81 : Quit

2.2K 370 85
                                    

Cring~ Gemerincing lonceng di pintu pertanda kehadiran pengunjung.

"Selamat datang di Mantra Coffee."

.

.

.

Seseorang sedang duduk di kursi, ia duduk di depan tangga, persis di tengah-tengahnya sehingga menghalangi tangga. Orang itu menjulurkan tangannya dan menekan saklar lampu yang berada tak jauh darinya, membuat lampu lantai dasar menyala.

"Belum tidur lu, Dis?" tanya Tama pada Andis yang sedang menatapnya dari kursi.

Andis menatapnya dengan raut wajah yang penuh amarah.

"Akhirnya dateng juga--"

"Dari mana aja lo, bangsat!"

"Abis ngangter, Aqilla," jawab Tama singkat, sambil berjalan ke arah Andis, "geser dikit dong," sambung Tama lagi yang jalannya tertutup oleh Andis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Abis ngangter, Aqilla," jawab Tama singkat, sambil berjalan ke arah Andis, "geser dikit dong," sambung Tama lagi yang jalannya tertutup oleh Andis.

Andis berdiri, ia bergeser sedikit hingga Tama bisa melewatinya. Namun, ketika Tama melewatinya, Andis menarik kerah jaket milik Tama dan menariknya kebelakang, sontak membuat Tama terhentak mundur.

"Capek gua, Dis, mau tidu--"

Plak!

Andis menampar Tama, persis di tempat Tama menampar Sarah. Pipi sebelah kanannya merah, membuat Tama terkejut. Ia menatap Andis dengan sejuta tanda tanya.

Plak!

Andis menampar Tama lagi beberapa kali, secara terus menerus. Hingga Tama mundur dan menjaga jarak.

"Gimana rasanya?" tanya Andis.

Tama hanya diam tak menjawab, ia memegang pipinya yang merah sambil menatap Andis.

"Harusnya--lu ga kasih harapan. Harusnya dari dulu gua bertindak, biar ga kayak gini kejadiannya," lanjut Andis.

Andis melemparkan secarik kertas ke lantai. "Pungut tuh."

Tama memungut kertas itu, tertulis sebuah alamat di dalamnya.

"Itu rumah Sarah, gua tunggu lu di sini. Sekarang lu minta maaf kerumahnya--"

Tama merobek kertas itu.

"Never."

Andis kembali mengepalkan tangannya, "ga merasa salah lu? Nampar muka cewek?"

"Enggak."

"Oh iya, gua lupa. Lu kan ga punya hati, lu kan bukan manusia, tapi robot." ucap Andis dengan senyum tipisnya.

"Gua bukan cowok murahan yang bisa dicium semudah itu--mungkin beda sama lu, yang seneng dicium semua cewek." balas Tama.

"Maksud lu? Gua murahan? Lancang juga mulut lu lama-lama, tarik kata-kata lu barusan, Tam."

Mantra Coffee ClassicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang