Part 4

8.9K 773 215
                                    

Happy Reading

________________________
__________

"Nad, nomor kemarin beneran nomor Rean, kan?"

Nadine menghela napasnya. Sedari tadi saat ia tiba di kelas, Hana tak henti-hentinya menanyakan hal itu. Padahal, ia sudah berkali-kali menjawab kalau itu memang benar nomor Rean.

"Iya, Hana. Berapa kali gue harus bilang, kalau itu memang nomor Rean."

Hana terdiam. Jarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja sembari berpikir. Lantas, gadis itu menoleh pada Nadine. "Tapi, waktu malam, gue telepon yang ngangkat bukan suara Rean."

"Lo telepon dia?" Nadine menoleh pada Hana. Tidak menyangka jika sahabatnya itu berani menelpon terlebih dahulu. Padahal biasanya, Hana selalu mengaku tidak berani melakukan sesuatu jika bersangkutan dengan yang namanya Reandra Arganthara.

Hana mengangguk pelan. Tadi malam, ia benar-benar merasa sangat malu. Apalagi, jantungnya hampir berhenti berdetak ketika mendengar sapaan seorang diseberang teleponnya. Setelah meyakini, jika suara itu bukan suara Rean. Tadi malam, Hana langsung mematikan sambungan telepon tanpa berpikir panjang. "Iya, gue telepon dia. Lebih tepatnya, nggak sengaja ke telepon."

"Terus, kenapa lo ragu kalau itu nomor Rean?" Nadine bertanya heran.

Mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Nadine, Hana menghela napas panjangnya terlebih dahulu. "Lo pikir deh, Nad. Nggak mungkin seorang Reandra nyapa pake panggilan sayang. Terus, nanya pake embel-embel cantik. Lagipula, suaranya juga beda banget."

Nadine tertawa pelan ketika mendengar penuturan Hana. Sepertinya, Nadine bisa menebak siapa yang mengangkat telepon Hana tadi malam. "Kayaknya, yang ngangkat bukan Rean."

"Hah?"

"Bisa aja 'kan mereka lagi ngumpul, terus yang ngangkat telepon lo itu temannya Rean."

Hana terdiam sejenak, tidak membantah perkataan Nadine. Benar juga, kenapa ia tidak kepikiran sampai sana. Rean 'kan memang sering berkumpul dengan teman-teman TIGER lainnya.

Menghela napasnya kecewa, tidak bisa dipungkiri jika tadi malam, Hana berharap kalau Rean yang mengangkat teleponnya, meskipun ia menelepon laki-laki itu dengan tidak disengaja.

"Iya juga ya."

"Lain kali, lo telepon lagi aja." Nadine menepuk pundak Hana pelan.

"Gue nggak berani."

Menghela napasnya, Nadine sudah cukup terbiasa ketika mendengar jawaban Hana yang terkesan tidak percaya diri itu. "Berusaha, Han. Buang rasa nggak percaya diri lo. Gimana mau dapatin cinta Rean, kalau ngejar aja lo nggak punya keberanian."

Hana terdiam. Yang diucapkan Nadine memang benar. Ia selalu tidak punya keberanian jika berkaitan dengan Rean. Entahlah, setiap Hana berniat untuk memperjuangkan cintanya, rasa tidak percaya diri tiba-tiba muncul membuat ia mengurungkan hal itu.

"Udah, jangan bengong. Bentar lagi pelajaran pertama dimulai." Suara Nadine membuat Hana kembali menghela napasnya dan memilih untuk mengeluarkan buku pelajarannya karena bel masuk sudah berbunyi beberapa menit yang lalu.

°•°•°•°

Nando Adijaya. Murid pindahan dari SMA Aranjaya itu mampu menyita perhatian Rean, Devan, terutama Arvin. Mereka bertiga seperti melihat sosok Aldo dalam diri Nando. Meskipun tidak memiliki wajah yang mirip, namun sikap laki-laki itu yang santai dan ceplas-ceplos juga cara ketawanya yang menampilkan deretan gigi, benar-benar sangat mirip dengan kebiasaan Aldo.

REANDRA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang