Dokter Andi mengangguk lemah.
Seketika tubuh Mona melemas,ia tersengkur ke lantai. Deraian air matanya mengalir deras,sama hal nya dengan Mona Bu Adriana juga terlihat sangat shock bahkan ia sampai pingsan sekarang.
Mahen membatu om Toni untuk membopong tante Adriana,sedangkan Arsya mencoba menenangkan Mona sahabatnya.
"Mon kamu yang kuat ya," ujar Arsya matanya juga ikut berkaca-kaca.
"Gue sayang sama Steven Sya." Balas Mona diiringi isakan.
Arsya merengkuh tubuh Mona. Memberikan pelukan sangat erat,agar gadis itu sedikit tenang.
"Aku tau kok Mon,bukan cuma kamu doang yang sedih. Kita semua di sini juga sedih. Tapi kita juga nggak bisa menolak takdir,mungkin ini takdir dan jalan terbaik untuk Steven."
"Bangun ya,jangan di lantai begini. Arsya bantu."
Arsya dan Mona pun berdiri. Setelah berdiri tegak,Mona mencoba mengatur nafasnya.
"Dok saya boleh masuk kan?" tanya Mona.
Dokter Andi mengangguk,"boleh silahkan."
"Sya temenin gue ya," pinta Mona.
"Iya mon," balas Arsya.
Sebelum melangkah masuk ke dalam ruang operasi itu,Mona menoleh ke belakang meminta izin kepada Toni terlebih dahulu.
"Om Mona boleh lihat Steven duluan?" tanya Mona.
"Boleh,om nanti aja. Nunggu istri om sadar."
Mona mengangguk mengerti,ia bisa merasakan bagaimana perasaan tante Adriana. Steven adalah putra satu-satunya yang ia kandung selama 9 bulan. Perasaan seorang ibu pasti sangat hancur,jika kehilangan putranya. Ibu yang jarang menemani Steven setiap hari,di saat ia berada di dekat Steven putranya malah pergi meninggalkan nya untuk selama-lamanya.
Mona dan Arsya berjalan masuk ke dalam ruang operasi itu. Mental mereka semakin menciut setelah melihat beberapa alat operasi yang memang sangat menakutkan. Kaki Mona kembali melemas saat ia melihat kain putih khas rumah sakit yang menutupi seluruh tubuh laki-laki yang terbaring di atas brankar itu.
"Gue lagi mimpi ya Sya?" tanya Mona berbisik.
Arsya menoleh,menatap Mona bingung.
Mona mengeratkan tangan nya yang menggandeng tangan Arsya.
"Steven masih hidup,dia belum meninggal,gue yakin itu." Lanjut Mona cairan bening kembali keluar dari matanya.
Arsya mengelus-elus lengan Mona. Mencoba menenangkan.
"Kalau kamu nggak kuat lihat Steven untuk terakhir kalinya kita keluar aja ya Mon." Ujar Arsya.
Mona menepis tangan Arsya. Ia juga melepas gandengannya. Dengan cepat ia berlari mendekat ke arah brankar itu. Menghampiri laki-laki yang terbaring diam di sana.
Tangisan Mona semakin pecah saat ia sudah berada di samping Steven. Ia memeluk Steven sangat erat,dengan suara isakan yang terdengar kencang.
"Lo nggak boleh pergi Stev. Lo tega ninggalin gue sendiri? Gue sayang sama lo,gue mohon lo bangun. Gue janji nggak bakal nolak-nolak lo lagi. Gue nggak bakal banding-bandingin lo sama oppa-oppa Korea. Lo nggak mau kita nonton konser BTS bareng? Gue mohon lo bangun. Tuhan jangan ambil dia." Ucap Mona menggebu.
Arsya hanya bisa menutup mulutnya,ia bisa merasakan kesedihan Mona sekarang. Bahkan bukan cuma Mona saja yang merasa kehilangan,Arsya juga merasa kehilangan satu teman sebaik dan sekocak Steven.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHEN [ COMPLETED ]
Teen Fiction🍁-FOLLOW SEBELUM MEMBACA-🍁 "Rasa trauma penyebab sikap dinginku hadir. Aku tak ingin bercerita,biar waktu saja yang menjawab semua." -Mahen Akassa- "Yang Arsya ingin cuma satu. Bukan cinta dari Mahen,tapi kehangatan." -Arsya Qeanna- Arsya sangat p...