41|| Bibir Kamu

5.2K 321 18
                                    

SELAMAT MEMBACA^^

"Setiap orang mungkin punya segudang masalah. Tapi Tuhan, punya selaut solusi."
•••

Fia duduk di kamar Rere, rautnya tidak sesedih kemarin. Ada seulas senyum tipis yang tercetak. Karena Fia sudah bertekad untuk bangkit, Fia benar-benar ingin menjaga kondisinya demi sang bayi.

Menangis-nangis itu tidak ada gunanya. Tapi, menangis itu dibutuhkan. Untuk melegakan hati, tapi tidak lah perlu berlarut-larut.

"Makan ya Fi? Gue panggilin bibi deh," tawar Rachel, seolah dirinya yang punya rumah. Fia tertawa kecil lalu menggeleng.

"Dih, sok-sokan," cibir Rere. "Eh Fi, lo tidur sama gue atau sendiri?"

"Sendiri aja." Rere manggut-manggut saja, ia mengelus-elus pundak Fia.

"Tidur aja Fi, jangan pikirin yang tadi." Fia menoleh pada Anya, lalu tersenyum tipis. Rasanya sulit untuk tidak memikirkan hal itu.

"Gila ya Randy, si Gea juga mau-mau aja dih." Rania geleng-geleng kepala mendengar penuturan Rachel. Lalu ia menepuk pundak Fia.

"Fi, konflik masalah lo itu Gea kan ya?" Fia mengangguki pertanyaan Rania. Rania tersenyum lebar, ia menepuk-nepuk pundak Fia.

"Jadi, biar masalah lo selesai. Gea juga harus selesai." Semuanya langsung membulatkan matanya, menatap tidak percaya pada Rania. Sedangkan Rania hanya memberikan senyuman lebar.

"Apa maksud lo heh?" sentak Rachel.

"Bunuh dia." Semuanya menggeleng lirih, ide dari Rania selalu berbaur dengan kematian. Detik berikutnya, mereka beramai-ramai menghakimi Rania.

"Dahlah jadi phsycopat aja sana." Rere menghela napas jengah dengan Rania. Sedangkan Rania mengerucutkan bibirnya kesal.

"Mati itu solusinya. Kalau nggak lo ya dia yang mati. Dah selesai tuh masalah." Kali ini Anya angkat tangan, ia melempari Rania dengan boneka panda Rere yang besar. Anya berkacak pinggang.

"Kalau mati itu solusi dari setiap masalah. Maka semua orang nggak akan mau berusaha memecahkan masalah. Kalau pada akhirnya mati." Anya menghempaskan tubuhnya di kasur, memejamkan matanya.

"Setiap solusi dari lo selalu aja bunuh atau mati." Rere menoyor kepala Rania, lalu Rere merangkul pundak Fia. Tersenyum lebar di depan Fia.

"Setiap orang mungkin punya segudang masalah. Tapi Tuhan, punya selaut solusi." Rere berucap, membuat senyum Fia mengembang. Anya bangkit, mengangguki ucapan Rere lalu memeluk Fia dari belakang.

"Masalah lo cuma segudang, tapi Tuhan kan punya selaut solusi. Lebih banyak dan luas dari pada gudang." Fia mengangguki ucapan Anya, kekuatan dari teman-temannya yang ia butuh.

"Tuhan tahu lo kuat, jadi dia kasih lo masalah seperti ini. Coba gue, duh mungkin dari kemarin-kemarin gue udah nyerah," tutur Rania.

"Gue kalau jadi lo, Fi. Bakalan menyelesaikan masalah dengan metode bunuh diri. Dengan teknik lompat dari lantai atas rumah Rere."

Mereka langsung menatap tajam pada Rania. Rachel menarik napas dalam-dalam, ia menggulung lengannya sampai siku. Lalu segera baku hantam dengan Rania, sayangnya ditahan oleh Fia.

"Berhenti ngomong mati dan bunuh diri bisa?" tajam Rachel kesal.

"Pada akhirnya kita akan mati." Semuanya melotot tajam.

"Udah jangan dibahas, masa depan kita masih panjang," ucap Fia menengahi.

"Sok tau," cibir Rania.

Married With Leader[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang