Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.
"Selamat datang di Mantra Coffee."
"Sar? Kamu kenapa?" tanya Tama yang bingung.
Tama berusaha menenangkan Sarah, Tama menyentuh pundaknya dan bertanya sekali lagi, kenapa ia menangis.
"Empa tahun--" gadis itu mulai unjuk bicara dan mengangkat kepalanya.
"Empat tahun aku nunggu kamu. Empat tahun aku percaya kalo kamu cuma terlambat jatuh cinta. Empat tahun aku berharap, ketika dulu aku pergi, kamu ngerasain ada sesuatu yang hilang di sini." Sarah menunjuk dada Tama dan menyentuhnya dengan jari telunjuknya.
"Mulai dari saat itu, aku nutup hati aku buat semua yang berusaha deketin aku. Cuma buat jaga semua spekulasi dan khayalan aku yang terlalu berharap sama kamu."
"Jangankan terlambat--aku rasa sedikit pun, ga pernah terbesit dalam pikiran kamu, tentang aku, kan?"
"Entah gimana caranya nyari kamu, sosmed ga aktif, ga punya kontaknya juga. Di saat aku berpikir untuk mulai menyerah--aku ketemu Andis. Dia bilang kamu ada di Jogja, dan sekali lagi aku berharap."
Tama tak tahu harus berkata apa, hal seperti ini baru pertama kalinya terjadi. Ketika melihat Sarah, ia kembali mengingat segelintir memori saat mereka di rooftop sekolah dulu. Jujur saja, Tama sempat merindukan sosok Sarah ketika mereka berpisah dulu, tetapi itu tak berlansung lama. Tama yakin jika ia memang tak memiliki rasa seperti yang Sarah miliki. Namun, melihat wajahnya yang kini basah dan matanya yang membengkak, timbul suatu perasaan dalam diri Tama yang ikut merasakan sakit, Tama menatap Aqilla.
Aqilla hanya diam, ia tak tahu apa-apa soal wanita itu, sepertinya tatapan Aqilla pada Tama seolah berkata. "Kamu berhutang penjelasan."
"Dis, gimana nih?" tanya Tama yang bingung, kepalanya pusing. Ia tak biasa banyak berpikir.
Andis hanya menatap Tama dengan tatapan bodohnya, "ya--ga tau, gua mah orang jelek," ucapnya pada Tama.
Ucapan Andis malah membuat Sarah yang sedang menangis jadi sedikit tertawa.
"Makanya jangan ganteng-ganteng jadi orang, pusing sendiri kan lu," lanjut Andis.
"Andis apaan sih, ga jelas banget," pekik Sarah yang menahan tawanya, ia malu karena ia justru tertawa di saat sedang menangis, seolah air matanya tak punya harga diri.
Nah, iya, begitu. Kamu cantik kalo senyum. Andis ikut tersenyum melihat Sarah.
Aqilla duduk, ia menyilangkan kakinya dan menggeser kepalanya sedikit ke arah kanan. Matanya menatap lurus ke arah Tama, sorot matanya tajam. Tama terlihat seperti orang ling-lung, ia menatap Aqilla.
"Coba, tanggung jawab. Nangis gara-gara kamu, kan?" ucapnya ketus.
Karena kafe tak begitu ramai, Dirga menyuruh Ajay untuk close order. Begitu pelanggan terakhir, selain Sarah dan Aqilla sudah pergi, ia menutup toko. Ia tak ingin ini menjadi tontonan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantra Coffee Classic
ParanormalKebayang gak sih 4 anak indigo tinggal barengan & buka coffee shop? mereka jualan kopi sambil buka konseling seputar kasus supranatural dan memecahkan kasus tersebut. Andis, Dirga, Tama & Fajar adalah mahasiswa baru yang merantau ke Yogyakarta. Mere...