INI AKU

17.6K 2.6K 40
                                    

Aku melangkah keluar dari pagar, dia masih berdiri didepan mobilnya. Aku mengerutkan alisku, aku bergumam yang pastinya tidak terdengar dan dia pun tidak bisa melihat gerak bibirku. Dia melangkah mendekat, aku mengacungkan telunjukku "stop!!" ucapku, dia langsung menghentikan langkahnya.

"bapak ngapain kesini?" tanyaku dengan suara yang sedikit teredam masker. Dia mengenakan polo shirt berwarna putih dengan potongan body fit yang sukses mengekspose otot – otot lengan dan dadanya, dark blue jeans dan sepatu nike airmax 97 nya. Sempat – sempatnya aku men scan penampilannya hari ini, yang memang membuatnya lebih mirip pria berusia 25 tahun ketimbang 35 tahun. Awet muda pada pria itu memang kejam.

"aku mau ngomong sama kamu, gak mau lewat telepon" ucapnya dengan nada memelas, ah pasti efek teredam masker aja. Aku berusaha menepis rasa welas asih ku jauh – jauh. Aku melipat tanganku didepan dada. Aku menajamkan tatapan mataku, karena untuk saat ini hanya ini yang bisa berfungsi dengan jelas, kecuali aku mau mengusirnya pulang dengan sapu lidi yang sedang bersandar malas di pot kembang.

"kami gak terima tamu pak, kecuali urgent" ucapku, dia menghela napasnya lelah, memejamkan matanya dan menengadahkan wajahnya. Untung mendung. Dia menatap lurus lagi ke arahku, kedua bahunya tampak turun putus asa.

"kasih aku 15 menit aja ta..." dia masih memelas, aku masih bertahan.

"saya males berdiri disini 15 menit, capek. Lagian masih banyak pekerjaan" ucapku lagi "bapak pulang aja deh, kalau bapak kesini cuma mau bahas omong kosong bapak tadi" aku berbalik akan masuk kembali kedalam rumah. Aku tahu ini tidak sopan, tapi menurutku, tindakan pak Aksa lebih melanggar kode etik lagi. Apa itu, merayu – rayu anak buah ( aku juga kenapa mau di rayu? ) yang ujungnya bisa mengancam pekerjaanku. dan bagaimana nasib ku, kalau sampai dia tiba – tiba berganti target lalu pindah merayu yang lain? aku gak sudi.

'walau gantengnya kayak Sam Claffin, ta?' bisikan dari suara hati ku menusuk otak, dasar suara pengkhianat.

Aku mendengar suara klakson mobil, ternyata papa sudah pulang. Pak Aksa menoleh ke arah sumber suara, dia bergegas masuk kedalam mobilnya dan memajukan mobilnya. Lalu dia turun lagi.

Aku terperangah dengan kekeras kepala'annya, sudah di usir masih bersikukuh gak mau pulang.

Papa turun dari mobil, memindai pak Aksa dari atas sampai bawah, dengan tatapan garangnya. Dengan seragam TNI yang masih melekat di tubuhnya, harusnya sih dia kabur ya. tapi, dia adalah Aksa Hananto. Pak Aksa berjalan memasuki area carport, dia menangkupkan kedua tangannya didepan dada, sebagai pengganti salam "assalamualaikum, Om" sapanya sambil sedikit menganggukan kepalanya.

"waalaikumsalam" papa menjawab salam, ajudan papa turun dari mobil dan bergegas menutup kembali gerbang. Okay great, dia sekarang benar – benar sudah berada didalam area rumahku.

"teman Ananta?" tanya papa dengan nada penuh intimidasi. Sejak kejadian pacarku berkhianat, dengan menghamili anak orang. Papa memang jadi dingin dengan setiap lelaki yang mendekatiku. "Atasan Nanta di kantor pa" sahutku langsung, sebelum dia menjawab yang tidak – tidak.

"saya Aksa Hananto, Om. Puteranya bapak Prama Hananto, mungkin om kenal. Dubes Inggris 12 tahun yang lalu om" ucapnya dengan penuh sopan santun. Aku melirik ke papa, papa seperti berpikir, lalu mengangguk.

"ooh...ya..ya.. saya ingat, bagaimana kabar bapak dan ibu? Sehat? Dulu saya gak banyak lihat kamu ya"

"bapak dan ibu alhamdulillah sehat om, dulu waktu om diangkat disana, pas bapak pensiun memang, dan kebetulan saya sedang s2 di Birmingham sekaligus kerja, jadi hanya bisa mampir seminggu sebelum bapak purna tugas" ucapnya, aku masih takjub dengan tata bahasanya yang bisa mengimbangi gaya berbicara papaku. Ya iya lah ta, dia dosen.

semua serba kilat (pandemic love story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang