"Kita sama-sama manusia, sama-sama membutuhkan satu sama lain. Tapi derajat membuat kita berbeda, hingga kita sulit untuk di persatukan"
Alvino membawa Azelina masuk untuk pertama kalinya ke dalam kediaman keluarga Pria itu. Dengan langkah dan perasaan yang tidak nyaman, Azelina memberanikan diri menuntun jalan Alvino.Terlihat sebuah keluarga yang sedang asyik mengobrol di ruang tamu. Azelina menyemaikan senyumannya, seolah-olah menyapa semua yang berada di sana.
"Alvino, siapa yang kamu bawa?" tanya seorang Wanita yang sedang duduk dengan kaki sebelahnya berada di atas paha yang lainnya. Ia sedang membaca buku majalah, namun saat melihat kedatangan Alvino, buku itu hanya ia genggam.
"Ini Mah, kenalin dia pacar Alvino," ujar Alvino membuat semuanya beralih tatapan ke Azelina.
Melihat tatapan itu, Azelina merasa tidak yakin dengan keberadaannya. Terutama pada Wanita yang Alvino katakan seorang Mamah di depan Azelina. Tatapan Wanita itu membulat sempurna, antara yakin dengan tidak dengan perkataan Alvino sebelumnya.
"Siapa namamu?" tanya Wanita itu pada Azelina tanpa sedikitpun ekspresi yang jelas.
"Azelina!" jawab Azelina menipiskan senyumannya, dan hanya bisa tertunduk, tidak berani menatap Wanita itu kembali.
"Tunggu dulu. Kamu anaknya Ayunda 'kan?" Wanita itu kembali bertanya, dan dengan raut wajah yang tidak yakin.
Azelina mengangguk pelan, Wanita itu mengenali Ibu Azelina. Jemari Azelina bergemetar, ia beristirahat di tempat, sembari di belakang jari-jarinya meremas keras.
"ALVINO, BAWA DIA KELUAR!!" teriak Wanita itu mengagetkan semua orang yang berada di ruangan itu.
Alvino seketika menatap aneh ke arah Ibu nya, seakan-akan ada sesuatu hal yang terjadi. Sedangkan Azelina merasa jantungnya memompa dengan cepat, setelah mendengar teriakkan tegas itu.
"Kenapa Mah? Dia bukan pencuri," jawab Alvino meminta penjelasan maksud Ibu nya yang mengatakan hal itu tadi.
"Dia memang bukan pencuri, tapi dia mencuri suami orang-orang, DIA PELACUR ..." tunjuk Ibu Alvino dengan tegas.
Alvino menarik Azelina ke belakang tubuhnya. Melawan setiap lontaran perkataan Ibu nya, demi membuat apa yang mereka dengar adalah kesalah-pahaman.
"Mah, jangan ngomong kaya gitu, gak sopan untuk tamu," ucap Alvino mengerutkan dahi nya, sikap Ibu nya membuat Alvino merasa malu dengan Azelina.
"Tamu? Kamu mau merusak reputasi keluarga, mempersilahkan pelacur masuk ke kediaman Ayah kamu?" tegas Ibu Alvino penuh penekanan.
Saudara Alvino menunduk, mereka tidak mau ikut campur dalam situasi. Para pembantu yang bekerja melirik aneh ke arah Azelina.
"Untung saja Ayahmu sedang di luar kota, mungkin Wanita itu sudah ia bawa ke kantornya," ujar Ibu Alvino membuat Pria itu terdiam di tempat.
"Alvino tidak peduli dengan keegoisan kalian, Alvino sudah besar, tau mana yang buruk dan mana yang baik buat diri sendiri." Timpal Alvino membuat Ibu nya menggeleng-geleng tidak percaya.
"Jangan bilang kamu menjadi lancang gara-gara pelacur itu, sampai kapanpun Mamah tidak setuju kamu berpacaran dengannya." Dengan kesal Ibu Alvino melempar buku yang sedang ia genggam, dan memilih pergi dari tempat.
Begitupun dengan saudara Alvino yang lainnya. Bahkan pembantu ikut menjauhkan diri, menyisakan Alvino dan Azelina di ruang itu.
"Anterin gue pulang," pinta Azelina memohon kepada Alvino dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
"Tapi Zel-" ucap Alvino yang terpotong.
"Cepetan, atau gue pulang sendiri," ujar Azelina menahan lirihan tangisnya.
Alvino menuruti kemauan Azelina. Ia membawa Wanita itu kembali ke dalam mobilnya, namun sebelum itu Alvino ingin berbicara sebelum menjalankan mobil itu.
"Zel gue minta maaf sama perkataan nyokap gue," kata Alvino menghadap Wanita itu yang menangis tertunduk.
"Cepetan, gue gak punya waktu banyak buat ngomong," lirih Azelina tidak mau mendengarkan ucapan Alvino.
Alvino yang merasa bersalah, menyalakan mesin mobilnya dan keluar dari kediaman rumahnya. Sepanjang perjalanan Azelina hanya menangis dan terus menangis, membuat Alvino tidak konsentrasi dengan tugasnya yang menjadi pengendara.
"Kita berhenti dulu, gue gak tega liat lo nangis terus," ujar Pria itu menyebrang ke tepi jalan.
Dengan perlahan-lahan Alvino membelai rambut Azelina, berharap Wanita itu dapat sedikit tenang. Azelina mengacuhkan setiap perkataan Alvino, ia tidak mempedulikan Pria itu untuk saat ini.
"Gue beliin minum dulu ya," kata Alvino hendak bergegas keluar dari mobil.
"Vin, tolong anterin gue pulang sekarang, gue mohon!"
Wanita itu menjerit pelan, ia berharap Alvino tidak membuang-buang waktu. Alvino yang bersikeras menggenggam ganggang pintu mobilnya.
"Lo keluar, gue pergi!" tegas Azelina membuat Alvino tersentak pada pernyataan Wanita itu.
Alvino yang sudah kesal, melajukan mobilnya dengan cepat. Kali ini ia tidak akan membuat Wanita itu terus memohon pada sikapnya. Jika mengantarkannya pulang secepatnya adalah jalan untuk membuatnya berhenti menangis, Alvino akan menurut.
Lampu sorot perkotaan membuat Azelina menahan rintihan tangisnya yang dalam. Alvino tanpa sedikitpun melirik Azelina, membiarkan Wanita itu tenang sejenak.
Sesampainya di depan asrama Azelina, dengan cepat Wanita itu membuka pintu mobil dan berlarian masuk. Alvino mengikuti Azelina dari belakang dengan rasa penuh bersalah.
Azelina masuk kedalam ruangannya dan menangis deras di kasur kamarnya berada. Alvino mendekatkan dirinya dengan Wanita itu, ia memberanikan tekad untuk membuat Azelina berada di pelukkannya.
"Lo mau apain gue?!" lirih Azelina berusaha dengan perlawanan tangannya.
Alvino mengacuhkan pergerakkan Azelina, membiarkan Wanita itu menangis di dada bidangnya, bersama dekapannya yang erat. Azelina menundukkan kepalanya, menikmati alur tangisannya pada Pria itu untuk kedua kalinya.
"Kenapa semua orang benci gue, hiks ..." kata Azelina mempertanyakan masalah dirinya.
"Udah Zel, jangan gitu terus," ujar Alvino membelai rambut Wanita itu dengan lembut.
"Gue memang pelacur ..." lirih Azelina, "tapi gue masih punya harga diri dan perasaan," lanjutnya di sertai air yang terus menerus mengalir dari sudut matanya.
"Udah-udah, tenangin diri lo, gue ambil air putih dulu." Alvino melepaskan pelukkannya untuk Azelina, beranjak dari tempatnya ke dapur. Mengambil segelas air putih, guna menenangkan Azelina.
Azelina meminumnya dengan perlahan-lahan, ia merasa sedikit tenang. Tapi tidak bisa ia pungkiri, air mata tidak bisa ia bohongi. Hatinya benar-benar terluka, hingga setelah minum saja ia tetap merasa gelisah.
Alvino kembali merangkul Wanita itu di pelukkannya. Ia akan melepaskannya setelah Azelina menjadi tenang. Jikalaupun Wanita itu sanggup menangis semalaman, Alvino juga akan sanggup mengorbankan tubuhnya untuk menjadi penenang kesedihan Wanita tersebut.
Malam semakin gelap, bahkan kendaraan menjadi semakin sepi. Azelina tertidur di pelukkan Alvino, Pria itu 'tak henti-hentinya membelai rambut panjang Azelina. Sudah beberapa jam Pria itu menahan beban Wanita itu, sampai ia tidak menyadari bahwa ia harus segera membuang urine di dalam perutnya.
Kesetiaan Alvino tidak dapat di ragukan. Azelina seharusnya bersyukur dengan Pria itu. Tiap ia bersedih, Alvino selalu menemaninya, walaupun tak menentu kapan kedatangannya. Pria itu selalu berhasil membuat Azelina tenang, bahkan tersenyum kembali.
♧♧♧
BERSAMBUNG
(waiting for next part^^)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Z E L I N A [COMPLETED]
RomanceFOLLOW SEBELUM MEMBACA^^ THANK YOU Sulit hidup di dunia sekarang. Berbagai hal selalu menggunakan uang, lantaran mencari uang itu sendiri lebih menyulitkan. Ketika Wanita mengambil jalur sebagai pelacur, merelakan tubuhnya di santap pemburu. Apa yan...