Setelah meminum beberapa obat tadi,Steven dengan cepat merogoh saku celannya. Mengambil ponsel miliknya. Steven menekan nomor supir pribadinya,menyuruhnya agar menjemput dirinya sekarang.
"Pak jemput Steven di sekolah ya," ujar Steven tersenggal-senggal.
"Iya mas saya ke sana sekarang." Sahut lelaki yaitu supir Steven di seberang sana.
Steven menarik nafas dalam-dalam,berusaha mengatur nafasnya sekarang. Ia sudah sedikit tenang,denyut jantungnya kembali berdetak normal.
Steven tersenyum tipis menatap ke arah kaca,ia lagi-lagi merasa sendiri sekarang. Tidak ada satupun orang yang mengetahui penyakitnya begitu juga dengan papa dan mamanya mereka juga tak tahu.
Flash back on
Di sebuah rumah sakit ternama di Amerika Serikat seorang laki-laki bermuka pucat terbaring lemah di sebuah brankar rumah sakit. Kini ia hanya bisa melihat selang infus yang terpasang di punggung tangannya dan sebuah layar monitor di sebelah brankar tersebut. Steven sendiri didalam ruangan yang cukup mencengkam baginya,tak ada seorang pun yang menemaninya,hanya ada seorang dokter diikuti beberapa suster yang mondar mandir mengecek keadaannya.
Steven divonis penyakit kanker paru-paru stadium empat. Bahkan seorang Steven sangat shock mendengar pernyataan itu,apa lagi kedua orang tuanya dan sahabatnya nanti?oleh sebab itu Steven memilih merahasikan semua ini dari mereka. Biar Steven saja yang merasakan sakit,jangan mereka. Steven juga tak mau mereka khawatir,bagi Steven buat apa menghawatirkan laki-laki berpenyakitan sepertinya? toh sebentar lagi Steven akan pergi,pergi meninggalkan mereka semua.
"Dokter tolong jangan memberitahukan penyakit saya ke papa mama saya ya," Steven berbicara dengan dokter yang berasal dari Indonesia. Namanya dokter Arif,dokter spesialis kanker yang menangani Steven.
"Kenapa begitu?penyakit ini penyakit berbahaya. Lebih baik kamu atau saya memberitahu mereka." Balas Dokter Arif sembari mengecek keadaan Steven.
"Steven nggak mau buat mereka khawatir. Tolong bantu Steven ya dok,jangan bilang ke mereka."
"Tapi," dokter Arif menggantungkan ucapannya.
"Dokter saya mohon. Lagipula kondisi saya sekarang juga sudah baik-baik saja. Saya akan pulang ke Indonesia minggu depan." Pinta Steven.
"Saya juga bilang ke mereka kalau saya masih liburan disini. Jadi saya nggak mau nanti mereka malah khawatir dan kecewa. Tolong dok,Steven mohon jaga rahasia ini." Sambung Steven masih memohon.
"Lalu bagaimana jika hari itu akan tiba?" tanya dokter Arif.
"Jika hari itu tiba,setidaknya mereka akan sedih pada hari itu saja. Hari dimana Steven akan pergi meninggalkan mereka selamanya." Ujar Steven parau.
"Tapi kamu harus semangat," ujar dokter Arif menyemangati pasiennya ini.
"Steven semangat,Steven juga masih berharap Steven bisa hidup lebih lama,tapi Steven juga ingat ajal akan mengikuti Steven kemanapun Steven pergi."
"Kamu pasti sembuh,dokter akan berusaha melakukan yang terbaik untuk kamu."
"Terimakasih dokter Arif,"
Flash back off
Ternyata sosok laki-laki yang terlihat kocak ini menyimpan suatu rahasia yang cukup besar.
"Gue bisa,gue bisa sembuh,gue harus sembuh!" lirih Steven sedikit tak yakin.
Steven memutuskan untuk berjalan keluar dari toilet tersebut. Obat-obatan tadi sudah masuk ke dalam tas ranselnya lagi,ia tak mau ada satu orang pun yang tau. Saat Steven baru keluar,sudah ada Mahen,Arsya dan Mona di sana. Steven nampak gelagapan dan bingung,untuk apa mereka di sini?
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHEN [ COMPLETED ]
Teen Fiction🍁-FOLLOW SEBELUM MEMBACA-🍁 "Rasa trauma penyebab sikap dinginku hadir. Aku tak ingin bercerita,biar waktu saja yang menjawab semua." -Mahen Akassa- "Yang Arsya ingin cuma satu. Bukan cinta dari Mahen,tapi kehangatan." -Arsya Qeanna- Arsya sangat p...