Empat tahun saling mengenal dan berteman, tak sekalipun Hana pernah menginjakkan kaki ke tempat kos Hanif. Selain Hana yang tidak ingin berkunjung, Hanif juga tidak pernah mengajak. Ayah memang sering mewanti Hana agar tidak gampang didekati oleh laki-laki, apalagi sampai laki-laki itu memintanya datang ke tempat mereka.
Tapi kali ini, Hana melanggar ucapan Ayah dan prinsip hatinya sendiri. Pulang dari kampus, Hana sempatkan mampir ke kosan Hanif. Itupun dengan membohongi Yuli dan Rani yang mengajak Hana window shopping ke mall.
Hana sudah berdiri di depan pintu kosan Hanif. Gamang Hana mengayunkan tangannya untuk mengetuk pintu. Ketukan pertama tak terdengar suara. Begitupun ketukan ke dua dan ketiga. Barulah diketukan ke empat, terdengar bunyi langkah kaki, dan bunyi benda jatuh.
"Siapa?!" Suara di dalam terdengar berat. Seperti orang baru bangun tidur dan mencoba mengumpulkan nyawanya kembali.
"Hanif?!" Panggil Hana. Tak ada sahutan. "Ini aku, Hana!" Beritahu Hana menunggu reaksi dari dalam.
"Ngapain kamu ke sini, Na?!" Tanya Hanif. Tapi tak kunjung juga membukakan pintu. Hana berdiri diam di depan pintu.
"Kamu kenapa gak datang ke kampus?!" Hana tak menjawab pertanyaan Hanif.
Terdengar desahan. "Lagi gak enak badan!" Suara Hanif ketus.
"Sudah ke dokter?!"
"Malas!"
"Makan?"
"Udahlah, kamu pulang aja! Gak baik kalau kamu datang ke kosan cowok! Sendiri lagi!"
"Buka dulu pintunya"
"Na, kalau aku suruh pulang, ya pulang aja! Lagian aku baik-baik aja kok!"
Hana bergeming. Tangan Hana mencoba untuk membuka pintu, tapi deru motor Raihan dan Ardi mengagetkan Hana. Tak ingin diketahui kedatangannya, Hana buru-buru bersembunyi. Untunglah ada pohon angsana yang berdiri kokoh tak jauh dari kosan Hanif. Dengan berlari kecil, Hana menyembunyikan tubuhnya di balik pohon angsana.
Raihan dan Ardi memasuki kosan Hanif. Sama seperti Hana, keduanya mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Kalau aku suruh pulang, ya pulang aja!!" Teriak suara dari dalam. Mendapat teriakan seperti itu, Raihan dan Ardi saling pandang.
"Woi! Lu baik-baik aja kan?!" Tanya Ardi kesal. Baru datang udah didamprat.
Kriikk. Pintu terbuka.
"Lu marah sama siapa?!" Tanya Raihan begitu Hanif menampakkan wajah. Hanif terperangah ketika yang didapatinya di depan pintu adalah Raihan dan Ardi, bukan Hana. Hanif mengedarkan pandangannya mencari kemana perginya Hana.
Hanif menggeleng. "Gak!" Lalu masuk kembali ke dalam, setelah tak menemukan Hana. Mungkin sudah pergi, batin Hanif.
"Nih, makan dulu!" Raihan meletakan makanan yang dibungkus dalam styrofoam di atas meja Hanif. Lalu mengambil gelas dan mengisi air putih. Menyodorkan ke duanya ke hadapan Hanif.
"Kapan lu mau balik ke kampus? Minggu depan kita wisuda" beritahu Raihan. Hanif masih terdiam tanpa menyentuh makanannya.
"Masalah lu gimana?!" Tambah Raihan lagi.
"Gue bingung! Jadi gue belum melakukan apa-apa!"
"Satu-satunya jalan, kalau lu gak bisa buktikan lu gak bersalah, yaa, lu harus tanggung jawab. Nikahi perempuan itu!" Mendengar kalimat Raihan, Ardi terbatuk.
"Nikah?! Yang benar aja!"
Hanif mendesah. Semalam, orang tua Ratih menelponnya, dan meminta pertanggung jawaban darinya. Hanif memohon kepada orang tua Ratih untuk diberikan waktu. Jujur, Hanif benar-benar tidak ingat apa yang telah dia lakukan malam itu. Semuanya serba gelap. Bahkan yang memberikan minuman saja, Hanif bisa lupa. Malam itu semua begitu ramai. Hanif hanya duduk di pojokan memandangi orang-orang yang menari. Satu kesalahan besar, ketika Hanif menyanggupi ajakan temannya datang ke bar itu. Bagi Hanif, mencoba datang ke bar sekali saja-sebelum wisuda-rasanya tidak apa-apa. Tapi naas baginya. Paginya, Hanif tersentak dan malah menemukan Ratih berada di dalam satu kamar dengan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta H2 ✔
RomanceHana dan Hanif bertemu setelah sekian lama terpisah. Namun situasi mereka tak sama lagi. Keduanya sama-sama telah terikat pernikahan dan memiliki anak. Tapi cinta tak pernah kenal waktu. Cinta mampu menembus hati yang batu sekalipun. Cinta mampu men...