"Ketika semuanya berakhir, kita akan selalu berpikir dimana titik awal kejadian itu bermula. Tanpa kita sedari, kejadian itu tidak hilang, hanya saja pikiran kita yang melupakannya"Sepanjang perjalanan, Azelina menahan tangisnya dengan susah payah. Ia berkendara dalam keadaan yang benar-benar buruk.
Melewati berbagai lokasi, bahkan banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang. Membuat Azelina kesal harus menunggu lampu merah menjadi warna hijau.
Di dalam helm itu, ia mengeraskan rahang giginya untuk bertahan. Menancapkan gas dengan tatapan kosong 'tak berarah.
Hatinya yang sudah hancur berkeping-keping. Di jatuhkan, bahkan di bodohi oleh kata cinta. Pantaskah ia membenci Alvino yang sudah membuatnya luluh dalam tiap kata.
Setiap saat merindukan senyumannya, bahkan setiap waktu ingin selalu bersamanya. Tentu saja akan sangat sulit untuk melupakannya, walau sudah beberapa tahun tidak bersama.
Sulit membencinya, tetapi sangat mudah untuk mencintai Pria itu. Intinya, Azelina tidak tau apa yang ia rasa setelah mengingat wajah Alvino. Apa yang ia sesali, lagipula ia menikmati setiap cinta yang Pria itu berikan.
Di saat ia menangis, Pria itulah yang membuatnya tenang. Lalu, kini malah Pria itu membuatnya bertempur melawan rasa sakit, siapa yang akan membuatnya tenang? Apa ia harus memohon-mohon, menjatuhkan kembali harga dirinya, walaupun sudah di jatuhkan.
Bagaikan sebuah tanah yang di tanamkan bunga, yang memetiknya juga bukan si tanah, melainkan si penanam. Begitulah jalan yang Azelina lalui, mengandung selama 9 bulan, hanya membuat kebahagiaan untuk orang lain. Sedangkan, dia sendiri harus terluka tanpa merasakan sedikit pun kebahagian.
Kini, jemari Azelina bergemetar menggenggam setang motornya. Jika ia terjatuh ataupun kecelakaan, Azelina harap ia bisa segera mati di tempat. Harga diri saja tidak punya, apa yang harus ia banggakan jika tetap hidup.
Semua di karenakan cinta. Benar kata orang, 4 huruf yang bisa merubah segala hal dalam hidup seseorang. Siapapun yang menanamnya, maka ialah yang harus menuainya.
Cinta itu benar-benar membutakan mata Azelina, membuat tuli telinga, membuat mulut menjadi bisu, bahkan membuat kaki menjadi lumpuh. Jika nanti Azelina masih bisa melihat, mendengar, berbicara, bahkan bangkit. Artinya Wanita itu selamat dari hukuman mencintai.
Azelina membelokkan acuan motornya ke seberang jalan. Memarkirkannya di depan sebuah gerbang yang bertulis, komplek pemakaman.
Kemana lagi Azelina bisa berpegang teguh, kecuali ke pemakaman tempat penguburan Luna. Bahkan, siapa lagi yang bisa ia ajak berbicara, jika bukan kepada Wanita itu. Walaupun yang tersisa hanyalah sebuah batu nisan, setidaknya ia masih bisa mendengar suara Azelina ketika berada di samping kuburannya.
Wanita itu berjalan dengan langkah yang gontai, menyebrang berbagai tumpukkan nisan, mencari satu nisan dengan tulisan nama Luna. Seperti mencari jarum di tumpukkan jerami, begitulah lirikkan mata Azelina yang sudah lupa letak posisi nisan Luna berada.
Setelah mendapatkan tempat tujuannya, Wanita itu menangis memeluk nisan yang bertuliskan nama Luna. Satu-satunya teman yang bisa mengerti, di saat Azelina sedih maupun susah. Wanita itu yang sering memberinya dukungan, walau tidak sebesar dukungan yang di berikan Alvino. Setidaknya, Luna tidak brengsek!
"Lunaa,,, hiks,, gue bodoh na,, bo-doh,,," jerit Azelina meneteskan beberapa air mata ke pipinya, hingga membasahi sedikit nisan tersebut.
"Ternyata lo benar Na,,, semua Cowok itu brengsek!"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Z E L I N A [COMPLETED]
RomanceFOLLOW SEBELUM MEMBACA^^ THANK YOU Sulit hidup di dunia sekarang. Berbagai hal selalu menggunakan uang, lantaran mencari uang itu sendiri lebih menyulitkan. Ketika Wanita mengambil jalur sebagai pelacur, merelakan tubuhnya di santap pemburu. Apa yan...