15. Balapan

572 54 0
                                    

Kita terlalu dekat, hingga aku tidak mampu menggapaimu.

-Ragaskara Daniel

•••

MENTARI mulai meredupkan sinarnya, sebentar lagi ia akan bersembunyi di langit barat. Jalanpun mulai dipenuhi oleh orang-orang yang pulang dari bekerja, salah satunya adalah Raga. Laki-laki itu bekerja untuk membantu keuangan orang tuanya. Sebab, gaji ayahnya yang hanya seorang satpam di sebuah Bank tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga.

Ia membawa motornya dengan kecepatan sedang, tidak ingin terburu-buru. Baginya, keselamatan lebih utama dibanding cepat sampai di rumah. Motor itu berhenti ketika lampu lalu lintas berubah warna menjadi merah. Raga menoleh ke arah sebuah toko di sebelah kanannya.

"Mau diajarin main catur."

Tiba-tiba ucapan gadis itu teringat oleh Raga. Membuat laki-laki itu memutar haluan motornya dan memarkirkan di depan toko itu.

Raga melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko catur itu. Ia langsung mengedarkan pandangannya melihat seisi ruangan. Terlihat perlengkapan catur yang lengkap terpajang di sana-sini.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang perempuan yang bekerja di toko itu.

"Saya ingin membeli catur untuk cewek."

"Silahkan, ikut saya."

Raga mengikuti ke mana pekerja itu berjalan, hingga mereka berhenti pada salah satu lorong. Berbagai macam motif lucu yang ia lihat. Doraemon, Hello kitty, Barbie, dan masih banyak lainnya. Tapi matanya hanya terpaku pada catur dengan kotak biru putih polos. "Lilin suka biru," batinnya.

Setelah memutuskan untuk mengambil sepaket catur biru putih polos, Raga berjalan ke arah kasir untuk membayar. Matanya tidak lepas pada layar monitor yang menyala.

"Harganya dua ratus lima puluh ribu," ujar pegawai yang bertugas sebagai kasir.

Mata Raga membulat, ia menelan salivanya dengan kasar. Laki-laki itu kemudian merogoh dompet di saku celananya, lalu mengintip lembaran uang yang berada di dalam sana. Sisa seratus ribu, itu tidak cukup! Ia menghelah napas berat, padahal ingin sekali rasanya memberikan catur itu pada Aileen. Supaya kesedihan gadis itu berkurang.

"Bagaimana?" tanya pegawai itu kembali, sepertinya ia tahu kalau Raga tengah mempertimbangkan untuk membelinya. "Memang mahal,Dek. Kami menjual kualitas terbaik," jelasnya.

Raga memasukkan kembali dompet ke sakunya dengan gugup, "Ma-maaf, sa-saya a-akan kembali lagi!" ujarnya terbata-bata, lalu dengan cepat pergi dari sana. Tidak peduli pegawai-pegawai di sana menertawakannya, rasanya ingin segera menghilang. Sungguh memalukan!

•••

Aileen duduk di kursi tepat di depan meja belajarnya. Ia baru selesai belajar, persiapan MID Semester besok. Gadis itu menutup buku catatan dan beberapa buku paket lainnya, menatanya kembali di tempat semula dengan rapi.

Ia mendongakkan kepalanya, menatap ke arah jam yang menggantung di dinding. Sudah pukul 21.00, waktunya untuk tidur.

"Apa Mommy sudah tidur?" gumamnya pada diri sendiri, sembari menoleh ke arah pintu.

Tidak butuh waktu lama, gadis itu segera beranjak dari duduknya. Berjalan keluar kamarnya, menuju ke arah kamar mamanya.

Dengan hati-hati, Aileen membuka pintu kamar itu. Matanya langsung menyorot wanita paruh baya yang telah terlelap di atas tempat tidurnya. Aileen melangkah masuk, dan langsung duduk di tepi ranjang Nia.

AKSARA RINDU (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang