Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.
"Selamat datang di Mantra Coffee."
.
.
.
Pagi ini gelap, bukan karena masih subuh, tetapi karena memang sang mentari enggan menunjukkan sinarnya. Ia bersembunyi dibalik sekumpulan awan-awan hitam yang mengepul menyelimuti kota Jogja. Angin juga tak bersahabat, mereka mengguncang daun-daun dan pepohonan secara brutal, tinggal menunggu puncaknya saja, ketika langit meneteskan air matanya, entah apa yang ia tangisi.
"Belum turun?" tanya Dirga pada Ajay.
Ajay hanya menggelengkan kepalanya. Sejak semalam, Andis belum keluar kamar. Bahkan aroma nasi goreng buatan Tama tak mampu membuatnya turun pagi ini. Dirga mengambil sepiring nasi goreng buatan Tama dan membawanya ke atas.
tok tok tok
"Dis."
"Masih idup kan lu?" tanya Dirga.
"Kenapa?" tanya Andis balik.
"Lu kenapa? Cerita sini," balas Dirga.
"Gua kenapa? Ga kenapa-napa, lagi sibuk aja," balas Andis sambil berbaring di kasurnya.
"Nih, nasi goreng buatan Tama. Ekstra telor buat lu."
"Gua ga laper," jawab Andis singkat.
"Gua taro di depan kamar lu ya?"
"Terserah."
Dirga meletakkan sepiring nasi goreng itu di depan kamar Andis. Beberapa menit berselang, hujan mulai turun membasahin bumi Jogja.
"Dis, sarapan dulu. Ujan nih, dingin, tar lo sakit," ucap Dirga yang rupanya sedari tadi duduk bersandar di tembok kamar Andis sambil menunggunya keluar.
"Sibuk boleh, tapi jangan lupa kesehatan lo."
Bisa ga si lu pada ga usah peduliin gua? Semakin kalian peduliin, semakin sakit rasanya ketika gua ga bisa memenuhi harapan kalian, batin Andis sambil menutup wajahnya dengan bantal.
Hujan hari ini awet rupanya, mungkin jika diberi nama, nama hujan ini adalah hujan tamqila. Andis keluar dari kamarnya, ia tak sengaja menangkap Dirga dengan ujung matanya, Dirga yang duduk bersandar di dinding kamarnya sambil tertidur, mungkin karena suasana yang sangat cocok untuk tidur atau menikmati semangkok Indomie rebus dengan telur, membuatnya tertidur di sana. Andis mengambil nasi goreng yang sudah dingin itu dan masuk ke dalam kamar, ia keluar lagi dengan membawa selimut dan menyelimuti Dirga yang tengah duduk tertidur, kemudian ia masuk kembali kedalam kamar.
Walau pun dingin, tetep masih enak, sehebat itukah, Tama?
Andis menjatuhkan dirinya ke lantai, sambil tangan kanannya berusaha meraih lampu yang tepat berada di atasnya.
Kemampuan apa yang gua punya? Bidang apa yang gua kuasai? Apa kalo punya ibu, gua juga bisa seperti mereka? Rasanya hanya untuk kali ini, gua merasa butuh pelukan seorang ibu.
Ada fase di mana manusia berada di titik terlemahnya, ketika ia merasa down dengan segalanya. Yang ia butuhkan hanya sebuah dekapan dari orang terkasihnya. Andis tak pernah melihat ibunya, untuk merindu saja ia tak punya memori tentang sosok wanita yang melahirkannya, hanya beberapa lembar foto saja yang memperlihatkan wajah ibunya. Perlahan tapi pasti, air itu basah membasahin lantai kamarnya, membaur dengan tangisan langit.
Andis keluar dari kamarnya, Dirga sudah tak berada di sana. Selimutnya terlipat rapi di depan kamarnya, Andis memungut selimut itu dan meletakkannya di atas kasur. Andis mengambil handuknya dan turun ke bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantra Coffee Classic
ParanormalKebayang gak sih 4 anak indigo tinggal barengan & buka coffee shop? mereka jualan kopi sambil buka konseling seputar kasus supranatural dan memecahkan kasus tersebut. Andis, Dirga, Tama & Fajar adalah mahasiswa baru yang merantau ke Yogyakarta. Mere...