RUNTUH

9.8K 1.2K 41
                                    

Aku terus merasa gelisah sejak mas Aksa meninggalkan ruangan apartemen ini. perasaanku tidak enak, seperti akan ada sesuatu yang terjadi, tapi aku berusaha untuk menenangkan pikiranku dengan berwudhu. Aku menunaikan sholat dan memanjatkan doa agar suamiku di lindungi selama perjalanannya, dan biarkan dia kembali dengan selamat. Aku belum berani menelpon mas Aksa sejak dia berpamitan tadi, karena takut mengganggu konsentrasinya menyetir. Aku bahkan tidak sempat membekalinya apa – apa.

Sudah kurang lebih 4 jam sejak mas Aksa berangkat dari rumah. Dan aku rasa dia seharusnya sudah sampai di kota yang dia sebutkan tadi. Kota nya tidak terlalu jauh dari Jakarta. Aku memberanikan diriku untuk mengirimi nya pesan whatsapp. Aku sengaja tidak menelpon, aku tidak mau menyiram bensin pada bara api. Aku tidak tahu posisi mas Aksa sekarang ini bagaimana, jangan sampai ketika aku menelpon dan disitu ada Ibu.

Walau harus ku akui ada rasa tidak nyaman dengan kepergian mas Aksa, karena disana ada Nining. Perempuan itu, dia benar – benar pandai memanfaatkan situasi. Selintas aku merasa ini sebuah jebakan dari dia. Dia sengaja mengimingi Ibu dengan pergi dengannya, karena dia tahu mas Aksa pasti akan menjemput Ibu. Dan saat itu lah mereka bebas dari gangguan siapapun. Hanya ada Ibu, mas Aksa dan Nining. Tidak ada bapak atau mbak Astrid yang akan menghalau segala tindakan mereka.

Mereka akan bebas menghasut dan mempengaruhi pendirian mas Aksa.

Aku hanya bisa menyandarkan kepercayaan dan nasibku pada mas Aksa. Semoga saja, Ibu tidak mensyaratkan mas Aksa harus menikahi Nining atau Ibu tidak akan mau pulang. Karena kalau seperti itu, tentu aja mas Aksa akan berada di posisi yang sangat sulit.

Atau yang terparah dia akan menikahi Nining saat itu juga. Karena jelas gak mungkin kan dia kembali ke Jakarta meninggalkan Ibu disana. Dia belum gila dengan membiarkan Ibunya diluar rumah seperti ini, disaat situasi sedang bahaya.

Me : assalamualaikum, mas, kamu sudah sampai?

Aku menunggu kurang lebih sepuluh menit sampai menerima pesan balasan darinya.

Mas Suami : alhamdulillah sudah sayang, tadi agak macet sedikit aja. Sekarang mas di rumah Nining tapi Ibu belum mau di bujuk pulang.

Me : mas sudah makan?

Mas Suami : sudah, tadi mas mampir makan dulu di rumah makan padang, tapi mas makan di mobil aja.

Me : jangan sampai mas sakit ya. aku sayang kamu.

Mas Suami : aku juga sayang kamu. doakan mas bisa cepat pulang ya. mas udah kangen.

Me : miss you too.

Aku meletakan ponselku lagi disampingku, aku sekarang sedang duduk di atas tempat tidurku. Termenung. Ibu masih belum bisa di bujuk pulang, dan posisi mas Aksa ada dirumah Nining.

Ini sangat tidak baik. Mas Aksa memang tadi cerita kalau keluarga Nining punya usaha di kota itu juga, jadi mereka ada rumah semacam untuk tempat tinggal mereka kalau sedang meninjau bisnis nya dikota itu.

Dari mana mas Aksa tahu? Aku tidak mau tahu. Pastinya mereka berdua punya banyak masa lalu, yang membuat mereka berdua saling banyak tahu. Bahkan jauh lebih banyak dari aku.

Dan itu menyakitkan.

Ponselku berdering dan nama mas Aksa disitu, aku langsung mengangkatnya, berharap ini berita bahwa dia sudah kembali menuju Jakarta.

"assalamualaikum" sapaku pada mas Aksa,

"waalaikumsalam" balas mas Aksa sambil menghela napasnya gusar. Perasaanku tidak enak.

"sayang.. maaf, Ibu belum bisa di bujuk. Dan kalau pulang sekarang rasanya nanti bahaya juga di jalan. Sudah terlalu malam dan mas juga capek banget. Mas udah berusaha cari hotel yang covid protocol, tapi belum banyak hotel operasi di sini, jadi mas cari aman ya nginap di rumah Nining. Tapi kalau kamu ngizinin mas.,

semua serba kilat (pandemic love story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang