mengkondisikan keadaannya, jika jiwanya saja terluka, raga nya harus ikut merasakan.

Azelina mengendarai motornya sembarang. Entah itu menerobos lampu merah, ia sudah tidak memikirkan keselamatan berkendaranya.

Sesampainya ia di asrama, Luna yang terlihat menunggu kedatangan Azelina. Seketika segera memeluk Azelina erat.

"Zel, yang sabar ya, gue tau lo gak salah," ucap Luna yang merangkul Wanita itu di pelukkannya.

Azelina tersenyum dalam air mata yang terus mengalir. Membuat beberapa bagian matanya memerah.

"Gak ada yang salah, lo harus semangat sekolah, kalau bisa lo harus jadi orang yang cerdas," ujar Azelina memaksakan senyum untuk Luna.

Luna diam-diam menangis. Ia sangat mengerti perasaan temannya kini, dua kali lipat terluka. Tiada yang tau bagaimana dahsyatnya pikiran Azelina, memikirkan jalan buntu di setiap tatapannya.

Azelina masuk ke dalam kamarnya. Melempar tas nya ke sembarang arah, membanting tubuhnya ke kasur, seakan-akan ia jatuh dari atas langit plapon kamar tersebut.

Beberapa menit Azelina merasa terganggu pada sebuah ketukkan pintu di kamarnya.

"Zel, buka pintunya," pinta seseorang dari balik pintu, terdengar tidak asing di pendengaran Azelina.

Azelina bangkit dari kasur, membuka pintu itu dengan kunci yang menggantung di celah ganggangnya. Saat terbuka, kedua insan tersebut saling bertatap diri satu sama lain.

Tanpa permisi, Azelina memeluk Pria itu erat-erat. Ia hanyut di dada bidang Pria tersebut, aroma bunga Lavender itu seketika menusuk penciuman Azelina.

Alvino membelai rambut panjang Wanita tersebut. Membuat Azelina menangis sendu di tempat, setidaknya ia dapat berbagi rasa pahit dengan Pria itu.

"Gue tau, ini cuma kecelakaan," ucap Alvino semakin mengeratkan pelukkan keduanya.

"Vin, gue gak mau berhenti sekolah, gue mau orang-orang tau kalo gue bisa seperti mereka," ujar Azelina hanyut dalam pelukan bersama air matanya.

"Gue bakal megang urusan ini, lo jangan sedih lagi," pinta Alvino mengusap pipi Azelina yang terbasahi.

Demi membuat suasana hati Azelina kembali bercahaya, Alvino bergegas membawanya berpergian sejenak. Di saat yang seperti ini, hidup Azelina tidak akan bisa tenang tanpa sebuah dukungan dari Pria itu sendiri.

Keduanya yang menaikki sebuah mobil, melaju di jalan dengan perlahan-lahan. Wanita itu memalingkan  pandangan pada setiap alunan kota, ia menghembuskan nafas melihat indahnya nuansa di sana.

Azelina turun dari mobil bersama Alvino. Pria itu membimbing Azelina menyusuri sekitar tempat yang mereka kunjungi. Memilih sebuah kursi sebagai tempat sandaran keduanya, menghadap ke air mancur yang begitu sejuk.

"Lo tau tempat ini darimana?" tanya Azelina tersenyum simpul di samping Pria tersebut.

Alvino menarik pelan kepala Azelina, menyandarkannya di bahu Pria tersebut. Berharap dapat membagi beban yang di hadapi Azelina.

"Gak tau kenapa tiba-tiba gue kesini, gue juga gak mau tau alasannya," ucap Alvino meletakkan sebelah lengannya di siku bahu Azelina.

"Kenapa gitu?" Azelina melirik Alvino sejenak.

"Otak gue terlalu kecil untuk mikirin itu, mending gue mikirin lo aja, itu lebih dari cukup," rayu Pria itu menyunggingkan bibirnya, sesekali mengelur siku bahu Azelina.

Azelina terdiam di bahu itu, ia menghapus air mata di pipinya yang terus-menerus mengalir. Harapannya yang meminta Alvino perhatian seperti kekasih lainnya, ia malah membatalkan rencana tersebut. Baginya, bagaimanapun pasanganmu memperhatikanmu, tidak menutup kemungkinan akan selalu seperti itu.

Walaupun Alvino dingin, ia tetap hangat untuk di peluk. Perkara romantis, itu tidak masalah, asal dia mau mengerti dan berbagi kesedihan bersama-sama.

Mentari hampir tenggelam, menyisakan siluet senjanya yang begitu indah. Membuat hati siapa saja yang sedang gelisah, melupakan semua masalahnya.

Seperti Azelina yang merasa semakin tenang, bahkan semakin melupakan masalah yang menimpanya. Berkat dukungan Alvino pula, Azelina bisa kembali tersenyum.

♧♧♧

Azelina merebahkan tubuhnya saat merasa hari sudah semakin larut malam. Sepulang dari perjalanan bersama Alvino, ia membereskan segala peralatan di kamarnya.

Tangannya yang menggenggam ponsel, dimana ia sedang asik mengobrol dengan Alvino melalui line. Tanpa ia sadari jam sudah menunjuk ke jarum berangka 12, Azelina menyudahinya dengan mengucapkan,"Selamat malam, dan selamat tidur!"

Sebelum menutup matanya rapat-rapat, Azelina melihat langit-langit atas kamarnya. Menarik nafasnya dalam-dalam, menarik kedua sudut di bibirnya, hingga melukiskan sebuah senyum ketulusan yang di ajarkan Alvino.

Hingga pada saat ia benar-benar mengantuk, Wanita itu melepas tarikkan bibirnya. Menutup mata perlahan-lahan, dan mulai tertidur di kasur serta selimut yang membungkus sepenggal tubuhnya.

Malam yang begitu dingin, bersama cuaca langit yang meneteskan beberapa rintik hujan. Lampu sorot perkotaan yang terang, dengan seribu cahaya kendaraan ikut menerangi malam yang gelap tanpa rembulan.

♧♧♧
BERSAMBUNG
(waiting for next part)

A Z E L I N A [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang