Hanya dia yang boleh memiliki laki-laki itu. Perempuan lain tidak. Sekali dia ingin memiliki, maka harus dia dapatkan. Tapi, dia tidak tahu caranya. Dan dia takut melakukan cara-cara yang terlalu ekstrem-semisal menyatakan perasaannya secara langsung atau lebih kejamnya, melabrak perempuan yang disukai laki-laki itu-karena dia bukanlah perempuan yang pemberani. Dia cukup penakut, makanya dia selalu berlindung di balik surat-surat yang dia tulis itu dan teror-teror melalui sms. Tapi caranya itu tak membuahkan hasil. Targetnya malah tidak tahu surat itu dari dia. Malah seperti tidak perduli. Tidak pernah sekalipun dia melihat laki-laki itu membaca suratnya di depan matanya. Jelas-jelas dia selalu berada di sana saat laki-laki ada, tepat setelah dia meletakkan suratnya diantara tumpukan-tumpukan buku miliknya.
Ya, pernah sekali laki-laki itu kelimpungan saat surat yang dia tempel di mading jurusan-membuat laki-laki itu marah dan menegur ketua mahasiswa di kampus itu- tapi tak berlangsung lama, karena setelah itu kembali sepi dan senyap. Dia berharap akan ada percikan sedikit. Ya, sedikit. Tapi ternyata tidak. Laki-laki itu seperti tidak terjadi apa-apa. Dia masih sepertu biasanya. Santai dan kaku!.
Sebenarnya, terbuat dari apa sih, hatinya? Apa dia tidak pernah peka dengan orang di sekitarnya? Apa dia tidak pernah ingin melirik dirinya terlepas dari sekedar pegawai kampus? Apa--hatinya sedingin itu, hingga tidak pernah perduli?! Atau, jangan-jangan cintanya begitu dalam kepada mendiang istrinya, hingga tak ingin lagi membuka hati dan mencari yang lain?!. Untuk alasan terakhir, ia pikir masuk akal. Tapi, saat dia melihat laki-laki itu bersama salah satu perempuam di kompleknya, membuat dia tidak yakin dengan alasan terakhir itu. Bahkan beberapa kali, dia melihat laki-laki itu sering menghabiskan waktu bersama perempuan itu.
Siapa namanya?! Ah, ya, Hana!perempuan tanpa suami, alias janda!.Dia menggeram. Makanya dia meneror perempuan itu dengan pesan-pesan bernada ancaman, agar perempuan itu menjauh. Tapi Hana perempuan yang hebat. Dia tidak terpancing sedikitpun. Hanya sekali dia membalas pesan darinya menanyakan siapa dia. Setelah itu, Hana tidak pernah lagi membalas. Diam, tidak memerdulikannya.
Dia merobek kertas warna-warni yang baru saja ditulisnya. Ini adalah surat terakhirnya. Kalau surat ini masih juga belum bekerja, dia akan bertindak langsung. Caranya?! Ah dia belum memikirkannya. Nanti saja. Tangannya meraih amplop di depannya, melipat kertas serapi mungkin, kemudian memasukkannya ke dalam amplop itu. Matanya menatap amplop itu lama. Seumur-umur baru kali ini dia begitu menyukai seseorang hingga dia sendiri merasa dia bukanlah dirinya.
Semuanya berawal lima tahun lalu, saat dia menjadi pekerja baru di kampus itu. Dipecat dari tempat kerja lamanya, membuat dia berburu pekerjaan baru--apa saja yang penting bisa menghasilkan uang. Dari info temannya, dia mendapatkan pekerjaan ini, sebagai cleaning service. Mulanya dia tidak mau dan berniat mengundurkan diri. Pekerjaan macam apa yang dia lakukan sekarang? Jelas-jelas jauh sekali levelnya dari pekerjaannya yang lama. Tapi dia butuh uang. Kalau masih jual mahal alamat jadi gelandanganlah dia setelah ini. Dengan berat hati--apalagi sampai harus disuruh-suruh membersihkan ini dan itu-dia memgerjakan semuanya.
Hanya sebentar. Hanya sebentar. Bertahanlah. Begitu pikirnya kala itu.
Siang itu, cuaca sangat dingin. Hujan turun dengan derasnya. Dia sudah ingin pulang, karena-menurutnya-pekerjaannya telah selesai. Mahasiswa dan dosen sudah tidak adala lagi di kampus. Hanya ada beberapa ruangan yang masih dibuka, karena ada beberapa dosen yang sedang mengajar untuk mempercepat mata kuliah karena sebentar lagi akan diadakan ujian semester.
Dia berdiri persis di samping laki-laki itu. Sama-sama menunggu hujan reda. Mereka hanyut dalam tarian hujan yang yang turun membasahi bumi. Laki-laki itu betah di tempatnya. Tak perduli tampias hujan mengenai wajah dan bajunya. Hujan yang mengenai rambutnya membuat dia terlihat lebih tampan dari biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta H2 ✔
RomanceHana dan Hanif bertemu setelah sekian lama terpisah. Namun situasi mereka tak sama lagi. Keduanya sama-sama telah terikat pernikahan dan memiliki anak. Tapi cinta tak pernah kenal waktu. Cinta mampu menembus hati yang batu sekalipun. Cinta mampu men...