CINTA H2 ; 8

4.9K 390 5
                                    

"Pindah?!!" Keras sekali suara Ibuk, membuat Nadia yang berdiri di samping Hanif terkejut. Mata tuanya menatap Nadia penuh amarah. Pasti gara-gara gadis cilik ini. Pikirnya.

Seperti tahu apa yang ada di benak Ibuknya, Hanif membuka suara mencoba mereda amarah yang mulai tampak dari wajah tua Ibuk.

"Hanif hanya ingin mandiri, buk!"

Mata tua itu pindah menatap Hanif. "Kenapa harus pindah, kalau rumah ini terlalu luas buat Ibuk sendiri?!"

"Ibuk bisa mengajak Lisa pindah ke rumah ini!" Beritahu Hanif. "Bukankah Lisa sekarang sedang dalam masa sulit?! Suaminya sedang tidak bekerja. Kasihan kalau mereka terus-terusan mengontrak. Berapa biaya yang harus mereka keluarkan setiap bulan? Terlebih mereka punya anak yang masih kecil- kecil!"

Mata tua Ibuk meredup. Wajah yang tadinya garang perlahan mengendur. " ibuk juga tak perlu risau soal uang bulanan Ibuk. Insya Allah akan tetap Hanif beri ke Ibuk." Seperti mendapat pukulan telak dari kalimat Hanif. Ibuk bergeming.

Hanif menarik nafas dalam. "Maaf kalau selama ini Hanif dan Nadia sudah merepotkan Ibuk. Tapi, Hanif juga butuh anak yang mentalnya sehat buk. Yang gak harus merasa ketakutan setiap kali berhadapan dengan orang dewasa. Sebagai anak, Nadia memang kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Tapi, Hanif tidak akan pernah membiarkan Nadia diremehkan hanya karena dia tidak punya Ibu!"

Ibuk tercenung mendengar penuturan laki-laki di depannya. Tujuh belas tahun mengenal dan mengasuh anak ini, baru sekarang Hanif berani bicara lantang kepadanya. Dulu, tak pernah sedikitpun dia membantah apa yang diperintahkan kepadanya. Selalu saja dituruti. Tapi sekarang, waktu telah merubah segalanya. Selama ini, dia bukan takut untuk melawan. Hanya saja sedang mencari waktu yang tepat untuk menyerang. Dan pastinya dengan cara yang manis.

Hanif mengambil tangan Nadia. Setelah mengucapkan salam, Hanif keluar dari rumah yang pernah memberinya kenangan indah dan pahit sekaligus. Semoga dengan kepindahannya, dia dan Nadia bisa memulai hidup yang baru. Dan Ibuk bisa lebih menghargai orang yang ada di dekatnya.

♡♡♡♡♡

Mereka hanya membawa dua koper baju, laptop, buku-buku Hanif dan Nadia. Serta beberapa mainan Nadia. Selebihnya mereka tinggalkan di rumah. Nanti kalau kurang akan dibeli saja yang baru.

Mobil Hanif sudah masuk ke halaman rumah yang akan mereka tempati. Sesiang tadi Hanif sudah menelpon pak Surya mengabarkan kalau dia tidak jadi pindah minggu depan, melainkan hari ini. Pak Surya terdengar kaget. Pasalnya, dia belum membersihkan halaman rumah dan mengganti bola lampu. Tapi Hanif dengan cepat menjawab bahwa dia yang akan melakukan semuanya. Hanif hanya minta diberi kunci rumah saja agar segera bisa pindah.

Jadilah anak pak Surya yang paling besar yang menunggu Hanif di depan teras.

"Ini kuncinya, om!" Beritahu anak pak Surya sambil menyerahkan kunci ke tangan Hanif.

"Maaf kalau saya pindahnya mendadak. Tolong sampaikan maafnya sama pak Surya, ya?!" Pinta Hanif merasa tak enak hati. Anak pak Surya mengangguk. Setelah berbasa-basi sedikit, diapun beranjak pergi meninggalkan Hanif dan Nadia.

Hanif menatap anak gadisnya.

"Kamu senang?!" Tanya Hanif.

Nadia tersenyum. Lantas memgangguk. Wajah cerianya berubah seketika. "Oma--apa tidak apa-apa tinggal sendiri?!"

"Kan ada tante Lisa"

"Tapi kan, tante Lisa belum datang!"

"Nanti juga datang!" Hanif mengacak kepala Nadia.

"Oma pasti senang kita pergi kan, Pa?!"

Hanif mendesah. "Kenapa kamu bertanya seperti itu?!" Hanif balik bertanya. Tangannya bergerak memutar kunci dua kali.

Cinta H2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang