Menjelang wisuda.
Mereka berkumpul di kantin jurusan tempat biasa mereka melepaskan lelah dari belajar. Di hadapan mereka sekantong kacang goreng sudah hampir habis. Kulitnya sudah di simpan di kantong yang lain.
"Udaahh, tenang aja, napa, sih?!"
"Iya, tau nih, belum juga jadi laki, udah diposesifin! Yang ada dia jadi illfeel kali!" Sambar suara lagi.
Hana tak menggubris celotehan tak bermutu dari kedua temannya itu- Yuli dan Rani. Hana bangkit dari duduknya. Menunggu tak menyelesaikan masalah. Hal yang paling penting adalah mencari keberadaan cowok itu. Hanif.
Hana meraih ranselnya. Tanpa perduli meninggalkan Rani dan Yuli, Hana keluar dari kantin jurusan. Beberapa orang adik tingkat menegurnya. Dengan balutan kemeja dan rok lebar berwarna hitam, Hana berlari menuju pustaka jurusan. Semoga saja ada orang yang dia cari di sana. Tapi Hanif tidak ada di sana. Ya, kan sudah tidak menyusun skripsi lagi. Buat apa Hanif bercokol di pustaka?!. Hana menepuk dahinya sendiri.
Hana hendak berbalik badan, keluar meninggalkan ruangan perpustakaan, saat matanya melihat sosok yang dia cari sudah ada di depan mata, melambaikan tangan dan tersenyum manis ke arah Hana. Mereka saling berjalan mendekat.
"Kata Yuli kamu mencariku, ya?!"
"Kemana aja, dua hari menghilang?!" Hana balik bertanya.
"Kangen, ya?!" Suara itu tertawa renyah. Menggoda Hana.
Hana bergeming. Lalu berjalan meninggalkan Hanif yang masih belum hilang tawanya.
"Eh, Na!! Kok main pergi aja sih?!" Teriak Hanif kencang. Sontak semua mata menatap ke arahnya dengan tatapan kesal. Hanif meringis lalu buru-buru pergi.
Hanif mensejajarkan langkah. Melirik gadis di sebelahnya. Hana kalau marah, cantik. Jarang sekali Hanif dimarahi dan dimanyuni orang tapi tatapan matanya tidak begitu.
"Udah, dong! Masak kita mau marahan terus, sih?! Udah mau wisuda juga, udah mau kelar dari kampus--"
"Yang bikin aku marah begini siapa?!" Hana menghentikan langkah.
"Siapa?!" Tanya Hanif polos. Tiba-tiba tulang kering Hanif ada yang menendang. Hanif meringis kesakitan. Hana tertawa, tapi tawa mengejek. Lalu berlalu meninggalkan Hanif. Masih sempat Hanif mendengar suara Hana sebelum benar-benar pergi.
"Rasain!!"
♡♡♡♡♡
"Udah ketemu orangnya, kan?!" Tanya Yuli begitu Hana duduk lagi di depannya. Dengan wajah yang kesal bukan main.
"Udah ketemu, kok wajahnya manyun sih?!" Timpal Rani. Kini kacang goreng sudah berganti dengan semangkok bakso. Rani memang doyan makan. Setiap ke kantin pasti bawaannya lapar terus.
Yuli melirik Rani. " Ran, makanmu sebanyak itu, yakin baju wisudanya gak kesempitan?!"
Hana ikut menatap nafsu makan Rani yang mengalahi dirinya. Diantara mereka bertiga, hanya Rani yang bisa dibilang sangat berisi--jika kata gendut sangat menyakiti harga diri perempuan. Hana dan Yuli, yaahh kalau boleh jujur sih, badan mereka sangat proporsional. Terlebih Yuli yang selalu menjaga pola makannya. Sementara Hana, bukan karena ingin menjaga pola makan, tapi memang tidak doyan makan. Kalau sudah keranjingan sesuatu, Hana bisa melupakan makan dan ujung-ujungnya, Bunda yang akan mengantarkan makanannya ke kamar.
"Masih sebulan lagi, juga!" Jawab Rani disela-sela kunyahan daging baksonya. Yuli menatap tak senang. Kenapalah dirinya bisa berteman dengan Rani si tukang makan ini? Untung saja Yuli bisa menahan selera dan tidak ikut-ikutan memakan bakso. Kalau tidak, alamat kerja keras Yuli untuk menurunkan berat badannya. Malu dong, saat wisuda badan jadi melar begitu. Kan lagi cantik- cantiknya. Entar kalau melar, difoto gak bagus aja rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta H2 ✔
RomanceHana dan Hanif bertemu setelah sekian lama terpisah. Namun situasi mereka tak sama lagi. Keduanya sama-sama telah terikat pernikahan dan memiliki anak. Tapi cinta tak pernah kenal waktu. Cinta mampu menembus hati yang batu sekalipun. Cinta mampu men...