[32] SORRY

304 12 1
                                    

"Tak selamanya, orang yang membuatmu bahagia akan abadi bersamamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Tak selamanya, orang yang membuatmu bahagia akan abadi bersamamu. Kadang mereka juga lelah, ataupun bosan"


Pintu minimarket terbuka lebar-lebar, banyaknya pembeli yang masuk-keluar di malam ini. Azelina sesekali melirik ke arah jam yang berada di tangannya, beberapa jam lagi pekerjaannya selesai.

Azelina yang sibuk dengan para pembeli, membuatnya kewalahan hingga menguap di dalam masker yang berada di mulutnya. Tangan Azelina yang 'tak henti mengecek harga barang yang berada di depannya, serta membungkuskannya ke dalam kantong plastik besar.

Malam yang sudah terasa cukup gelap, membuat seisi ruangan minimarket itu yang paling bercahaya. Azelina duduk di kursinya, membuka line di ponsel lalu memberi pesan kepada Alvino.

"Jemput gue dong, ini mau pulang!"

Tulis Azelina melalui keyboard ponselnya. Beberapa orang saling bergantian membayar barang-barang belanjaanya. Waktunya Azelina pulang, untungnya semua pembeli yang berada di dalam sudah selesai dengan urusannya.

Sebelum pulang, Azelina membereskan dirinya sejenak. Ia mengambil tas yang sebelumnya ia bawa dari asrama. Azelina bergegas keluar melalui pintu minimarket, berjalan ke depan untuk mengecek, akankah Alvino sudah tiba. Sesekali Azelina melihat ke arah ponselnya,  tidak menemukan balasan dari Alvino.

Beberapa menit sudah berlalu, namun 'tak kunjung pula kehadiran Alvino terlihat di tempat tersebut. Padahal, keduanya telah berjanji sepulang nanti untuk berkunjung ke acara yang di maksud Luna.

Merasa telah menunggu terlalu lama, Azelina memilih untuk pulang dengan ojek yang lokasinya 'tak jauh dari minimarket. Azelina pulang dengan tepat waktu, hingga ia segera masuk ke dalam ruangannya untuk menggantikan pakaian.

Azelina menyempatkan diri untuk mandi sejenak, bagaimanapun ia harus tetap bersih. Tidak seperti biasanya, sepulang kerja langsung tidur.

Kali ini Azelina hanya mempoleskan dengan tipis make up ke wajahnya. Memakai pakaian yang sekiranya pas untuk acara pesta, setelahnya berangkat mengendarai motornya yang terparkir di asrama.

Motor Azelina melaju di jalanan kota yang sedikit ramai. Sekujur tubuhnya di sambut oleh udara luar yang sejuk, dimana celana yang ia kenakan terlalu pendek.

Sesuai dengan lokasi yang Luna kirim melalui line, Azelina tiba di sebuah villa yang terlihat sudah ramai. Namun, pandangan Azelina terarahkan pada deretan mobil dengan plat yang berbeda dari yang lainnya.

Sesekali Azelina melirik suasana yang terlihat ramai, membuatnya penasaran. Azelina perlahan masuk, menembus keramaian yang anehnya tanpa sebuah musik. Hanya terdengar beberapa suara, dan di antaranya hening.

Mata Wanita itu seketika membulat sempurna, ketika melihat keramaian itu terarahkan pada segerombolan Polisi yang sedang memborgol lengan Luna. Terlihat pula, sekelompok senior yang sedang tertawa ria.

"Luna! Ada apa ini pak?!" tegas Azelina menoleh pada seorang polisi yang berdiri tegap di hadapannya.

Sorakkan beberapa orang yang terdengar menghina Luna. Namun, Luna hanya tertunduk seakan-akan menahan rasa malu di tempatnya.

"Telah terbukti, seorang Wanita muda tengah membawa sebungkus narkotika," ucap Polisi itu yang menunjuk Luna.

Azelina menggeleng-geleng tidak percaya, ia menghampiri Luna. Membenarkan rambutnya, dan mulai membuat Wanita itu memperlihatkan wajahnya yang terlihat menangis.

"Zel, g-gue bu-bukan Zel,, g-gue gak tau apa-apa!" lirih Luna kembali tertunduk dengan suara yang seakan-akan bercerita lemah.

"Kami tidak punya banyak waktu, acara ini akan segera di tutupkan!" tegas seorang Polisi yang meminta semua orang membubarkan diri dari tempat.

Azelina hanya bisa membuka mulutnya 'tak percaya. Rasa syok membuatnya sulit untuk membela Luna, untuk menyakinkan para Polisi bahwa Luna tidak sepenuhnya bersalah.

"PAK, JANGAN BAWA LUNA PAK! LUNA TIDAK BERSALAH PAK!" jerit Azelina yang berusaha menahan Luna yang akan di bawa oleh pihak Polisi.

"Wanita ini akan kami pidana, jika hasil yang di dapatkan Positif, kami akan menahan saudari Luna." ujar Polisi itu mengacuhkan Azelina dan terus membawa Luna hingga masuk ke dalam mobil dengan plat yang berbeda.

Azelina meneteskan beberapa air mata ke pipinya. Sekelompok Wanita itu mendekati Azelina, mereka melambaikan tangannya ke arah mobil yang sudah membawa Luna pergi.

"Dadah pelacur! Ahahahaa,,," ledek mereka dengan tawa yang membuat Azelina geram.

Azelina berjalan untuk berdiri di hadapan sekelompok itu. Ia menatapnya satu persatu, dan mulai memberikan tatapan sinis kepada sekelompok Wanita tersebut.

"Lo punya masalah apa sih? Kalian kira bercanda kalian ini lucu?!" tegas Azelina mendorong ketua dari kelompok tersebut.

"Lo emang punya masalah sama kita. Lo kira lo hebat? Jadi pelacur di sekolah, godain cowok gue sampe dia mutusin gue! Hebat?!" timpal Wanita itu 'tak mau kalah.

Azelina mengerutkan dahinya, "kalo punya masalah, jangan sama temen gue, pecundang tau gak?!" balas Azelina memilih untuk pergi meninggalkan sekelompok Wanita bedebah itu.

Terdengar jelas teriakkan ketua dari kelompok itu yang menghina setiap langkah Azelina untuk menjauh.

"DASAR PELACUR!"

"GUE SUMPAHIN LO BAKAL SENGSARA!"

"LO GAK BAKALAN BAHAGIA, SEUMUR HIDUP LO!

Azelina mengacuhkan teriakkan tersebut. Cara yang bagus adalah pulang dari tempat itu. Hatinya benar-benar terluka, seharusnya ialah yang bersama para Polisi, bukannya Luna yang tidak tahu-menahu dengan permasalahannya.

Tancapan gas Azelina melaju sangat cepat. Jika saja jalanan kota tengah ramai, Azelina sudah pasti akan menabraknya. Berbagai lampu merah yang ia lewati tanpa henti, bahkan dengan berbagai klakson Azelina tidak peduli.

Isak tangis Azelina semakin menjadi-jadi di dalam helm tersebut. Pikirannya kacau, dan sering kali meminta maaf kepada Luna atas kejadian tersebut.

Azelina berlari setelah selesai memarkirkan motornya, ia masuk kedalam ruangannya dan membanting pintu dengan keras lalu mengunci diri. Menangis adalah jalan yang tentu akan Azelina hadapi. Melawan rasa pilu yang tumbuh, setelah melalui hari yang benar-benar membuat Azelina tidak menyangka.

Wanita itu mengambil ponselnya walau dalam tangis yang deras. Ia menelpon Alvino berulang-ulang kali, naasnya sama sekali tidak menjawab. Bahkan dengan tangan yang bergemetar, ia memaksan diri untuk memberi pesan kepada Pria itu.

Merasa usahanya sia-sia, Azelina melempar ponselnya ke sembarang arah. Perasaannya kacau, hatinya benar-benar terluka. Pikirannya 'tak terarah, matanya membengkak dan mulai mendapatkan warna hitam di kelopak matanya.

Azelina benar-benar membutuhkan sosok Alvino untuk saat ini. Namun, Pria itu sama sekali tidak menjawab panggilannya. Di malam yang dingin, Azelina terbaring di lantai hadapan pintu ruangannya
Air matanya yang terus-menerus terjun, membasahi sebagian wajah dari wanita tersebut. Tubuhnya merangkul menikmati kedinginan, bersama kesedihan dari dalam hati yang menusuk jiwanya.

Tubuh Azelina melemah, hingga ia tertidur di tempat itu tanpa ia sadari. Rasa kantuknya yang berlebihan, membuat air mata itu berhenti mengalir.

Malam hari semakin berlalu, Wanita itu tetap berada di tempatnya. Posisi dengan tidur terlengang, di buru oleh rasa lelah yang sangat hebat.

♧♧♧
BERSAMBUNG
(waiting for next part^^)

A Z E L I N A [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang