ANTARA IBU DAN ISTRI ( PART AKSA)

10.9K 1.3K 31
                                    

Sesuatu yang memang sudah lama ku prediksi akan terjadi dalam kehidupan pernikahanku, aku akan berada pada posisi dimana aku harus berdiri diantara Ibu dan Istriku. Walau semua sudah bisa kubayangkan dari jauh hari, namun bukan berarti semuanya ternyata bisa terasa lebih mudah, hanya karena sudah ku prediksi dari awal. Tetap saja, begitu realitanya ku jemput, rasanya benar – benar menyulitkan. Aku hanya memprediksi, tanpa mengantisipasi, tanpa ku pikirkan apa yang harus ku lakukan kalau hari itu akan tiba.

Ananta, wanita yang akhirnya menjadi pilihanku. Wanita yang membuatku mendobrak keinginanku untuk belajar mengalah dengan tingkah Ibu. Wanita yang membuatku hanya bisa memikirkan, bagaimana caranya bisa menikahinya dan memilikinya utuh. Banyak yang mengira keputusanku ini hanyalah bentuk dari aku yang hanya menuruti emosi sesaat, terbawa perasaan syndrom cinta lama bersemi kembali, bertindak impulsif dengan memutuskan untuk segera menikahinya. Aku sendiri tidak bisa menjelaskan kepada siapa – siapa, kenapa aku merasa begitu yakin pada Ananta. Aku hanya yakin itu saja. aku membiarkan hatiku menuntunku mengambil tindakan. Lagi pula aku menikah, bukan aku menculik anak orang dan menghamilinya sembarangan. Aku menikahi dengan cara yang baik.

Dan semakin ku jalani aku tidak merasa sudah membuat keputusan yang salah. Justru yang aku bingung, apa yang ibu lihat dari Nining? Kenapa Ibu seperti mudah sekali termakan omongan Nining? Bukan hanya sekali dua kali, tapi ini sudah bertahun – tahun. Setiap aku memiliki kekasih, selalu berakhir mereka hengkang dari hidupku, karena Ibu termakan hasutan Nining. Nining selalu datang membawa kabar miring yang meyakinkan untuk disampaikan kepada Ibu. Padahal aku yakin, pasti ada salah satu dari mereka yang menarik perhatian Ibu. Karena aku tidak pernah asal cantik dalam memilih pasangan, karena aku paham standard Ibu bagaimana, walau mungkin tidak 100% seperti standard Ibu.

Aku berusaha sabar dan tenang menghadapi semua ulah Nining bertahun – tahun. Berusaha menepis semua berita miring yang Nining sampaikan pada Ibu tentang para mantan kekasihku. Aku percaya suatu saat nanti akan ada wanita yang lebih mampu menguasai hati Ibu dari pada Nining. Wanita yang memiliki pesona lebih besar dari pada Nining dimata Ibu. Dan ketahuilah, aku selalu tidak sempat mempertahankan mereka sebelum Ibu percaya. Mereka selalu lebih dulu meninggalkanku karena beberapa merasa sakit hati, beberapa merasa aku tidak patut diperjuangkan, beberapa merasa hubungan kami akan sia – sia. Yang jelas semuanya akan merasa 'aku gak sanggup kalau harus saingan sama Ibu dan calon menantu idamannya'.

Tapi nyatanya aku salah, Ibu malah semakin beringas berusaha memecah belah hubunganku dengan istriku. Ini gila, istriku. Mungkin ini adalah final battle bagi Ibu. Karena kali ini aku menolak mengalah. Aku segera melobby bapak untuk mengantarku melamar Ananta dan melaksanakan pernikahan. Dan kebetulannya lagi adalah, bapak dan mbak Astrid mendukungku 100%.

Bagaimana Ibu bisa sampai tidak bisa melihat kalau kali ini yang dia berusaha pisahkan adalah sepasang suami istri? Bahkan ikatan kami suci dimata Allah. Allah sangat membenci perceraian. Tapi Ibu malah berusaha membuat Ananta tidak betah dan meminta bercerai? Apakah Ibu bahagia kalau kami akhirnya bercerai? Bahkan kalau sampai itu terjadi, aku akan semakin tidak sudi menatap Nining.

Dan gilanya Ibu nyaris berhasil dengan misinya, dengan mengutus Nining untuk terjung langsung mengganggu Ananta. Dan Ananta yang memang belum ku jelaskan secara persis duduk permasalahannya, termakan dengan aksi curang Nining. Aku rasanya mau gila dan ingin sekali mengamuk, mendengar Ananta meminta untuk dipulangkan kepada orang tuanya. Bahkan kami baru akan menginjak bulan kedua menikah, dan aku harus sudah mendengar istriku minta dipulangkan kepada orang tuanya? Se kilat itu kah kisah rumah tanggaku?

Semua memang ku akui prosesnya serba kilat, pacaran hanya seperti formalitas pendekatan saja, langsung lamaran, lalu lanjut menikah. Bahkan ketiga proses itu kami lakukan hanya dalam hitungan jari sebelah tangan saja lama nya. tapi aku tidak mengharapkan usia perkawinanku juga lenyap sekilat itu juga. Aku tidak menikah asal – asalan. Aku yakin dan mantap menikahi Ananta, aku ber istikharah sebelum aku memutuskan untuk melamarnya. Itu bukan kata – kata emosional anak belasan kebelet nikah yang meluncur begitu saja dari mulut.

semua serba kilat (pandemic love story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang