66 : Kerajaan Mantra

2.1K 402 74
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

"Ayo bergegas, gedung ini sudah dikepung polisi," ucap Mikail.

"Pergilah duluan, Tuan Sagara--"

"Bayu ... dampingi ketua. Aku harus mengurus sesuatu, aku akan menyusul," ucap Emil sambil pergi meninggalkan Bayu dan Mikail.

"Pastikan kau menyusul," balas Bayu sambil melangkah di belakang Mikail.

***

"Inspektur--"

Inspektur menoleh ke arah Septa.

"Ke mana Tirta?" tanya Septa.

"Tomo--" Belum selesai Inspektur berbicara.

"Tomo, ya," Potong Septa.

Tomo pasti memiliki rencana, gua juga ga boleh tinggal diam di sini.

Septa berdiri, ia berjalan menuju lift.

"Septa! Mau kemana?" tanya Inspektur.

Septa hanya mengepalkan kedua tangannya dan berjalan menuju lift.

"Hentikan, Septa! Siapapun."

Septa berlari dan masuk ke dalam lift, ia menekan tombol lift dan pergi entah kemana. Inspektur mengejar Septa melalui tangga darurat.

Septa terdiam dengan amarahnya di dalam lift.

Ting

Lift berbunyi, Septa telah sampai di lantai paling atas. Ia keluar lift dan menaiki tangga menuju rooftop. Terlihat Emil yang sedang mengayunkan dua pisau belati, ia terlihat seperti sedang berlatih.

"Aaaaaa, sial. Aku sudah lupa caranya menggunakan senjata ini, sudah lama sekali."

Emil menyadari kehadiran sosok Septa yang berada di depan pintu. Terlihat jelas wajahnya yang penuh amarah.

"Apa selain lu, ada--"

"Anggota peti hitam yang bisa jadi binatang buas?" teriak Septa dengan nada membentak.

Emil menatap ke arah langit malam yang tak memiliki satu'pun bintang pada malam hari ini.

"Sayangnya--"

"Ga ada," ucapnya sambil tersenyum. Namun, terlihat sedih.

"BAJINGAN!" Septa berlari ke arah Emil.

Septa menyadari ada gigitan binatang buas pada leher Tara, itulah penyebab kematian Tara. Dan Emil adalah satu-satunya orang yang ia tahu, mampu berubah menjadi binatang buas.

Melihat Septa yang berlari, Emil memasang kuda-kuda dengan kedua pisau belati milik Tara.

"Kau tahu, yang menarik dari membunuh?" tanya Emil.

"Adalah, orang yang datang dengan cara bodoh, sambil menuntut balas dendam!" lanjutnya.

Entah perasaan apa ini, untuk pertama kalinya. Aku benci di datangi.

Septa melesatkan pukulan pertama pada Emil. Tentu saja, dengan mudah Emil berhasil menghindar. Emil melesatkan pisau digenggamannya ke arah leher Septa.

Namun, gerakan Emil terhenti.

"Satu," ucapnya.

"BANGSAT!" bentak Septa sambil melesatkan tendangannya ke wajah Emil.

Mantra Coffee ClassicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang