CINTA H2 ; 50

4K 225 2
                                    

Mendadak ruangan itu hening. Tak ada yang bersuara diantara mereka. Hingga suara Yuli memecah kebisuan. Di raut wajahnya tampak rasa penyesalan. Andai...

"Gue minta maaf, Nif! Gue gak maksud buat ini tuh runyam.."

"Kan udah dibilang juga sama kamu, yang..apaan sih, harus pakai ngerjain Hana segala?. Kalau sudah begini mau apa lagi?! Yang ada rusak hubungan.." Ardi angkat bicara. Terdengar helaaan nafasnya yang berat. Dari raut wajahnya, Ardi sedikit kecewa kepada istrinya. Terlihat dari sikapnya yang langsung pergi dari tempatnya berdiri.

Yuli menatap kepergian suaminya dengan perasaan bersalah.

"Gue telpon Hana sekarang deh, biar gue yang ngeberesin!" Tahu-tahu Yuli sudah menekan nomor Hana di kontak telponnya. "Gak diangkat!" Yuli mendesah.

"Mungkin Hana butuh waktu, biarin aja dulu!" Tahan Raihan, sambil ikut berlalu pergi. Di belakang Raihan, Rani mengekor.

Hanif hanya berdiri mematung. Sebenarnya juga merasa bingung dengan situasi saat ini. Bodohnya dirinya, malah mengikuti ide yang dicetuskan oleh Yuli. Sebenarnya apa yang dicari Hanif dengan ide seperti ini? Berharap Hana perduli, atau berharap Hana cemburu?! Justru malah membuat jaraknya dan Hana semakin jauh lagi.

"Serius Nif, gue minta maaf. Gue benar ikhlas buat nolongin lu sama Hana. Tapi, gue gak nyangka aja Hana bisa marah gitu" terang Yuli, menatap Hanif. Tapi Hanif malah menatap ke luar jendela. Disaat langit di luar sana terlihat sangat pekat.

"Gak pa-pa, Yul! Gue gak merasa juga lu salah. Harusnya yang disalahin itu gue--" sahut Hanif datar.

"Nad, kita pulang yuk! Sebentar lagi mau hujan nih!" Ajak Hanif kepada Nadia putrinya yang sedang asyik dengan gadget di hadapannya. Mendengar suara Hanif, sontak Nadia berdiri dan memberesi peralatannya.

"Tante Yuli, Nadia pulang dulu, yaa!" Serunya sambik mengambil tangan kanan Yuli dan menyalaminya. Yuli mengusap kepala Nadia.

"Hati-hati..kapan-kapan kita main lagi, yaa?". Nadia mengangguk, lalu segera beranjak pergi mengikuti Hanif yang sudah dulu keluar.

"Sorry, bro. Gara-gara ide istri gue, berantakan deh, semuanya!" Ardi menepuk pundak Hanif, meminta maaf atas ulah yang ditimbulkan Yuli.

"Udahlah, Yuli gak salah kok. Gue aja yang terlalu bodoh. Gak bisa melihat efek ke depannya. Kalau tahu bakal begini, kan gak akan gue ikutin ide istri lo!"

Ardi mengangguk kecil. "Ya udah, gue balik dulu!"

"Nadia pulang dulu ya, om!" Seru Nadia. Ardi mengusap kepala Nadia.

"Jadi anak yang pintar kamu, yaa.." Nadia melambaikan tangan begitu mobil yang dikemudikan Hanif keluar dari pekarangan.

Di perjalanan, Hanif hanya diam sambil sesekali menghela nafas panjang. Keresahan Hanif mengundang tanya Nadia.

"Papa kenapa sih, dari tadi, menghela nafas terus?! Papa sakit?" Nadia hendak meletakkan tangannya di dahi Hanif.

"Nggak, Nad! Papa lagi kecewa aja sama diri papa sendiri!"

"Kecewa kenapa?! Kecewa karena tante Hana marah sama papa?" Tebak Nadia, membuat Hanif menoleh disela menyetir.

"Kamu tahu dari mana?"

Nadia tertawa. "Ya tahulah. Nadia lihat kok, tante Hana datang. Pas mau manggil, udah keburu pergi. Mana wajahnya kelihatan marah gitu!" Cerita Nadia. "Kenapa sih, pa, orang dewasa aneh banget? Semua hal dijadikan masalah! Salah sedikit aja jadi masalah" Nadia ikut menghela nafas, membuat Hanif mengulum senyum tipis.

"Ya, mau bagaimana. Memang kondisinya seperti itu. Jadi orang dewasa itu gak gampang. Ada begitu banyak masalah yang mereka hadapi setiap harinya. Nanti, kalau kamu dewasa, kamu bakal tahu juga kok! Jadi, saran papa, puas-puasin deh masa-masa anak kamu sekarang. Banyak anak-anak yang ingin cepat dewasa, biar gak dikekang lagi oleh orang tua mereka. Tapi, lebih banyak lagi, orang dewasa yang merindukan masa-masa saat mereka masih anak-anak!"

Cinta H2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang