CINTA H2 ; 5

6K 374 5
                                    

Episode Hanif

Laki-laki itu mendesah. Ini sudah yang keenam kalinya dia mendapatkan surat misterius berisi pernyataan cinta dari orang yang tidak dia kenal. Anehnya, surat itu selalu dialamatkan kepadanya tanpa ada nama pengirimnya.

Laki-laki itu memasukkan surat itu kembali ke amplopnya, Lalu menyimpannya di dalam laci bersama dengan kelima surat-surat yang berasal dari orang yang sama. Surat itu sengaja dia kumpulkan dulu. Nanti, jika dia sudah tahu siapa yang mengirimnya, maka akan dia kembalikan kepada pemiliknya.

"Papa!!" Teriak gadis berusia sepuluh tahun, berlari kecil ke arahnya.

"Nadia!"

"Papa sudah pulang dari kampus?!" Tanya Nadia melihat sesiang ini, Papanya sudah ada di rumah.

"Kenapa?! Kamu gak senang, kalau Papa pulang cepat?!" Tanyanya. Nadia merajuk.

"Nadia senang, pa! Kalau gak ada papa rasanya gak asyik! Tinggal sama Oma gak seru! Oma suka ngelarang-larang!!" Adu Nadia kepada papanya. Sekonyong-konyong nama yang disebut Nadia sudah berdiri di depan mereka.

"Jadi oma gak seru?!" Sentak Omanya membuat Nadia terkejut. "Kamu ini, kecil-kecil sudah pandai memgadu! Mau jadi apa nanti kamu kalau sudah besar, hah?!" Pelotot omanya membuat Nadia berlindung di balik tubuh papanya.

"Sudahlah, buk! Nadia cuma bercanda, kok!" Lerai papanya.

"Bercanda katamu, Han?! Kamu itu terlalu memanjakan anakmu! Lihat kelakuannya! Susah diatur! Gini nih, kalau gak punya Ibu yang bisa ngasuh dia!" Ujar perempuan yang dipanggil oma itu mendelik ke Nadia. "Makanya Ibu bilang cari istri sana! Biar dia ada yang ngurus! Ibu capek ngurus Nadia terus! Lama-lama Ibu bisa stress ngadapin dia!!" Setelah melepaskan uneg-unegnya oma beranjak keluar, meninggalkan sejuta kecewa di wajah anak laki-lakinya. Dan raut sedih di wajah Nadia.

Malam harinya, setelah mengerjakan pe-er dan beranjak ke kasur, Nadia bertanya kepada Papanya.

"Pa, kenapa sih, oma hobinya marah terus sama Nadia?!"

"Emang marah itu, hobi ya?!" Tanya Hanif tergelak. Nadia menfangguk. "Mungkin oma capek!"

"Masak iya capek terus,sih?! Padahal kerja oma cuma nonton sama duduk-duduk di rumah tetangga. Mana ada oma ngurusin Nadia." Curhat Nadia.

Hanif mengelus rambut Nadia. "Sabar ya, nak!"

"Pa, kalau kita pindah aja, gimana?!" Celetuk Nadia membuat Hanif kaget.

"Pindah?! Nanti, kalau papa kerja, yang jaga kamu siapa?!"

Nadia terdiam sesaat. Lalu senyumnya merekah. "Papa pindahnya di dekat sekolah Nadia aja. Jadi kalau papa pergi kerja, Nadia bisa pulang sendiri. Nadia bisa kok, ngurus diri sendiri!"

Hanif mengangguk. "Kita pikirkan nanti saja, yaa! Sekarang kamu tidur dulu. Jangan lupa berdo'a!" Nadia mengangguk.

Setelah berdoa dan mematikan lampu kamar anaknya, Hanif kembali masuk ke kamarnya.

♡♡♡♡♡

Hanif baru berusia dua puluh tiga tahun ketika dia memutuskan, bukan, tepatnya terpaksa menikah dengan bundanya Nadia-Ratih. Pernikahan yang diam-diam dan tergesa-gesa itu tak lebih hanya untuk menutupi perut Ratih yang mulai membesar. Sebagai laki-laki yang membuat Ratih seperti itu, Hanif mau tak mau harus bertanggung jawab. Apalagi, Hanif tidak ingin Ratih menggugurkan kandungannya karena Ratih pernah mengancam akan menggugurkan bayi dalam kandungannya jika Hanif menolak menikahinya.

Sebagai laki-laki yang masih punya hati nurani, Hanif tentu tidak ingin anaknya yang dikorbankan karena dosanya. Berat hati, akhirnya Hanif menikahi Ratih. Karena keputusan itu, Hanif diusir dari rumahnya.

Hanif berjuang mencari nafkah untuk menghidupi keluarga kecilnya. Terlebih Ratih tengah hamil. Dan menurut buku yang Hanif baca, Ibu Hamil selalu banyak maunya. Hanif tidak ingin anaknya jadi ileran karena kemauan ibunya tak terpenuhi.

Tamat dari pendidikan guru, Hanif melamar ke beberapa bimbel. Tapi tak ada yang lulus. Hanif melamar juga ke sekolah-sekolah dan paud. Lagi-lagi tak berhasil. Di tengah keputusasaan, Hanif bertemu dengan seorang bapak yang sedang mencari guru untuk mengajari anaknya. Konon kabarnya, anaknya ini sudah ditargetkan untuk menjadi waris perusahaannya jika kelak dia meninggal. Sementara untuk menjadi waris itu, anaknya harus punya nilai akademis yang cemerlang dan berkompeten untuk memimpin perusahaan. Atau kalau tidak, sesuai perjanjian, pemilihan pemimpin akan dipilih oleh pemegang saham sendiri.

Oleh karena itulah, bapak itu meminta Hanif mengajari anaknya. Bahkan bapak itu bilang dia akan membayar berapa saja asal anaknya lulus ujian dan bisa kuliah di perguruan tinggi negeri.

Singkat kata, Hanif menyetujui. Bukan hal mudah mengajari anak yang untuk diminta hadir ke kelas saja dia enggan. Maunya hanya bermain saja dengan playstationnya. Tapi bukan Hanif kalau dia tak bisa melakukannya.

Usai ujian nasional, hanif membuktikan kalau anak itu bisa lulus ujian dan lulus di PTN berkat jerih payahnya. Ayah laki-laki itu menangis Hari dan meminta Hanif untul meminta apa saja kepadanya.

"Bapak bayar saja saya sesuai jerih saya. Ini kerja pertama saya setelah tamat kuliah. Sekarang istri saya sedang hamil. Dan saya ingin memberikan kejutan untuknya!"

Mendengar penuturan Hanif, Bapak itu menangis lalu membayar upah Hanif melebihi apa yang dipinta Hanif.

Akhirnya Nadia lahir disaat Hanif sudah dikenal banyak orang tua sebagai guru yang berhasil membuat anak mereka masuk sekolah favorit dan universitas negeri. Kelahiran Nadia membuat Hanif merasa lengkap sebagai seorang Ayah. Tapi, penderitaan seperti tak rela melihat Hanif bahagia. Setelah melahirkan bayi mereka. Ratih kehilangan banyak darah. Jenis darah yang sama dengan Ratih tidak mencukupi untuk didonorkan kepada Ratih. Sebelum mencapai akhir hidupnya, dengan terbata, Ratih berwasiat untuk mencarikan Ibu pengganti untuk anak mereka. Agar kelak, anaknya tidak kekurangan kasih sayang seorang ibu.

Dan hingga saat ini, Hanif masih belum mampu mencari Ibu untuk Nadia.

♡♡♡♡♡

Wajah itu cemberut melihat Hanif sudah lengkap dengan pakaian safarinya. Hari ini dia akan ke kampus karena ada mahasiswanya yang akan mengadakan seminar proposal.

"Papa gak akan lama!" Hanif mencubit pipi anak gadisnya gemas.

"Janji?!"

"Iya! Nanti setelah pulang, kita jalan-jalan!" Mendengar penuturan Hanif, Nadia bersorak girang.

Setelah menyalami papanya, Nadia melambaikan tangan mengantar kepergian papanya.

"Jangan nakal! Dengerin kata oma!!" Teriak Hanif di balik pagar. Nadia mengangguk.

Di kampus, Hanif bertindak selaku pembimbing pertama untuk mahasiswanya yang tengah melakukan penelitian. Setelah selesai seminar proposal, Hanif masuk ke ruangannya. Sudah ada bu Irna yang bekerja sebagai Ob di fakultas ini. Bu Irna membawakan segelas kopi untuk Hanif.

"Pak Hanif!" sapanya, buru-buru beranjak keluar.

"Bu, ada gak rumah kosong untuk dua orang di daerah Ibu tinggal?!" Tanya Hanif, membuat langkah bu Irna terhenti. Sesaat bu Irna tampak berpikir.

"Sepertinya ada, pak! Tapi agak jauh dari rumah saya sekitar seratus meter. Bapak mau cari rumah buat siapa?!" Tanya Bu Irna. Tapi begitu Hanif bergeming, bu Irna mendadak diam. Hanif termasuk dosen yang pelit soal kisah kehidupan pribadinya. Tak ada yang tahu kisah hidupnya kecuali dia duda beranak satu. "Di sana ada SD juga pak! Itu SD tempat Nadia sekolah!" Ceplos bu Irna.

"Justru itu saya tanya!" Tekan Hanif. "Kalau begitu terima kasih bu Irna!" Ucap Hanif menyudahi obrolan singkat mereka. Setelah selesai dengan urusannya, bu Irna bergegas keluar. Sebelum terlebih dahulu mengucapkan salam.

♡♡♡♡♡

Cinta H2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang