Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.
"Selamat datang di Mantra Coffee."
.
.
.
Malam ini kedai sangat ramai, Abet, Nisa dan Anna masih berkutat dengan grinder dan beberapa mesin kopi lain. Sementara Ajay menjaga kasir, Dirga dan Puspa sibuk melayani dan mencatat pesanan para pengunjung.
Dirga terus menerus memperhatikan Puspa dan Nisa yang belum lama ini mulai bekerja. Nisa memilki kemampuan yang bagus untuk menjadi barista, sementara Puspa, ia adalah anak yang canggung dan pemalu. Hampir selalu terjadi kesalahan-kesalahan kecil yang ia lakukan. Kadang ia salah memberikan menu, ia juga tak bisa membawa banyak pesanan sekaligus, beberapa kali ia menjatuhkan gelas yang sedang ia bawa.
Puspa mengambil pesanan untuk beberapa mahasiswa yang duduk di luar kafe, sementara Dirga membuntutinya. Dirga membukakan pintu untuk Puspa, ia melihat sekelibat masa depan, jika Dirga tak membantunya membuka pintu, Puspa akan menjatuhkan beberapa gelas. Setelah itu, Dirga duduk di sebelah Ajay.
"Ga jaga kasir aja dia?" tanya Ajay.
"Di pengelihatan gua, cuma jadi waiters yang kesalahannya paling kecil," balas Dirga.
"Omset bisa turun gara-gara salah ngasih kembalian--"
"Sampe segitunya, ngitung duit kan gampang padahal." Sambung Dirga.
"Namanya orang canggung, Dir. Jangankan ngasih kembalian, kalo ditanya pancasila aja belibet-libet kali jawabnya," balas Ajay.
"Andis gimana keadaannya?" tanya Ajay.
"Belum keluar-keluar dari kamar, tapi tadi gua udah beliin makan sih," jawab Dirga.
Cring~ pintu mantra terbuka, seorang pengunjung masuk dan duduk di bar. Seorang pria dengan kemeja flanel biru lengan pendek, serta mengenakan celana jeans pendek berwarna hitam. Ada anting magnet berwarna hitam yang menempel di telinga kirinya.
Ujian macam apa lagi ini, badai makin besar, batin Ajay yang melihat Dirga yang tiba-tiba berdiri sambil menatap pria itu dengan sorot mata yang tajam dan tegas.
"Hei, hei, hei." Pria itu menyapa Dirga sambil menunjuk Dirga dengan memaju-mundurkan jari telunjuk kanan dan kirinya secara bergantian. Pria itu memiliki wajah yang cukup tampan, tetapi tingkahnya sangat aneh.
"Ngapain lu ke sini?" ucap Dirga yang agak sinis.
"Ga sengaja nemu kafe, dan ternyata ada lu--"
"Dari mana lu tau keberadaan gua di sini?" potong Dirga.
"Kan udah gua bilang--"
"Jawab! Frinza," bentak Dirga.
Raut wajah Frinza berubah menjadi datar, dengan tatapan yang mengintimidasi. Tak ramah lagi seperti tadi, ketika ia datang. "Duduk." Frinza menyuruh Dirga untuk duduk tepat di sebelahnya.
"Kalo lu cari ribut, kasian pelanggan lu kan? Jadi merasa ga nyaman ...," bisiknya pada Dirga.
"Ayo sini, kita minum bareng sebagai saudara--"
"Adikku yang liar," lanjutnya.
Ya, dia adalah Frinza Martawangsa, anak kedua dari Broto Martawangsa. Dirga merupakan anak terakhir dari keluarga Martawangsa milik Broto, Tirta adalah anak ketiga, dan Gemma Martawangsa adalah anak tertua.
"Jangan sampe, gua kasih tau keberadaan lu ke Gemma atau Ayah! Duduk," titah sang kakak.
Dirga duduk di kursi sebelah Frinza, "apa mau lu?" tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantra Coffee Classic
ParanormalKebayang gak sih 4 anak indigo tinggal barengan & buka coffee shop? mereka jualan kopi sambil buka konseling seputar kasus supranatural dan memecahkan kasus tersebut. Andis, Dirga, Tama & Fajar adalah mahasiswa baru yang merantau ke Yogyakarta. Mere...