Hana menyanggupi ajakan Yuli untuk bertemu. Belajar dari anak kecil yang selalu lupa setiap mereka habis bertengkar, itu pulalah yang coba Hana terapakan. Lagi pula, mereka sudah berteman sangat lama. Jangan hanya karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Mungkin benar kata Rina, niat Yuli baik. Tapi caranya saja yang mungkin salah.
Mereka duduk berhadapan. Yuli terlihat salah tingkah. Mereka bertemu di salah satu tempat minum yang tidak begitu ramai didatangi orang-orang. Hanya ada beberapa saja yang mampir. Tapi tidak sampai sunyi sama sekali.
"Mau minum apa, Na?!" Yuli menyerahkan buku menu.
Hana menggeleng. "Aku lagi puasa, Yul!"
"Oh, maaf yaa,,puasa senin kamis ya?!" Yuli mendorong minumannya menjauh. "Maaf!" Ringisnya.
"Gak pa-pa!kamu mau ngomongin apa?! Kalau soal kemarin, aku udah gak pa-pa kok. Udah ikhlas juga. Lagian gak bisa nyalahin kamu sepenuhnya juga. Mungkin maksud kamu baik! Aku nya aja yang terlalu sensitif!" Hana mencoba berbaik sangka dan mencairkan suasana.
"Aku tahu, cara aku gak benar! Tapi, aku cuma ingin yang terbaik buat kalian berdua. Aku, Rani dan yang lain, tahu kok, gimana perasaan kalian berdua sewaktu kuliah. Kalian itu udah kaya pasangan yang--dimana ada Hanif, maka di sana ada Hana! Tapi semuanya hancur gara-gara Hanif menikah duluan!" Yuli mengungkit masa lalu mereka. "Tapi, Allah punya jalan lain buat kalian berdua. Tanpa disangka kalian dipertemukan lagi. Di waktu kalian sama-sama udah gak terikat sama siapa-siapa lagi. Kalian bebas" Yuli mengambil jeda sesaat. "Jadi, kenapa kamu gak mencoba untuk bersama Hanif lagi?! Aku tahu, Hanif masih nyimpan rasanya ke kamu. Itu bisa dilihat dari gerak gerik tubuhnya. Sekian tahun, Na! Bayangkan aja...apa kamu gak ingin mengulang masa-masa itu lagi?! Pastinya dalam ikatan halal, yaa..."
"Hanif itu sosok yang baik! Kita semua tahu itu. Bahkan sangking baiknya, dia mau saja menikah dengan wanita yang bukan pilihannya! Aku mau jujur sama kamu, Na! Sebenarnya--" Yuli terlihat menghela nafasnya. Sebelum memulai kalimatnya lagi, Yuli menyeruput minumannya. Hana memperhatikan gerak gerik wanita di depannya. "Hanif menikahi mama Nadia, karena terpaksa, Na"
"Maksudnya terpaksa?". Entah mengapa firasat Hana tidak baik tentang ini. Yuli menghela nafas lagi.
"Mereka menikah karena mama Nadia sudah hamil duluan". Benar, kan? Ada sesuatu yang sudah lama terkubur jauh di dasar hatinya, mendadak mencuat ke permukaan. Rasa sakit dan penasaran yang dulu tak pernah dia dapatkan jawabannya.
"Ha-hamil?" Hana terhenyak. Hanif yang bahkan tidak pernah berani menyentuhnya saja, menghamili perempuan lain? Bagaimana bisa?! Apa Hanif tidak sebaik pikiran Hana? Atau Hana yang terlalu naif, menganggap Hanif berbeda?. Bahwa sebenarnya, laki- laki jika di beri 'makan' tetap saja mau?.
Yuli mengulum senyum tipis. Di genggamnya tangan Hana. " aku tahu apa yang kamu pikirkan. Apa yang ada di benakmu sekarang, itu sama persis dengan apa yang ada di benakku dulu. 'Kok bisa ya Hanif begitu?'. Seakan-akan aku gak percaya, Na. Hanif itu baik, sopan ke wanita. Tapi malah menghamili perempuan lain??" Yuli menatap Hana. "Itu sebabnya aku gak ngasih tahu ke kamu dulu, kalau Hanif nikah. Karena alu yang mendengarnya saja sakit hati, apalagi kamu. Aku bahkan berdoa agar kamu dapat laki-laki yang lebih baik dari Hanif. Kamu gak perlu tahu tentang laki-laki yang sok baik di depan kamu, tapi pada kenyataannya lebih bejat dari yang kamu pikirkan"
"Tapi aku melihat undangan pernikahanya di rumahku. Warna biru kalau gak salah undangannya." Beritahu Hana. Setelah melihat undangan itu, Hana semakin yakin kalau perasaannya pada Hanif hanyalah perasaan yang bertepuk sebelah tangan. Meskipun sesaat setelah membaca Undangan itu, Hana merasakan sedih yang teramat sangat, namun setelah itu Hana semakin yakin kalau jalannya menuju Hanif sudah tertutup sempurna. Hana juga tak berlarut-larut mengekspresikan kesedihannya. Bahkan dia juga tidak menceritakan perihal undangan itu kepada Yuli dan Rani, walaupun pada kenyataannya ada yang ganjal di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta H2 ✔
RomanceHana dan Hanif bertemu setelah sekian lama terpisah. Namun situasi mereka tak sama lagi. Keduanya sama-sama telah terikat pernikahan dan memiliki anak. Tapi cinta tak pernah kenal waktu. Cinta mampu menembus hati yang batu sekalipun. Cinta mampu men...