"Siapa yang punya pacar?!"
"Pacar?! Gak ada yang punya pacar, bunda!" Jawab Hana sambil menyikut Rina agar diam. "Rina hanya menceritakan tentang teman aja!"
Bunda mengangguk. Lalu berjalan melangkahi Hana dan Rina. Sebelum masuk ke dalam kamar, bunda berbicara. "Kamu jadi ikut kan kalau ada pengajian?!"
"Jadi, Bun! Kapan?!"
"Besok. Bisa?!"
Hana mengangguk. Lalu membiarkan ibunya masuk ke dalam kamar. Rina menatap Hana bingung. "Kakak kok bohong sih?"
"Lain kali jangan ngomong yang aneh-aneh di rumah! Gak baik!" Ujar Hana. Kakinya melangkah meninggalkan Rina. Rina mencebik. Sejurus kemudian tersenyum.
Di rumah Hanif.
"Papa dari rumah tante Hana?!" Nadia langsung menodong Hanif begitu sampai di depan pintu.
"Iya! Kamu sudah lama pulangnya?!"
"Baru sepuluh menit, pa! Kita mau makan apa, pa?!" Nadia menggantungkan tas sekolahnya. Hari ini Nadia ada pelajaran olah raga. Baju olah raganya teelihat kotor di sana sini. Hanif mengernyit memandangi baju olah raga Nadia yang tak biasanya kotor.
"Kamu guling- guling di tanah, Nak?!" Selidik Hanif "bajunya kotor"
Nadia bergeming. "Nadia!" Panggil Hanif.
"Nadia tadi kelahi, pa!"
"Sama siapa?! Alasan kamu kelahi kenapa?!"
Nadia menatap Hanif lurus. "Mereka bilang Nadia anak yang kasihan. Dari kecil gak punya Ibu. Habis itu mereka bilang Nadia anak pembawa sial karena menyebabkan Ibu Nadia meninggal sewaktu melahirkan Nadia!"
Hanif menahan nafas mendengar penuturan putrinya. Tangannya merengkuh pundak anaknya. Menatap manik mata putri kecilnya itu. Sejurus kemudian memeluknya.
"Apa iya, ada anak yang bawa sial, pa?!" Tanya Nadia masih dalam pelukan.
Hanif mengurai pelukannya. "Gak ada namanya anak pembawa sial, Nad! Semua anak yang lahir itu pembawa berkah bagi orang tuanya!"
"Lalu kenapa Mama meninggal waktu melahirkan Nadia?!"
"Itu karena sudah ajalnya. Allah lebih sayang sama Mama, makanya diambil cepat!"
"Berarti, Allah gak sayang sama kita dong, pa! Kan kita masih hidup sampai sekarang!" Ucap Nadia polos membuat kepala Hanif mendadak pening. Selain susah membesarkan anak seorang diri, ternyata menjawab pertanyaan nyentrik seorang anak tak kalah bikin pusing juga.
Tangan Hanif terulur membelai kepala Nadia. "Nggak juga, Nad! Justru Allah teramat sayang sama kita sekarang. Allah masih kasih kita kesempatan untuk berbuat baik sebelum ajal kita datang. Makanya, lain kali, kamu jangan kelahi sama temanmu. Gak baik! Kalau gak suka, tinggal lapor guru aja, nak! Lagian kamu perempuan. Hobi kok kelahi, sih?!" Canda Hanif membuat Nadia malu.
"Ihh, papa!" Lalu merangkul pinggang Hanif. "Pah!"
"Hmm!"
"Nadia mau punya mama, pa!"
"Kalau itu, papa belum bisa beri, nak!"
"Kenapa?!"
"Karena cari mama itu gak segampang cari baju sayang!" Hanif mencubit hidung Nadia.
"Nadia mau yang seperti tante Hana, pa!"
"Mana bisa! Gak ada manusia itu yang sifatnya sama. Apalagi wajah!" Jelas Hanif.
"Ya udah, tante Hana aja kalau gitu!!" Seru Nadia kesal.
"Ngaco kamu!"
"Kenapa gak boleh?! Tante Hana kan udah cerai, pa!" Jawab Nadia sukses membuat Hanif terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta H2 ✔
RomanceHana dan Hanif bertemu setelah sekian lama terpisah. Namun situasi mereka tak sama lagi. Keduanya sama-sama telah terikat pernikahan dan memiliki anak. Tapi cinta tak pernah kenal waktu. Cinta mampu menembus hati yang batu sekalipun. Cinta mampu men...