Prolog

3.3K 99 5
                                    


"Plak!"

Satu tamparan keras menghantam pipi Gevan. Rasa panas menjalar di pipinya namun itu tidak sebanding dengan sesak di dadanya yang terasa terhimpit bongkahan batu besar, bahkan banyaknya bogeman yang Faza berikan tidak sesakit ini efeknya.

"Puas lo udah hancurin semuanya! Kenapa dari awal gue malah percaya sama lo sih kak bukan Abang gue sendiri! Jika tahu kejadiannya akan seperti ini gue gak akan buka hati buat lo dan mungkin efeknya gak akan sesakit ini!" teriak Ulfa sambil memukul dada Gevan berkali-kali, melampiaskan seluruh amarahnya.

"Bokap gue rela bertaruh nyawa untuk melindungi bangsanya sendiri, tapi kenapa? Kenapa bokap lo malah ngebantu para manusia iblis itu buat hancurin negeri lo sendiri! Lo dan keluarga lo itu gak tahu terima kasih tahu gak? Pernah gak sih lo berpikir dimana lo dilahirkan? Dimana lo aman tanpa adanya peperangan. Seberapa besar kenyamanan yang kita dapatkan saat berpijak di bumi pertiwi ini. Dan itu semua merupakan campur tangan dari mereka yang berjuang dan selalu sigap di garda terdepan hingga lupa untuk pulang dan rela jauh dari orang tersayang hanya untuk menjaga keamanan semua orang!" teriak Faza frustrasi.

"Disaat gue harus menjadi Ayah dan Ibu bagi adik gue satu-satunya, dan disaat anak berusia tujuh tahun yang berusaha dewasa sebelum waktunya karena harus menguatkan adik kecilnya yang bahkan sering sakit-sakitan dan trauma sejak kecil. Dimana hati nurani lo? Dan sekarang lagi-lagi lo nyakitin dia, punya otak gak sih lo?" sambungnya sambil menahan buliran bening yang siap meluncur.

"Gue yang susah payah bikin dia bisa senyum dan lupain masa lalunya, tapi elo dengan mudahnya nyakitin dia tanpa tahu bagaimana jatuh bangunnya gue dalam melakukan itu," lirihnya.



"Masa lalu emang boleh dikenang, tapi jangan sampai menjadi boomerang!"





Bismillah
Jangan lupa Voment

GEVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang