SAYA JANJI AKAN VOTE KALAU BACA!
SELAMAT MEMBACA^^
•••Fia menatap ke depan dengan pandangan kosong. Hatinya, pikirannya, bahkan perutnya, semuanya kosong. Perempuan itu benar-benar kehilangan arah. Wajahnya pucat pasi, tubuhnya lemas dan semakin kurus.
Hanya ada air mata di pipinya, yang sejak lama terus mengalir. Fia lelah, ia ingin berhenti menangis. Tapi apa boleh buat? Fia nyatanya sangat lemah.
Memori di kepala Fia kembali mengingat masa-masa dengan Randy dulu.
Flashback on
"Fi, apa kalau gue nanti nyakitin lo. Lo bakalan tetap perhatian kayak gini ke gue?"
Fia mengernyit, lalu senyumnya terbit lebar. "Tentu aja."
"Kenapa? Sebesar itu rasa lo ke gue?"
Fia kembali tersenyum. "Karena gue yakin lo enggak mungkin nyakitin gue. Lo kan selalu jagain gue. Itu kan cuma kalau, gue yakin enggak akan. Atau lo punya rencana buat nyakitin gue ya?"
"Enggak lah!" Randy langsung menggeleng keras. "Aku sayang kamu fia."
Fia manggut-manggut dengan senyum lebarnya. "Kalau nanti lo dalam bahaya, dan takut. Panggil nama gue tiga kali ya?"
"Apa yang terjadi selanjutnya?"
"Nggak tahu." Fia menggeleng polos. "Mungkin gue bakalan datang, atau rasa takut lo akan hilang."
Randy tertawa mendengarnya, ia menarik lengan Fia dengan lembut. Menyuruh istrinya agar duduk di sampingnya. Randy mengelus rambut Fia.
"Ketakutan gue itu, saat lo pergi ninggalin gue Fi. Itu yang gue takutkan." Randy menyenderkan kepalanya di pundak Fia.
Flashback off
Fia menggeleng lirih. Fia menjatuhkan pundaknya, berusaha menyeka air matanya. "Nyatanya omongan lo itu hanya sebatas rangkaian kata, Randy."
"Gue harus gimana? Kata lo, kalau lo buat salah gue boleh hukum lo apa aja. Asal gue nggak ninggalin lo. Tapi apa? Lo yang ninggalin aku!"
Tangis Fia semakin deras, keadaan rumah yang sepi seakan memberikan kesempatan untuk Fia menangis sekencang mungkin. Fia bahkan tidak peduli dengan kondisi tubuhnya.
"Semudah itu lo bilang udahan?" Fia tertawa lirih. "Lo yang mulai, dan lo yang mengakhirinya dengan tragis."
Fia mengacak rambutnya frustasi, ia tahu seharusnya ia menjaga kondisi tubuhnya. Demi sang bayi. Tapi, rasa sakit itu tidak bisa Fia tahan.
Tiba-tiba Fia menghentikan tangisnya, melihat seseorang menyodorkan tisu padanya. Dengan perlahan Fia menoleh, dadanya bergemuruh melihat Randy ada di depannya. Senyumnya langsung terbit lebar.
"Jangan nangis," ucap Randy, terkesan sinis dan dingin. "Lemah banget sih."
Fia terdiam, seketika ia teringat dengan ucapan Randy dulu.
"Air mata kamu itu kelemahan aku Fia. Aku benci saat kamu berucap maaf sama aku."
Fia terkekeh sinis, "tapi lo yang buat gue nangis Randy. Katanya air mata gue itu kelemahan lo. Kenapa lo buat gue nangis?"
"Makanya jangan nangis!" geram Randy sembari melempar tisu itu pada Fia. "Cengeng banget."
Fia mencoba tidak mempedulikan apa perkataan Randy. Fia masih menatap Randy dengan lekat, benar-benar merindukan cowok itu. Fia berdiri, dengan segera ia memeluk Randy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Leader[END]
Teen Fiction"Yakin deh, fisik lo aja gue jagain. Apalagi hati lo." Randy mengedipkan matanya dengan jahil. "Dih! Gue nggak suka sama lo. Tapi gue mau lo jadi pacar gue?" "Alasannya?" "Karena cuma lo yang bisa jagain gue." "Lo nggak pantes jadi pacar gue," u...