CINTA H2 ; 41

2.9K 222 3
                                    

"Ini punya siapa?"

Hanif yang sedang bersiap untuk pergi mengajar, menoleh. Melihat wanita yang tengah hamil besar itu memegangi kotak kecil di tangannya. Hanif meraih kotak itu cepat-cepat. Dalam hitungan detik kotak itu sudah berpindah tangan.

"Bukan punya siapa-siapa!" Jawab Hanif datar. Lalu memasukkan kotak itu ke dalam saku celananya. Hanif mendesah. "Lain kali jangan suka membongkar milik orang lain tanpa permisi!" Beritahu Hanif, membuat raut wanita itu sedih. Hanif meralat ucapannya. "Maksudku--"

Wanita itu menggeleng. Berusaha tersenyum untuk menyembunyikan raut sedihnya. "Gak pa-pa!" Lalu pergi meninggalkan Hanif yang merasa bersalah dengan ucapannya. Dia terlihat kesusahan ketika berdiri dan berjalan dengan perutnya yang besar itu. Sudah memasuki usia kehamilan tujuh bulan. Dua atau tiga bulan lagi akan melahirkan. Hanif mesti bekerja keras agar bisa membiayai persalinannya.

.....................................

"Papa sakit?!" Nadia yang melihat Hanif hanya terdiam di depan mejanya, bertanya.

Hanif menggeleng. "Papa sehat, Nad!"

"Nggak, ah!" Nadia mendekat. Meletakkan punggung tangannya ke dahi Hanif. Mengecek apakah suhu tubuh Hanif panas. Terlihat kebingungan di wajah Nadia, karena dahi papanya tidak panas. Nadia melepas tangannya dari dahi Hanif. Dahinya berkerut. Menatap Hanif beberapa saat, "aneh, muka papa pucat kayak orang sakit, tapi badan papa gak panas?!"

Demi mendengar perkataan putrinya, Hanif tertawa. Diacaknya rambut Nadia. "Papa sehat-sehat saja, Nadia!"

"Nggak, papa sakit!"

"Kalau sakit, dari tadi papa sudah terlentang di kasur, Nad! Tapi apa? Papa masih bangun, kan?!" Hanif meyakinkan. Nadia masih dengan wajah polos dan bingungnya.

"Apa semua orang dewasa kalau sakit seperti ini ya, pa?!" Tanya Nadia lagi. Matanya lurus memperhatikan Hanif. "Tante Hana juga begitu. Berapa hari ini uring-uringan terus. Katanya sakit, tapi malah sibuk di dapur. Giliran gak sakit, malah selonjoran di kamar, gak keluar-keluar!" Nadia memiringkan kepalanya. "Kenapa sih, jadi orang dewasa itu ribet banget, pa?!"

Hanif mengambil salah satu tangan Nadia. Meremasnya. "Karena orang dewasa itu selalu punya banyak masalah, nak, yang kadang tidak bisa dipahami oleh anak-anak seperti kamu!"

"Jadi papa juga punya masalah?!" Tanya Nadia polos. Hanif memutar bola matanya, balik bertanya.

"Menurut kamu?"

Nadia juga ikut memutar bola matanya. Lalu mengangkat bahunya. "Gak ngerti Nadia, pa! Berarti, kalau jadi dewasa itu selalu banyak masalah, Nadia gak mau jadi dewasa deh, pa!"

"Kenapa?!"

"Gak mau aja! Nadia gak mau kayak papa, kayak tante Hana, yang selalu punya banyak masalah! Nadia mau jadi anak-anak aja! Bisa melakukan apapun yang Nadia suka!" Jelas Nadia, membuat Hanif mencubit pipinya.

"Kamu ataupun papa, bukan Tuhan yang bisa menghentikan waktu sesuka hati begitu saja. Siapapun akan tumbuh menjadi dewasa. Dulu papa juga kecil seperti kamu, dan sekarang papa sudah dewasa. Sekarang, kamu masih kecil, besok-besok, kamu akan menjadi dewasa juga!" Hanif menatap Nadia lekat. "Tapi apapun itu, seberat apapun menjadi orang dewasa, tetap ada sisi menyenangkannya, nak!"

"Apa?!"

"Menjadi dewasa, kamu sudah bisa mengambil semua keputusan sendiri. Misal, kalau sekarang kamu mau beli sesuatu, pasti minta izin sama papa dulu kan? Kenapa?! Karena kamu tidak punya uang untuk membelinya. Nah, kalau sudah dewasa, kamu tidak perlu lagi meminta izin papa, karena kamu sudah bisa membelinya dengan hasil keringat kamu sendiri. Kamu sudah bisa memutuskan apa yang baik dan gak baik buat kamu! Kalau kamu tahu itu salah, kamu akan segera berhenti. Jika kamu benar, maka kamu akan terus lanjut. Intinya, kamu punya kontrol terhadap diri kamu sendiri. Kamu yang harus bertanggung jawab terhadap dirimu sendiri!"

Cinta H2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang