CINTA H2 ; 31

3.3K 251 4
                                    

"Pak!!"

Hanif tergagap. Mahasiswi di depannya menatap Hanif dengan dahi berkerut. Sudah setengah jam lebih Hanif hanya diam sambil memandangi kertas putih tebal berisi hasil penelitian mahasiswinya. Tak satupun kertas itu dicoret-coret Hanif untuk perbaikan.

"Apa penilitian saya sudah boleh dilanjutkan ke tahap berikutnya, pak?!" Tanya mahasiswi itu sungkan, mengingat Hanif tak sepenuhnya mengoreksi hasil kerjaannya.

Hanif menutup lembaran kertas tebal itu, lalu beralih ke mahasiswi bimbingannya.
"Saya bawa pulang dulu! Kalau sudah selesai saya kabari kamu!"

"Tapi kapan, pak?! Sebentar lagi mau akhir semester. Saya tidak mau menambah semester selanjutnya, pak! Ini saja, orang tua saya sudah ngos-ngosan cari biaya untuk saya. Saya hanya ingin cepat lulus, dan membantu orang tua saya mencari kerja!" Curhat mahasiswi itu menatap Hanif lekat. Terlihat keseriusan di wajahnya.

Hanif berdehem. "Ya sudah, dua hari lagi kamu temui saya di sini! Lalu lanjutkan penelitian kamu sampai selesai! Nanti temui saya satu minggu kedepannya!" Tatap Hanif.

"A-a-ppa, Pak?!" Tanyanya cemas. Berarti dia harus kerja rodi siang malam untuk menyelesaikan skripsinya ini. Waduh! Bisa gak nonton korea dirinya nih!.

"Kenapa?! Bukannya kamu mau cepat selesai?!" Hanif tersenyum dalam hati melihat mahasiswi bimbingannya tak kunjung menjawab.

"I-iya, pak!"

"Lalu, kenapa kamu masih berdiri di sini?! Seharusnya kamu sudah keluar dari ruangan saya sedari tadi, mampir ke perpustakaan atau searching sesuatu di internet untuk bahan skripsimu!" Tekan Hanif.

Mahasiswi itu mengambil hasil skripsinya, memasukkannya ke dalam map. Pak Hanif memang ganteng. Tapi kejam!. Umpatnya.

"Kalau begitu, saya permisi, pak!" Ujarnya bergegas membalikkan badan dan menghilang dari ruangan Hanif.

Hanif menatap kepergian Mahasiswinya itu dengan senyum terukir di bibir.

Pikiran Hanif kembali berkelana tentang pertemuannya dengan mantan suami Hana tempo hari. Jelas sekali, mantan suami Hana itu terbakar cemburu saat dia terang-terangan mengancam Hanif agar tidak mendekati Hana. Padahal mereka berdua telah bercerai, tapi kenapa laki-laki itu bersikap bahwa mereka masih pasangan yang sah?!.

Hanif tertawa kecil. Manusia itu memang susah ditebak kadang apa yang ada dihatinya. Dulu dikejar hingga dapat. Setelah dapat malah disia-siakan. Dan sekarang ingin memiliki kembali?!. Hmm, memangnya Hana itu barang yang bisa diambil sesuka hati?!.

Hanif bangkit dari duduknya. Semakin lama di dalam ruangannya, semakin membuat Hanif pengap. Ponsel di saku celana Hanif bergetar. Hanif merogohnya dan membaca pesan yang tertera di layar.

Pa, Nadia mau main ke rumah tante Hana! (Putriku)

Hanif membalas cepat.
Gaj usah dulu, Nad! Kasihan tante Hana. Aisyah baru pulang dari rumah sakit. Kalau kamu datang, nanti tante Hana malah repot.

Nadia terlihat mengetik.
Ya udah, papa pulang sekarang, biar kita lihat Aisyah. Papa bisa jaga Nadia biar gak bikin tante Hana repot.

Hanif mendesah. Nadia itu keras kepala. Apa yang dia mau, harus dapat. Terutama untuk hal yang sangat dia suka. Hana contohnya. Berkali-kali dalam sehari Nadia tidak pernah absen menyebut Hana. Baginya Hana adalah bidadarinya. Mungkin, karena dari kecil tidak pernah mempunyai Ibu, begitu melihat sikap Hana yang bersahabat kepadanya, Nadia langsung jatuh hati.

Cinta H2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang