CINTA H2 ; 12

4.4K 309 3
                                    

Hana tidak pernah suka kalau ke fakultasnya harus melewati fakultas teknik, yang notabene adalah jalur paling singkat yang bisa di tempuh untuk sampai di Fakultas keguruan. Sebenarnya ada jalan normal untuk sampai ke FKIP, tapi kerana Hana sedang diburu waktu, membuat Hana tak punya pilihan lain. Beruntung, sekarang bukan jam istrihat, sehingga tidak banyak anak teknik yang berseliweran di koridor meskipun masih ada juga yang suka bolos dijam kuliah.

Hana mempercepat jalannya. Menekuri setiap ubin yang dia lalui. Di dalam hati berharap tidak akan bertemu satupun anak teknik yang iseng berdiri di koridor.

"Suuittt!"

Tuh, kan!. Hana tak lagi berjalan cepat. Tapi lebih memilih berlari. Tapi, langkah Hana langsung di hadang oleh dua orang mahasiswa yang mengenakan baju kaos dan jeans belel.

"Kamu Hana, ya?!" Tanyanya.

"Iya!"

"Tuh, kan! Apa gue bilang! Namanya memang Hana!" Serunya kepada teman di sampingnya. "Angkatan berapa?" Tanyanya lagi.

"Nunggu wisuda aja!" Jawab Hana mencoba mencari celah untuk terus berjalan. Kali ini dua mahasiswa itu tidak menghalanginya lagi. Tapi berjalan bersisian di samping Hana.

"Sama dong, kalau gitu!" Jawabnya. Cengengesan. "Mau bareng aja nggak, ke auditorium?!" Tanyanya lagi.

"Nggak usah! Mau ke fakultas dulu!" Jawab Hana enggan. Terus berjalan. Sesekali mengangakat kepala semoga segera sampai di fakultasnya.

Dua mahasiswa di samping Hana tampak berbisik. "Hana, urusan kamu kelar jam berapa?!" Tanyanya lagi.

"Belum tahu!" Jawab Hana pendek.

"Aku tunggu kamu di sini, kita makan siang bareng mau gak?!"

"Apa?!"

"Makan siang sama aku, mau gak?! Udah lama sih, pengen ngajakin kamu, tapi kamu sombong banget jadi cewek, dipanggil-panggil gak pernah nanggepin! Palagi kalau lagi sama co--"

"Naa!!!" Kalimat mahasiswa teknik itu menggantung ketika seseorang berlari menghampiri Hana.

"Hanif?!"

"Dicariin kemana-mana, tahu-tahunya di sini!!" Beber Hanif membuat Hana bingung. Hanif menatap tajam mahasiswa teknik itu yang dibalas dengan tatapan yang sama olehnya.

"Emang kamu nyariin aku?! Bukannya semalam kamu bilang--"

"Sorry, bro! Kita duluan,yaa!!" Hanif menarik lengan baju Hana-paksa. Berjalan meninggalkan dua mahasiswa teknik itu. Gagal sudah rencananya buat mendekati Hana- mahasiswi fakultas keguruan yang sudah lama membuatnya penasaran.

Setelah jauh dari mereka, Hana melepaskan lengan bajunya yang masih ditarik Hanif.

"Apaan, sih! Lepasin!" Bentak Hana kesal.

"Senang banget ya, digoda sama mereka?!" Tatap Hanif cemburu.

"Siapa yang digoda dan siapa yang menggoda?! Ngaco kamu mah!" Hana berjalan mendahului Hanif.

"Itu, mahasiswa itu jelas-jelas suka sama kamu! Makanya dia mau ngajakin kamu makan siang bareng!"

"Kok tahu kamu dia ngajakin aku makan segala?!" Tanya Hana curiga. Hanif bergeming. "Oohhh, jangan- jangan kamu ngikutin aku ya?! Ngaku kamu!!"

Hanif mendesah. "Kalau iya, kenapa?! Gak boleh?!"

"Atas dasar apa kamu ngikutin kamu?! Jelas-jelas semalam kamu bilang gak mau ke kampus lagi. Nanti aja kalau udah mau gladi bersih!" Terang Hana.

"Yah,,isi kepala siapa yang tahu! Bisa jadi sekarang nggak, nanti siang jadi iya!" Jelas Hanif membuat Hana mencibir.

"Alasan!!" Hana berlari meninggalkan Hanif. Tak jauh dari mereka sudah ramai teman satu angkatannya yang berdiri di luar gedung fakultas. Hana membaur bersama mereka. Hanif mengepal tangannya kesal. Kapan sih, Hana bisa mengerti arti perhatiannya? Setiap dia berusaha melindungi Hana dari laki-laki hidung belang, selalu saja berakhir dengan perdebatan diantara mereka.

"Cieee!!! Lagi natapin siap lu?!! Rihana Astuti, ya?!" Tahu-tahu Raihan sudah berdiri di belakang Hanif. Sambil meletakkan tangannya di pundak Hanif. "Kalau suka, bilang, bro! Jangan didiamin! Emang lu pikir, cewek bakal peka lu kasih perhatian tanpa lu kasih kepastian?!!noo!! Kalau lu takut kehilangan dia, jujur aja! Di tikung orang nyahok lu!!"

"Sialan lu! Belagu lu! Udah yang kayak pintar aja ngambil hati Yuli!!" Ejek Hanif kesal. Raihan yang sudah melangkah mendahului Hanif, spontan balik badan dan melayangkan tinjunya ke arah Hanif, namun hanya terhenti di udara.

"Diam bisa gak, sih!! Tahu Ardi kagak enak gua!!" Ujar Raihan sewot. Hanif tertawa.

"Makanya jangan sok nasehatin, kalau lu sendiri juga sama kaya gua!"

Dari arah belakang, Ardi melompat dan merangkul ke dua sahabatnya itu. Membuat Hanif dan Raihan terkejut.

"Kalian ngomongin apa?!" Tanya Ardi.

"Emang kita lagi ngomong, ya?!" Raihan balik bertanya.

"Lha! Tadi nyebut-nyebut nama Yuli, ngapain?! Emang si Yuli kenapa?!!" Hanif dan Raihan saling pandang.

"Lah, mana kita tahu Yuli kenapa! Emang kita orang tuanya! Eh, Ar, seharusnya elu yang tahu kenapa sama Yuli! Ngapain tanya ke kita!" Seruduk Raihan kesal. Hanif di sebelahnya berusaha menahan tawa.

Ardi menggeleng. "Emang gua segitu jeleknya, ya? Sampai si Yuli kagak mau sama gua"

"Lu aja yang belum beruntung! Pernah dengar istilah gini gak, sebelum janur kuning melengkung-"

"Basi lu! Kagak ngaruh juga kali!" Potong Raihan. "Jaman sekarang mau yang udah nikah sekalipun, tetap aja bisa ditikung!"

Hanif misuh-misuh. Membenarkan ucapan Raihan.

"Eh, itu ada si Yuli!" Teriak Ardi girang. Otomatis mata Raihan juga ikut melihat Yuli yang berdiri tak jauh dari mereka. Di samping Yuli ada Rani juga. Di tangan Rani ada sekantong kacang telur yang siap masuk setiap saat Rani membuka mulut.

Yuli juga melihat ke arah mereka dan berjalan mendekat.

"Hana mana?!" Tanya Hanif tak melihat Hana. Biasanya mereka kan tiga serangkai.

"Tanyain gua sekali-kali, napa?!" Ujar Rani, masih dengan kacang telurnya.

"Yah, elu tanpa di cariin, kita udah tahu kemana perginya!"

"Emang kemana?!" Tanya Rani lagi. Sengaja.

"KANTIIINNN!!" Jawab Raihan dan Ardi serentak. Membuat Yuli tertawa di sebelah Rani. Rani memonyongkan bibirnya.

"Lu cari si Hana, ya?! Dia ngumpat di pustaka! Katanya kalau Hanif cari, bilang dia udah pulang!" Ujar Rani jujur. Yuli mencubit pinggang empuk Rani.

"Rani, mulutmu!!" Geram Yuli. Lalu pergi meninggalkan Rani. Setelah Yuli pergi, Hanif juga ikutan pergi, mencari Hana ke perpustakaan.

Sepeninggal Hanif dan Yuli, Raihan menatap Rani seksama. "Ran, lu udah makan belum?!"

"Makan siang ya?! Belum tuh. Kenapa, mau traktir gua?! Hayukkk!!" Ajak Rani cepat.

Raihan menggeleng. "Ran--ran, apa sebagai cewek gak bisa lu jaim dikit kalau ada yang ngajak lu makan?!"

"Gak bisa, kenapa?!"

"Yah, mana ada cowok yang mau sama lu, kalau diajak makan lu mauuu aja teruss! Yang ada mereka malah tekor!!"

"Biarin! Untung yang ngajak gua makan buka cowok kaya lu- lu pada! Ganteng sih, ganteng, tapi kantongnya kosong!!" Ejek Rani lalu berlau meninggalkan Raihan dan Ardi.

"Dasar lu Rani! Awas yaaa,,,kalau gua kaya nanti, gua beliin lu sekontainer makanan!!" Teriak Raihan kesal. Di sebelahnya, Ardi tertawa lebar.

"Niat amat lu mau beliin Rani makanan?! Ntar kalau do'a lu di ijabah sama Allah, trus kalian nikah, lu kaya, lu harus belikan dia makanan satu kontainer dong!!" Peringat Ardi. Raihan bergidik.

"Gua nikah sama Rani?!! Idiihhhh!!jangan sampai!!" Decis Raihan, lalu berlalu meninggalkan Ardi.

Tapi, masa depan siapa yang tahu, ya gak?!!.

♡♡♡♡♡

Jadi,,,yang nikah sama Raihan dan Ardi, siapa dong?!!

Penasaran kan?!!

Yuk, yuk,,, di pencet bintangnya dulu. Biar aku makin semangat nulisnya...

Cinta H2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang