CINTA H2 ; 4

5.8K 423 6
                                    

Mesin mobil berwarna hitam itu berhenti tepat di depan halaman rumahnya. Pengemudinya keluar dengan penampilan yang acak-acakan. Tubuhnya meliuk kesana kemari karena pengaruh minuman. Entah mengapa minuman itu terlihat nikmat saat dirinya terjerat masalah. Padahal selama ini, dia anti sekali menenggak minuman yang dilarang oleh agamanya itu.

Seseorang sudah menunggunya di depan pintu dengan jaket tebal membalut tubuhny. Perutnya yang besar tertutupi oleh jaket yang dikenakannya.

"Mas.." panggilnya seraya memegang tubuh suaminya. "Mas Agung mabuk lagi?!" Tanyanya kesal. Setiap malam, suaminya selalu pulang dalam keadaan mabuk. Entah kenapa dia tidak pernah alpa sedikitpun dari meminum minuman itu.baik saat senang, maupun lagi terlibat masalah.

Agung tertawa. "Kenapa kalau aku mabuk?!! Tidak boleh?!! Hah??" Bentak Agung tepat digendang telinga istrinya. "Dengar ya Sari! Semua masalahku ini tak lepas karena papa dan dirimu! Kalau kamu ingin aku tidak mabuk lagi, tolong kasih tahu ke Papamu itu untuk tidak terus-terusan menekanku!!"

Sari bergeming. Tubuhnya masih tetap memapah suaminya hingga masuk ke kamar dan menghempaskannya ke atas tempat tidur. Dengkuran agung terdengar begitu badannya mencium kasur. Sari-dengan susah payah- menanggalkan sepatu dan kaus kaki suaminya. Melepas kancing kemeja dan melonggarkan dasi yang melilit leher Agung. Setelah selesai, Sari terduduk di sisi suaminya. Matanya berkaca-kaca. Dia sedih melihat nasib pernikahan mereka. Sebenarnya, dia juga tak ingin menikah dengan laki-laki beristri. Tapi, kesalahan yang mereka buat, membuat Papanya berang dan mengancam akan menarik hampir setengah bagiannya dari perusahaan Agung, jika Agung enggan bertanggung jawab.

Sari mendesah. Mengelus perutnya lembut. Nak,,semoga kamu sehat-sehat saja di dalam sana ya...

Seperti mengerti arti sentuhan Sari, anak di dalam kandungannya bergerak. Sari tertawa dengan tangis yang masih terus bercucuran.

♡♡♡♡♡

Di usianya yang ke tiga puluh empat tahun, Hana tak pernah menduga sama sekali kalau dia akan menyandang status janda. Delapan tahun membina pernikahan, harus berakhir hanya karena orang ketiga. Di satu sisi, Hana berusaha untuk menerima setiap takdir yang menyapa hidupnya. Ditinggalkan oleh orang yang berarti di dalam hidupnya bukanlah hal yang baru buat Hana. Tapi di sisi yang lain, terkadang Hana harus berusaha tegar tatkala ketiga anak perempuannya begitu nyinyir bertanya kemana dan dimana Ayah mereka. Hana masih belum berterus terang soal ini kepada mereka. Nanti, di waktu yang tepat Hana akan memberitahu mereka pelan-pelan. Dan semoga mereka bisa mengerti.

"Ayo, kak! Makan dulu" tahu-tahu Rina sudah berdiri di depan pintu. Gadis berusia sembilan belas tahun itu sudah bersiap untuk berangkat ke kampus.

Hana membereskan baju yang baru dilipatnya. Menikah dengan Agung tak lantas membuat Hana manja. Tak punya pembantu dan semua pekerjaan rumah dilakukan sendiri adalah hal biasa bagi Hana. Pun pagi ini. Sebelum bunda, Rina dan anak-anaknya bangun, Hana sudah mencuci piring dan membuat panganan pagi. Menyapu halaman rumah, mencuci baju bundanya. Sementara baju Rina, gadis itu yang mencuci sendiri.

Di meja makan, sudah duduk ketiga anaknya, bunda dan Rina.

"Yang mau makan, ayo berdo'a dulu!" Perintah Hana. Ayana dan Ayund buru-buru menengadahkan kedua tangan. Doa sebelum makanpun meluncur dari bibir mungil mereka.

"Ayah kok, gak makan sama kita, Ma?!" Tanya Ayunda. Gerakan menuangkan air terhenti. Hana bertatapan dengan bundanya.

"Ayah lagi sibuk!" Beritahu Hana santai.

"Kok sibuk melulu, sih?! Jangan-jangan Ayah sudah lupa sama kita!" Timpal Ayana.

"Mana mungkin, orang tua lupa sama anaknya. Ayah kalian memang lagi sibuk. Nanti, kalau ada waktu, Ayah pasti datang kemari!" Hibur nenek mereka.

Senyum terpancar dari keduanya. "Iya, nek!"

Usai makan, Rina sudah berangkat ke kampus. Ayana dan Ayunda sedang bermain ayunan di belakang. Sementara Aisyah tertidur di dekat Hana. Bunda masuk ke dalam kamar.

"Kamu gak apa-apa, kan, nak?!" Tanya Bunda. Tapi tangannya mengelus rambut si bungsu Aisyah. Mungkin merasa iba melihat anak seusia itu harus kehilangan kasih sayang Ayahnya.

Hana menghela nafas. "Aku baik-baik saja, bun! Malah jauh lebih baik! Hanya saja, aku bingung bagaimana cara memberitahu anak-anak tentang perceraian kami".

Bunda mengambil tangan Hana. "Pasti ada jalan."

♡♡♡♡♡

"Ibu minta maaf atas apa yang terjadi sama kalian berdua!" Ibu membuka percakapan saat dia berkunjung ke rumah bunda Hana.

Hana membentuk senyum segaris. "Bukan Ibu yang salah! Abang yang tidak bisa menjaga kepercayaan Hana!"

"Ibu nggak habis pikir Agung bisa senekat itu! Padahal, dulu--Agung membenci Ayahnya karena pernah selingkuh di belakang Ibu!" Ucap Ibunya "Makanya Agung pernah berjanji, kelak, jika dia menikah, maka dia tidak akan pernah mengkhianati istrinya! Tapi apa yang terjadi sekarang?!!" Ibu Agung menunduk. "Sebagai orang tua, Ibu malu dengan kelakuannya! Tega-teganya dia menyakiti hati istrinya!"

Hana meremas tangan Ibu mertuanya. "Mungkin, hanya sampai di sini jodoh kami, bu!" Tatapnya.

"Apa--tidak ada kesempatan untuk kamu dan Agung kembali bersama?!" Tanya Ibunya dengan suara lebih kepada bisikan.

Hana menarik nafasnya. "Maafkan Hana kalau Hana mengecewakan Ibu. Tapi Hana tidak bisa hidup dengan suami yang sudah tidur dengan perempuan lain! Padahal Hana rela meninggalkan apapun demi Abang. Tapi balasan Abang benar-benar membuat Hana sakit!" Tekan Hana.

"Baiklah, kalau itu yang terbaik menurut kamu! Ibu harap kalian berdua akan selalu bahagia!" Doa Ibu sebelum beranjak pulang.

"Makasih, bu! Maaf, Hana nggak bisa menjadi menantu yang baik!" Hana memeluk Ibu mertuanya sambil terisak.

♡♡♡♡♡

Cinta H2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang