GAK SEPAHAM

10.6K 1.4K 17
                                    

Sejak kejadian itu, aku memang jadi lebih banyak diam pada mas Aksa. Mas Aksa pun bukan tidak menyadari itu, tentu dia sangat menyadarinyam hanya saja tentu berusaha lebih sabar dan tenang menghadapi situasi dibanding aku. Dia berusaha mengajak bicara, tapi bukan tentang peristiwa Ibu itu. Intinya dia berusaha mencairkan suasana diantara kami yang tegang.

Seperti pagi ini, ketika aku sedang membuat kopi di dapur, dia tiba – tiba mengecup pundakku dan memelukku dari belakang "morning sayang.." sapanya. Padahal tadi dikamar dia sudah bilang 'good morning sayang' juga. Mungkin saking inginnya dia mencairkan suasana, jadilah dia berkali – kali mengucap good morning kepadaku. Atau dia bingung kalimat apa yang harus di ucapkan didepanku. Karena jujur saat ini hormonku rasanya acak – acakan, salah satu kata saja bisa mengakibatkan bom nuklir yang reaktor nya ada di dalam tubuhku bisa meledak.

"morning..." jawabku singkat. Sebenarnya aku tidak boleh menumpahkan sakit hatiku pada mas Aksa, terlebih mas Aksa juga sudah cukup membela nama baikku kemarin. Tapi aku sedang gak dalam kondisi yang bisa bersikap dewasa rasa marah lebih besar dari rasa waras ku. Terlebih, aku yang terbiasa curhat sama mama, jelas gak mungkin mencurahkan masalah yang satu ini. sama saja aku merobek luka lama mama. Menceritakan hal yang menyakitkan mama adalah hal paling terakhir yang mungkin akan kulakukan dalam hidupku. Jadi sebisa mungkin aku menyimpan ini rapat – rapat dari keluargaku.

Walau dalam ingatanku semua samar – samar, tapi itu berlangsung cukup lama. Aku ingat mama yang suka menangis diam – diam dialam kamar, sambil memandangi pakain kecil berwarna biru, yang ku sinyalir adalah milik adikku. Jelas gak mungkin milikku, karena aku perempuan. Dan aku saat itu sudah cukup besar untuk membedakan apakah mama sedang bersedih atau tidak. Walau setiap menemukanku memperhatikannya, mama selalu mengembangkan senyuman dengan mata yang masih sembab, dan bersikap seolah semuanya baik – baik saja.

Mama juga bahkan masih suka melamun kalau melihat bayi laki – laki yang bertubuh gempal dan berkulit putih. Dan menurut cerita papa ketika aku sudah menginjak bangku SMP, mendiang adikku itu memang ganteng banget, kulitnya putih bersih seperti kulitku dan gembil sekali ketika lahir. Sayangnya dia terlahir dalam keadaan tak bernyawa.

Butuh waktu yang sangat lama, sampai mama sanggup bercerita banyak tentang hari itu. Sebelum – sebelumnya, mama gak akan pernah sanggup menceritakan kejadian itu dengan hati yang lapang. Dia bahkan gak pernah bisa memulainya. Dan aku pun tidak pernah bertanya walau aku sudah di ceritakan papa kalau aku memiliki adik. Aku juga baru diajak papa untuk ziarah ke makam adikku ketika aku SMP dan aku bisa menahan diriku untuk tidak bertanya apa – apa pada mama.

Jadi ketika aku mendengar Ibu mengoceh sesuka hati tanpa perasaan bersalah sama sekali seperti itu, kemarahanku rasanya memuncak sekali. Aku kesal bukan main. Mungkin kalau saat itu kami berhadapan, aku tidak akan segan menampar wajahnya.

Tahu apa dia soal mamaku? Seenaknya bilang kalau mama ku memberikan bakat gak subur kepadaku? Apa buktinya?

Aku menikah bahkan baru sebulan. Sementara mbak Vita saja butuh waktu satu tahun, baru akhirnya Leon hadir didunia. Dan menurut ceritanya, satu tahun itu batas yang wajar untuk sepasang suami istri belum di karuniai keturunan. Lewat dari satu tahun, baru lah pemeriksaan disarankan.

"sarapannya belum siap, mas duduk dulu aja" sahutku sambil tidak menoleh, aku mendengar mas Aksa menghela nafasnya lelah, dia mengecup kembali pundakku cukup lama, lalu mengusap kedua lenganku.,

"hari ini mau dibuatin sarapan spesial ala Aksa gak?" tanyanya kepadaku, dia berbicara di telingaku sambil kedua tangannya terus mengusap lembut lenganku. Aku mau gak mau menoleh kepadanya, aku gak boleh egois kan dengan melempar semua kesalahan keluarganya padanya? Bagaimanapun keluarganya adalah sekumpulan manusia dewasa, yang seharusnya sudah bisa mengolah pikirannya masing – masing. Ini bukan kisah ulah ipar yang masih usia tanggung, yang masih bisa bertingkah seenak jidat.

semua serba kilat (pandemic love story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang