Hana terbangun dari tidurnya. Sayup-sayup adzan shubuh menyapa gendang telinganya. Hana melirik jam yang tergantung di dinding. Setengah lima subuh. Hana menatap ketiga anak perempuannya yang masih tertidur lelap. Hana membangunkan Ayana pelan agar tidak membangunkan yang lainnya.
"Aya! Bangun nak, sholat subuh dulu!" Ayana menggeliat mendengar namanya dipanggil. Begitu Ayana turun dari tempat tidur, Ayunda ikut membuka mata.
"Ayu juga mau sholat, Ma!" Ucap Ayunda dengan suara paraunya. Hana tersenyum, lalu menggendong Ayunda turun dari kasur. Lalu menyuruh Ayana dan Ayunda berwudhu'. Baru kemudian Hana di belakang mereka.
"Ma, kenapa sih, kita gak pulang-pulang ke rumah kita?!" Tanya Ayunda selesai sholat.
"Iya, ma! Malah sekarang ada tante-tante yang tinggal di sana!" Tambah Ayana.
Hana menatap kedua anak gadisnya. Jadi Sari tinggal di rumah mereka dulu?!.
"Mobil mama juga masih ada di sana!" Beritahu Ayana kemudian.
"Kalian panggil tante itu--dengan sebutan tante?!" Tanya Hana. Kaget.
Ayana mengangguk. "Memangnya, kami harus panggil tante itu dengan sebutan apa, Ma?!"
Hana menggeleng. Lalu mengukir senyum. "Sudah mau pagi. Ayuk pada mandi dulu. Mama mau bikin sarapan dulu!" Hana membantu melepas mukena anak-anaknya. Lalu melipatnya. Sepeninggalan Ayana dan Ayunda-yang sudah berlarian keluar kamar- Hana terduduk di sisi pembaringannya. Ternyata Agung belum memberitahukan siapa Sari kepada anak-anaknya. Makanya anak-anak menganggap Sari adalah tante. Padahal Sari adalah Ibu tiri mereka.
Hana mengusap wajah. Sebenarnya Hana tak perduli tentang hal yang berhubungan dengan Agung dan Sari. Tapi menyembunyikan identitas Sari kepada anak-anak--?
"Mama--" Aisyah tiba-tiba bangun dan merangkul punggung Hana.
"Eh, si cantik Mama udah bangun?!" Hana menciumi Aisyah. Mencium anak yang baru bangun tidur, apalagi yang masih kecil begini sungguh mengasyikkan. Aisyah menggeliat manja di ciumi Hana. Tawanya berderai. Ahh,,sungguh mereka adalah pelipur lara. Jika tak ada mereka, mungkin Hana tidak akan pernah sekuat ini.
Hana menggendong Aisyah dan keluar dari kamar setelah membersihkan tempat tidur. Di dapur Hana sudah melihat Rina yang sibuk membuat minuman untuk mereka. Sementara Bunda sedang di halaman belakang menyapu dedaunan yang berjatuhan di halaman. Rutinitas yang selalu Hana lihat sejak dari kecil.
Ayana dan Ayunda sudah selesai mandi. Mereka masih mengenakan handuk, dan berlari masuk ke dalam kamar untuk berpakaian.
"Diminum, kak!" Tahu-tahu Rina sudah berdiri di samping Hana menyodorkan segelas kopi hitam.
"Wah, sekarang kamu sudah pintar, ya?!" Puji Hana tulus. Rina tersenyum. Duduk di samping Hana.
"Iya, kak! Alah bisa karena biasa kan, kak?!" Ucap Rina. "Ohya, kak! Kayaknya yang nyewa rumah pak Surya itu sudah tinggal di sana! Kemarin Rina iseng lewat, eh malah papasa sama anak perempuan yang nyewa di sana. Karena dia ngeliatin Rina, ya Aku senyumin deh!" Cerita Rina.
"Penasaran amat, sih, sama tetangga baru itu?!"
"Gak juga, kak! Cuma kebetulan aja." Rina buru- buru mengaduk teh manisnya. Sebenarnya, Rina udah pernah melihat pengewa baru itu. Namanya Hanif. Dan dia, masya Allah, ganteng sekali! Rina seperti melihat Do kyung soo versi Indonesia. Walau bukan penggemar drama korea dan kpop dari negeri ginseng itu, setidaknya Rina tidaklah kudet soal yang beginian. Do Kyung Soo itu anggota salah satu band bernama E-xo. Dan Rina juga tahu siapa D.O itu karena pernah menonton drama yang dibintanginya. Apa namanya, Rina lupa. Kalau gak salah drama sejarah berlatar kerajaan.
Langkah Bunda yang masuk ke dalam rumah, lalu duduk di meja makan menghentikan pembicaraan Hana dan Rina.
"Jangan terlalu keras bekerja bunda! Ingat juga, bunda gak muda lagi!" Nasehat Hana.
"Justru karena udah tua, makanya bunda harus sering olah raga. Kalau cuma diam aja, malah badan bunda rasanya capek banget! Eh,,, cucu nenek sini!" Bunda meraih Aisyah dari gendongan Hana. Lalu menciumi Aisyah seperti Hana menciuminya. Gadis berumur tiga tahun itu tertawa geli dipangkuan neneknya.
Pemandangan indah yang menyejukkan mata.
♡♡♡♡♡
Suara pengamen yang tengah menyanyikan lagu patah hati menjadi pemandangan biasa di dalam bus kota. Beberapa penumpang malah ada yang tertidur karena didendangkan lagu-lagu lawas oleh pengamen itu.
Hana memandangi jalanan yang senantiasa macet. Di sebelahnya Rani seakan terpesona dengan suara pengamen itu. Tak dipungkiri, suaranya memang bagus dan membuat yang mendengar ikut bersenandung kecil.
Pungggung Rani di tepuk dari belakang. Otomatis, Rani yang sedang asyik bersenandung menoleh. Seorang laki-laki berpakaian preman memintanya pindah ke belakang.
"Ngapain gua pindah?!" Pelotot Rani tak terima.
"Kalau gua suruh pindah, ya, pindah!" Balasnya lantang. Rani mengomel, namun akhirnya menuruti dan mengajak Hana ikut pindah juga. Tapi, laki-laki berpakaian preman itu malah menghalangi langkah Hana.
"Yang saya suruh pindah, cuma si gendut itu! Kamu jangan!" Senyumnya berusaha menggoda. Hana menatap takut laki-laki di depannya. Matanya memandang ke arah Rani. Tapi gadis itu sama takutnya juga dengannya. Sementara, kenek bus kota itu juga pura-pura tak melihat apa yang terjadi. Padahal jarak mereka cuma satu meter.
Laki-laki itu bersiap untuk duduk di samping Hana, ketika tangan Hanif mencengkram tangan laki-laki bertato itu.
"Uppsss, sorry, bang! Ini tempat duduk saya!" Tatap Hanif tajam.
"Ya udah lu pindah ke belakang sono! Masih lega juga di belakang!"
"Ya udah, kalau gitu, saya ajak cewek ini juga! Sorry, bang!" Hanif mengisyaratkan Hana untuk beranjak. Lagi-lagi langkah Hana di tahan oleh laki-laki itu.
"Eittsss, jangan coba-coba!" Ucapnya kepada Hana. Air mata Hana hampir saja keluar. Mata Hana menatap Hanif.
Rahang Hanif mengeras. "Lu gila, bang! Bini orang lu tahan-tahan! Cewek ini- yang mau lu goda ini- bini gua, bang! Lu mau gua adukan ke polisi?! " tantang Hanif tajam. Tangannya mengepal. Kakinya sudah membentuk kuda-kuda, bersiap jika terjadi adu jotos.
Seringai laki-laki itu berubah jadi kaget. Matanya menatap Hana. Lalu Rani. "Benar lu bini dia?!" Tanyanya.
"Apa perlu juga gua tunjukin surat nikah kami?!" Tantang Hanif lagi. Laki-laki itu menggeleng.
"Sorry, bro! Kagak perlu! Kalau gitu gua permisi!" Matanya masih tak percaya menatap ke arah Hanif. Lalu Hana. "Sorry, ya, neng!". Ucapnya. "Makanya, jangan cantik-cantik jadi orang, neng! Banyak yang godain, ntar!!" Nasehatnya. Lalu beralalu pergi. Sesaat bus kota seperti berhenti. Sepertinya laki-laki itu turun. Hana terduduk di bangkunya. Rani kembali duduk di samping Hana. Tiba-tiba Hana memeluk Rani dan menangis karena takut dan syok.
♡♡♡♡♡
Hana meneguk air mineral yang disodorkan Hanif sampai habis. Wajahnya terlihat pucat. Di depannya Hanif tak melepaskan pandangannya sedikitpun. Kejadian tadi masih membekas di ingatannya. Kalau bukan di keramaian sudah Hanif habisi laki-laki berpakaian preman itu. Tak rela dirinya melihat Hana digoda laki-laki tak dikenal dan itu di depan matanya sendiri. Dirinya saja yang sudah lama mengenal Hana, tak berani memperlakukan Hana seperti itu.
"Makasih, Nif!" Parau suara Hana.
"Makanya, kalau aku bilang naik motor, ya naik motor! Ngebet amat mau naik bus kota?!" Tatap Hanif tajam. Hana tertunduk. "Memangnya alergi ya, jalan sama cowok kayak aku?! Atau karena gak suka sama motor butut itu?!"
Hana menggeleng. "Atau kamu takut aku apa-apain juga?!" Tambah Hanif lagi. Kali ini Hana menatap Hanif tajam.
Hana menghentakkan kakinya. "Aku mau pulang! Gak usah kamu ikut juga!" Bentak Hana kesal, lalu berjalan meninggalkan Hanif. Tak jauh dari mereka Rani kaget ketika Hana menggandeng tangannya dan menyeret langkahnya meninggalkan Hanif yang masih terpaku di tempatnya.
♡♡♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta H2 ✔
RomanceHana dan Hanif bertemu setelah sekian lama terpisah. Namun situasi mereka tak sama lagi. Keduanya sama-sama telah terikat pernikahan dan memiliki anak. Tapi cinta tak pernah kenal waktu. Cinta mampu menembus hati yang batu sekalipun. Cinta mampu men...