36. Ternyata

346 27 4
                                    

Namun tahukah kamu? Sakit yang sesungguhnya? Ialah rasa sakit yang dijelaskan oleh air mata, bukan dengan kata.

-AKSARARINDU

•••

TERIK matahari pagi menyilaukan mata Raga, membuat laki-laki itu sesekali mengerjap. Sekarang ia tengah berjalan di trotoar, tujuannya adalah halte bus yang tidak jauh dari rumahnya.

Selama ia bangun dari koma, ia belum pernah menjumpai motor scoopy kesayangannya. Kecelakaan beberapa bulan lalu bukan cuma hampir merenggut nyawaya. Tapi juga membuat motornya hancur parah.

Seperti kemarin-kemarin, Raga ke sekolah menggunakan bus. Meski tidak senyaman motor sendiri, setidaknya bisa sampai tujuan dengan tepat waktu.

Dari kejauhan, terlihat mobil bus sudah berhenti di depan halte. Raga mempercepat langkahnya agar tidak ketinggalan, namun tiba-tiba langkahnya tertahan. Matanya menyorot seorang gadis yang sangat ia kenali, duduk di dekat jendela sembari memakai earphone. Gadis itu tampak murung menikmati lagu yang ia dengarkan.

"Kenapa orang berubah? Karena ia tidak merasa nyaman."

Kata-kata Aileen kembali teringat, membuat Raga mematung di tempat. Ia seakan berat untuk meneruskan langkahnya, memilih diam dan membiarkan orang-orang di halte bus masuk begitu saja. Biar saja begini, ia tidak ingin mengganggunya. Lebih baik menunggu bus lainnya saja.

Aileen menoleh, tatapannya beradu dengan tatapan Raga dalam waktu yang cukup lama. Laki-laki itu memilih diam tanpa menghampirinya, bahkan setelah bus mulai melaju. Mereka masih saling menatap, dengan masing-masing pasang mata yang berkaca-kaca.

"Lo tahu, ketika gue terbangun dari koma dan membuka mata. Lo adalah orang yang paling ingin gue temui setelah Ayah dan Bunda. Tapi, lo..."

Kata-kata Raga kembali teringat, membuat sesak yang teramat dalam di dada Aileen. Bus itu semakin melaju, hingga ia tidak mampu lagi melihat Raga di belakang sana.

Sepersekian detik, air bening yang sedaritadi menumpuk di pelupuk matanya kini terjatuh. Ia berusaha menahan napas agar isak tangisnya tidak terdengar oleh penumpang lainnya. Percayalah, itu sangat sakit.

•••

"Cakep banget gue hari ini," ujar Arwana sembari berkaca di spion motor. Bukan di parkiran, melainkan di luar pagar sekolah.

Sedang apa mereka di sana? Jawabannya adalah, karena Ipang rewel pengen beli telur gulung di luar sekolah. Bukan karena telur gulung di kantin sekolah tidak enak atau lebih mahal, tapi karena si Ipang tengah menebar hutang di berbagai penjual. Dasar tukang Bon!

"Mang, bayar besok," ujar Ipang dengan santainya.

"Aduh, besoknya kapan atuh? Besoknya hari ini atau besoknya bulan depan?" tanya Mang Ujan, penjual telur gulung.

"Besok, Mang. Janji Ipang mah."

"Ingat, lunasin sama hutang lainnya, ya? Bon kamu masih ada dua puluh ribu!"

"Oke, Mang! Amang Ujang emang baik hati atuh. Ipang doain bisnisnya laris manis!"

Ipang beranjak dari sana, lalu menghampiri Arwana yang berdiri dengan seorang gadis cantik berseragam SMP di depannya.

"Kak, mau nanya?" Gadis SMP yang motornya masih menyala itu menoleh ke Arwana, "Rumah sakit di mana, ya?"

Arwana tampak senyum-senyum, "Neng, liat pohon ketapang di depan sana?" Arwana menunjuk pohon besar dan rimbun yang tidak jauh darinya. Gadis itu refleks mengikuti arah telunjuk Arwana dengan pandangan.

AKSARA RINDU (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang