CINTA H2 ; 49

3.4K 214 1
                                    

Mundur beberapa jam,

"Lha, mau kemana?!" Tanya Hana kaget, melihat Rina sudah rapi. Rina yang sedang mengenakan sepatu flat menoleh ke arah kakak sepupunya itu.

"Mau kuliah lah, kak! Udah telat juga ini!" Sahut Rina, bersiap-siap pergi.

Hana mengangguk. "Maaf ya, gara-gara kakak, kamu telat"

"Santai aja kali, kak! Lagi pula, malas banget masuk sama dosen yang ini. Tapi kalau gak masuk, ntar nggak bisa ikut kuis minggu depan"

"Ya udah, hati-hati. Eh, pulang jam berapa kamu?!"

Rina terlihat berpikir, "mungkin sebelum maghrib. Jam lima-an lah.." Hana menatap Rina. "Daah, kak, assalamualaikuum" Rina melambaikan tangan, dan menghilang di balik pagar.

Hana masuk ke dalam dan menutup pintu. Hari ini, dia hanya tinggal berdua dengan Aisyah. Ayana dan Ayunda dibawa sama Ayah mereka. Sementara Bunda juga ada urusan ke rumah saudara.

Hana mengambil posisi duduk di atas sofa, dengan Aisyah yang sedang asyik memainkan leggo.

"Jajan, maa..." rengek aisyah tiba-tiba. Hana yang baru merebahkan kepalanya, menoleh.

"Jajan? Aisyah mau jajan?" Tanya Hana memastikan. Aisyah mengangguk.

"Yuk, Aisyah taruh dulu mainannya. Kita jajan yok..." ajak Hana.

"Horeee..." jerit Aisyah bahagia. Hana langsung menggendong tubuh Aisyah dan melangkah ke depan untuk membuka pintu.

Mereka berjalan menuju salah satu warung yang tidak jauh dari rumah mereka. Lebih kurang seratus meter. Tak ramai pembeli. Mungkin karena sore, saat orang sedang lelap tertidur.

Aisyah menggapai salah satu makanan berbentuk bola-bola coklat.

"Yang ini?" Tunjuk Hana. Aisyah mengangguk. Hana mengambil tiga bungkus lalu menyerahkannya kepada si penjual untuk diberi plastik. Hana mengeluarkan uang dari dompetnya. Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih, Hana sambil menggendong Aisyah bergegas pulang. Namun, di saat akan menujj jalan pulang, Hana melihat sosok wanita yang dia kenal. Sosok itu berjalan menunduk. Seperti menghitungi banyaknya batu kerikil yang berserakan di jalan.

Tanpa pikir panjang, Hana menghampiri Perempuan itu.

"Irna?!" Panggil Hana. Kepala itu serta merta terangkat. Wajahnya semula kaget. Namun berubah amarah.

"Ada apa kamu manggil nama saya?!" Tanyanya jutek. Masih ingat bagaimana Hanif mempermalukannya tempo hari.

"Kamu Irna yang ngaku tunangan Hanif itu, kan?!" Ulang Hana. Irna mendengus. Jengah mendengar kalimat yang meluncur dari bibir Hana.

Irna bergeming. "Tadi saya ke sekolahan Nadia. Tapi kata salah satu gurunya, Nadia dijemput sama perempuan. Apa kamu...yang menjemput Nadia?!" Tanya Hana hati-hati.

"Nggak!" Jawab Irna masih ketus.

"Serius?!" Hana memandang Irna tak percaya. "Kamu gak bohongkan?"

Irna mendelik sebal. "Apa segitu piciknya pikiran kamu? Menuduh saya menculik Nadia?!" Tanyanya dengan suara setengah meninggi. "Bukan spesialisasi saya buat memculik anak orang! Lagi pula, apa yang mendasari kamu, bahwa saya yang menculik Nadia?!" Tanya Irna penasaran. Sejurus kemudian tertawa. "Ohh, jangan-jangan gara-gara saya neror kamu itu, ya, makanya kamu pikir saya yanf sudah membawa Nadia pergi?"

"Maaf ya, mbak! Saya gak serendah itu sampai punya pikiran buat nyulik anak orang!" Tatapnya tajam menelisik mata Hana. "Apa setelah saya neror kamu, trus kamu berhak nuduh saya yang bukan-bukan?! Dasar aneh! Heran saya, kenapa pak Hanif bisa suka sama kamu?!"

Cinta H2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang