Jika ada orang lain yang terang-terangan membuka kedokmu di depan dirimu sendiri, maka bisa dipastikan, kamu akan malu untuk menampakkan diri lagi. Kamu akan menghilang bak ditelan bumi. Bisa satu minggu, bisa satu bulan, atau mungkin tahunan. Dan itulah yang terjadi pada Irna sekarang. Seminggu setelah kejadian, Irna tak lagi menampakkan batang hidungnya ke kampus. Irna tidak juga datang ke ruangan Hanif untuk sekedar mengantarkan kopi seperti biasa.
"Pak Hanif, tahu kemana bu Irna pergi?!" Tanya Sulaiman yang sengaja mampir ke ruangannya siang itu.
"Sudah berapa lama bu Irna tidak datang, pak Sulaiman?!" Sulaiman menghitung dengan jarinya.
"Saya rasa sudah seminggu! Bahkan tidak ada keterangan kalau dia izin cuti. Biasanya, kalau mau cuti kan harus lapor dulu". Beritahu Sulaiman. Hanif hanya mengangguk, membenarkan. Tentu saja Hanif tidak akan bilang pada Sulaiman apa yang terjadi antara dirinya dan Irna seminggu yang lalu. "Padahal....saya ingin sekali minum kopi buatan bu Irna! Dia memang sangat pintar membuat kopi pak Hanif. Sudah seperti barista yang saya lihat di coffe shop." Cengir Sulaiman.
"Mungkin untuk sementara waktu pak Sulaiman bisa bikin kopi sendiri dulu, sampai bu Irna datang kembali." Jawab Hanif.
"Ya, memang terpaksa begitu pak Hanif! Saya bukan dekan ataupun guru besar yang harus dibikinkan kopi oleh pramubakti!" Ujar Sulaiman hambar. "Kalau begitu saya permisi dulu pak Hanif! Semoga saja besok bu Irna sudah masuk kembali!"
"Semoga saja pak Sulaiman!" Setelah berbasa basi sedikit, Sulaiman berjalan meninggalkan Hanif yang masih mematung di tempatnya. Hanif membuka pintu ruangannya. Masih ada satu jam lagi sebelum jam mata kuliahnya di mulai. Hanif mengeluarkan handphone dari saku celananya. Mencari nama Nadia diantara ratusan kontak handphonenya.
"Assalamualaikum, paa!" Suara Nadia terdengar riang.
"Waalaikumsalam. Kamu udah sampai di kelaskan, Nad?" Tanya Hanif.
Terdengar tawa Nadia. "Ya udahlah, pa! Ini udah mau masuk gurunya! Pah, udah dulu ya, Nadia udah mau belajar nih! Nanti bu guru marah kalau Nadia masih telponan sama papa!"
Hanif membuka tasnya. Mengeluarkan dua buah buku. "Ya udah, kalau gitu hati-hati! Nanti papa jemput kamu pulang, yaa"
Panggilan berakhir setelah Hanif dan Nadia saling mengucapkan salam. Benarlah kata Raihan. Akan ada waktunya Nadia tidak akan bersama dengannya selamanya. Contohnya sekarang. Nadia sudah mendekati usia sebelas tahun. Meskipun bagi Hanif Nadia itu masih kecil. Tapi Nadia sudah tidak ingin lagi ditemani oleh dirinya. Nadia sudah mulai sibuk dengan dunianya sendiri. Teman-teman dan hobinya. Hanif hanya akan menjadi pengawasnya saja
Pengawas yang hanya bisa memantau.Hanif membolak balik buku yang dia jadikan acuan untuk mata kuliahnya. Mempelajarinya sebentara agar tidak blank di depan kelas nanti. Setelah merasa cukup, Hanif membereskan peralatannya dan berjalan keluar dari ruangan, menuju ruangan tempat dirinya akan memberikan mata kuliah.
♡♡♡♡♡
Sudah berapa kali Hana mondar mandir di sepanjang rumahnya. Dari depan ke belakang, lanjut masuk ke kamar. Berbaring, bangun lagi. Lalu berjalan lagi dari depan ke belakang. Melamun di atas ayunan. Begitu terus, berulang-ulang. Mungkin kalau menyapu, sepanjang rumah sudah bersih dari tadi. Rina yang tengah bermain dengan Aisyah terganggu dengan sikap kakak sepupunya itu.
"Are you okay, sis?" Rina sedang membangun gedung dari potongan-potongan lego membuat Aisyah tertarik.
Hana melenguh. Menatap Aisyah sekilas. Lalu tersenyum saat tanpa sengaja Aisyah merusak susunan leggo itu. Bukannya marah, Rina malah menggelitik Aisyah hingga tertawa lepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta H2 ✔
RomanceHana dan Hanif bertemu setelah sekian lama terpisah. Namun situasi mereka tak sama lagi. Keduanya sama-sama telah terikat pernikahan dan memiliki anak. Tapi cinta tak pernah kenal waktu. Cinta mampu menembus hati yang batu sekalipun. Cinta mampu men...