[11] KARENA ITU

497 16 0
                                    

"Hasrat itu sangat berlebihan, kadang mengajak bahkan memaksa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Hasrat itu sangat berlebihan, kadang mengajak bahkan memaksa. Jika sesuatu di ajak dengan paksaan, tentunya akan menyakitkan"

Langkah kaki Azelina mendekat ke arah toilet. Wanita itu yang sedang membawa sekantong pouch make up nya, mengarahkan diri ke depan cermin.

Luna yang bersamanya, segera masuk ke dalam kamar kecil. Azelina mempoles beberapa bagian sudut wajahnya, bahkan dengan cairan hitam kental yang menyisir bulu mata lentiknya.

"Akhir-akhir ini kok gue ngerasa ada yang berubah dari lo," ujar Luna yang selesai dan menghampiri Azelina di depan cermin.

"Berubah gimana, gue tetap jadi Azelina. Jangan-jangan lo lagi yang berubah," kata Azelina terkekeh melirik sejenak ke arah Luna.

Beberapa menit setelahnya Azelina pergi bersama Luna dari toilet. Keduanya akan masuk terlebih dahulu ke kelas, guna menyimpan peralatan make up Azelina. Setelahnya bergegas ke kantin, mengisi perut mereka yang kosong.

Azelina melirik ke arah ponselnya, Wanita itu mengacuhkan suasana di sekitar yang ramai. Luna yang beranjak memesan untuk keduanya, meninggalkan Azelina seorang diri di meja kantin.

Sekelompok siswi duduk di meja yang berada di sebelah meja Azelina. Mereka melirik Azelina dengan raut wajah yang terlihat tidak menyukainya.

"Ehh kok kita duduk di sebelah pelacur sih, entar ketular lagi," ujar salah satu dari mereka yang mengerutkan dahinya.

"Lagian kita gak punya tempat duduk lagi, gak papa deh sekali-kali liatin muka lampir," ledek siswi dengan rambut pendek membuat suasana kelompok itu pecah.

Azelina yang sudah fokus pada layar ponselnya, 'tak akan acuh pada mereka. Membiarkan lebih baik dari pada meladeni.

Luna datang membawa nampan berisikan dua mangkok sup hangat, bersama dua gelas teh es. Dengan perlahan Azelina mengangkat makanannya.

"Gue harap sih nih kantin segera di rehap, soalnya terlalu sempit untuk menampung pelacur berkelas," ucap Azelina mengeraskan nada suaranya, berharap kelompok siswi itu mencerna apa yang ia ucapkan.

"Kok tiba-tiba minta rehap, sekalian lo tidurin pak kepsek, biar nih sekolah buat lo," tambah Luna semakin menikmati suasana. Ia sadar apa yang di katakan Azelina, untuk menyumbat gendang telinga siswi yang berada di sebelah mereka.

"Btw cabe sekarang mahal ya, sambel terasi minggir jauh-jauh sana," timpal Azelina membuat kelompok siswi itu pergi dari kantin dengan ekspresi tidak senang.

Azelina merasa puas bersama Luna, keduanya tersenyum senang menerima kemenangan. Demi merayakannya, Azelina bersulang dengan Luna, walau hanya dengan segelas teh es, dan semangkok sup daging.

Seorang Pria menghampiri meja keduanya, dengan tatapan yang terarah pada Azelina. Sejenak Azelina melirik dari bawah hingga ujung rambutnya, Pria itu tersenyum dingin.

"Lo habis dari kulkas ya?" tanya Azelina mengakhirinya dengan senyuman manis.

"Gak, gue dari kelas," jawab Alvino ikut duduk di depan keduanya.

"Kok muka lo ada butiran salju, dingin banget tau," rayu Azelina tersipu malu.

Luna yang menjadi orang ketiga di antara keduanya, seketika tertawa geli mendengar Azelina. Di tambah Alvino yang segera mengecek wajahnya di layar ponselnya, dan tidak menemukan bekas es di wajahnya.

"Lo berdua itu kenapa sih, romantis banget tau, coba pacaran," saran Luna pada keduanya. Di satu sisi Azelina sangat bersemangat mendengarnya, di sisi lainnya Alvino menjadi malas berada di kantin itu.

"Gue sih mau aja, cuman ya gimana lagi," ucap Azelina menghela nafasnya, "Alvino kan homo!" lanjut Wanita itu.

Suasana menjadi pecah akan tawa Azelina dan Luna, namun tidak dengan Alvino yang berusaha menahan amarahnya untuk tidak lepas landas. Dalam hati, Alvino ingin sekali membalas Azelina, tapi ia sadar bahwa dirinya tengah berada di suasana yang ramai. Alvino takut keadaan akan berubah setelah ia mengomentari ucapan Azelina.

"Ini lo mau makan, apa mau ketawa?" tanya Alvino membuat keduanya terdiam dan fokus ke mangkok yang berisi sup itu.

"Btw, tumben lo nemuin gue, rindu?"

Dengan raut wajah yang sok kecantikkan, Azelina membuat matanya berkedip-kedip seperti kunang-kunang di malam hari.

"Iya, gue rindu nutupin mulut lo, apalagi kalo pake sepatu," ledek Alvino berhasil membuat Azelina salah paham.

Luna tidak bisa lagi meneruskan suapan ke dalam mulutnya, berkali-kali ia mencoba, namun ada-ada saja halangan dari dua sepasang tersebut.

"Ish, jahat mulu sih. Sekali-kali muji gue napa," kata Azelina memonyongkan bibirnya. Pria itu seketika geli melihat kelakuan Azelina, tiba-tiba saja Wanita itu tidak waras.

Alvino acuh tak acuh. Pria itu memalingkan pandangannya ke arah ponsel, berkali-kali Azelina menyahutnya 'tak ada respon yang ia terima.

♧♧♧

Azelina menyalin materi yang di berikan guru di papan tulis. Sesekali ia melirik ke arah jam dinding yang amat lama berputar.

Wanita itu berpaling ke arah Luna ketika di minta mengantarnya ke toilet. Keduanya izin keluar sejenak, dan bergegas ke arah tujuan.

Melewati koridor yang sepi, Azelina merasa nyaman menari-nari di tempat. Entah mengapa hari ini ia merasa senang, seperti mendapatkan selembar uang jajan di tanah. Namun ini sangat berbeda, jantungnya kian berdebar saat kejadian tadi, dimana Alvino memberi boom love di postingannya.

Pucuk di cinta, ulam pun tiba

Betapa segarnya hari jika melihat pemandangan air mengalir dari dahi Alvino. Bibir Pria itu yang begitu menggoda, menakluk hati Azelina.

Dengan wajah datar, Pria itu melirik sejenak Azelina, setelahnya pergi dari tempat. Luna yang sudah tidak tahan, meminta Azelina untuk segera.

"Lo kira gue cocok gak sih pacaran sama Alvino?" tanya Azelina berharap mendapatkan saran dari Luna yang berada di dalam kamar kecil.

"Gue sih gak tau selera lo gimana, cuman gue liat tuh Cowok cakep buat lo," ucap Luna apa adanya. Ia tidak bisa menilai jika mendengar dari katanya, dan tidak mengetahui bagaimana tipekal Pria yang idela di mata Azelina.

"Dan satu lagi. Kalo gue pacaran sama dia, gue tetap jadi pelacur gak?" pertanyaan itu melesat begitu saja dari mulut Azelina.

"Itu sih keputusan lo aja, kalo lo rasa lo masih butuh pekerjaan itu, tinggal lo kerjain," jawab Luna keluar dari kamar mandi.

Azelina yang tersandar di tembok tersenyum cerah. Ia selalu membayangkan bagaimana kelak jika Pria itu menjadi miliknya. Bahkan sempat terasakan jika keduanya berkeluarga, bulan madu di mana, dan memiliki berapa anak.

Membayangkannya saja sudah membuat Azelina bahagia, bagaimana jika itu benar-benar terjadi padanya. Atau itu hanya ekspetasi yang mengelabui realita, mungkin, dan siapa tau itu memang akan terjadi di hidup Azelina kemudian.

♧♧♧
BERSAMBUNG
(hmm, yodah gak mau ngomong gih)

A Z E L I N A [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang