Sudah seminggu varia berada di apartemen tania. Dan selama itu juga ia hanya diam di apartemen tania. Tidak bekerja dan hanya membantu tania mengurus baby aarav. Ia masih begitu merasakan sakit yang luar biasa. Ia juga bingung harus menyalahkan siapa. Jelas ini bukan sepenuhnya salah reno. Tapi, fakta reno mempunyai anak dari wanita lain membuat dirinya sakit.
Kenapa keadaan selalu tidak berpihak pada dirinya? Apa memang ia ditakdirkan tidak bahagia jika mengenai percintaan? Kenapa dari dulu ia selalu disakiti?
Dan sudah 5 hari ini icha menginap di apartemen tania. Sejak hari pertama varia pergi Icha selalu merengek meminta bundanya pulang. Reno bahkan membujuk varia untuk pulang dengan alasan icha. Tapi, varia tetap ingin tinggal di apartemen tania dulu. Ia butuh mencerna semua masalah ini. Akhirnya, reno juga harus mengikhlaskan putrinya tinggal bersama varia di apartemen tania.
Pagi ini varia begitu sibuk mempersiapkan perlengkapan sekolah icha. Sedangkan tania sedang mempersiapkan sarapan untuk mereka dan juga satria.
"Bunda, sampai kapan sih kita disini? Aku kangen sama ayah." Ucap icha dengan polosnya.
"Icha ngga seneng tinggal sama baby aarav? Dari kemarin icha pengen bareng terus sama baby aarav."
"Seneng sih bun tapi aku juga kangen sama ayah."
"Icha kangen ayah?"
"Banget bun."Varia tidak bisa menjawab pertanyaan icha. Ia masih belum siap bertemu dengan reno. Ia masih belum bisa mencari solusi terbaik buat hubungan mereka.
"Var, yuk sarapan. Icha juga yuk sayang."
"Aunty, baby aarav udah bangun?"
"Udah kok. Sekarang lagi digendong om satria."
"Dedeee aarav.." teriak icha yang kegirangan membuat varia dan tania tersenyum melihatnya.Mereka akhirnya sarapan bersama. Sementara baby aarav masih anteng di stroller nya.
"Var, hari ini biar saya aja yang anter icha ya." Ucap satria yang memecahkan keheningan.
"Taa--tapi mas---"
"Icha sayang, icha mau yah dianterin om satria dulu hari ini. Aunty mau ngomong penting sama bunda." Kata tania yang mencoba meyakinkan icha.
"Mau ngomong apa sih tan?" Tanya varia
"Banyak yang harus diomongin. Udah seminggu ini gue diem aja. Dan itu udah cukup buat lo bisa menenangkan diri." Jawab tania yang menatap tajam ke arah varia.
"Lo keberatan yah gue tinggal disini lama-lama?" Tanya varia yang begitu sedih seakan tania tidak menyukai keberadaan nya di apartemen ini.
"Lo tau dengan jelas, bukan itu yang gue maksud." Jawab taniaVaria tahu sebenarnya tania akan mempertanyakan solusi dari permasalahan ini. Tapi varia pun masih belum tahu solusi apa yang akan diambil. Ia masih begitu bingung dengan semuanya.
"Sayang, ngga apa-apa kan kalo hari ini ke sekolah nya dianter om satria?" Tanya varia yang menatap anaknya dengan lembut.
"Ngga apa-apa kok bun. Bunda istirahat aja, ya. Jangan nangis lagi. Icha ngga suka kalo bunda sedih."Varia menatap anaknya itu. Tania dan satria pun kaget mendengar perkataan icha.
"Icha ngga suka bunda nangis sendirian di kamar kayak semalem sama kemarin malem. Icha ngga suka bunda sedih. Maafin icha yah bun kalo icha nakal. Buat bunda nangis."Varia memeluk anaknya itu. Menitihkan kembali air matanya. Ia begitu menyayangi icha. Ia tidak bisa membayangkan dirinya tanpa icha nantinya. Tania yang melihat keduanya pun ikut menitihkan air matanya. Mereka berdua tidak terikat hubungan darah, tetapi hubungan mereka melebihi keluarga yang mempunyai hubungan darah.
Satria akhirnya pamit untuk pergi kerja sambil menggandeng tangan mungil icha. Baby aarav yang seakan tahu bahwa mama dan bunda nya akan berbicara serius pun, memilih tidur dengan nyenyak di stroller nya.
Tania membuat coklat dingin kesukaan varia dan coklat panas untuk dirinya. Tania menatap varia yang masih melamun di sofa nya. seminggu ini varia begitu sering melamun dan menangis di malam hari. Membuat dirinya sebagai sahabat merasa begitu sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married (by kontrak)
Romance"Menikahlah dengan gue" Ucap pria tampan yg sedang duduk di depan varia. "Maksud mas?? Kita baru kenal, dan mas mengajak saya untuk menikah??" Tanya varia kaget. "Yahh.. menikah lah dengan gue. Tapi bukan pernikahan atas dasar cinta, tapi atas dasa...