CINTA H2 ; 52

6.4K 309 5
                                    

Seminggu kemudian, Hanif sudah diperbolehkan pulang. Ternyata patah tulang yang dialami Hanif cukup parah, sehingga harus dilakukan operasi. Selama di rumah sakit, Hana dan yang lainnya bergantian menjaga. Dan untuk sementara, Nadia tinggal bersama Hana. Karena ketika ditawari tinggal dengan Omamya, Nadia enggan.

Hari ini, Hanif belum bisa beraktifitas seperti biasa. Apalagi untuk ke kampus. Beberapa mahasiswa bimbingannya, ia alihkan ke pembimbing lain yang sudah dia tunjuk. Tapi, mahasiswa bimbinganmya tetap harus melaporkan tentang perkembangan skripsi mereka via email agar Hanif juga bisa ikut memantau.

"Pa, makan" Nadia sudah siap dengan sepiring makanan, segelas air dan jus buah. Semua yang Hanif makan sekarang adalah buatan Hana. Ya, selama sakit, Hana yang ambil peran soal makanan Hanif dan Nadia. Dan Hanif merasa bersalah untuk itu.

"Papa merasa gak enak lho, Nad, ngerepotin tante Hana terus" ujar Hanif disela-sela kunyahannya.

"Kenapa? Kan memang sudah seharusnya teman bantu teman. Tante Hana kan, teman papa" jawab Nadia polos. Ujung bibir Hanif tertarik sedikit. Nadia menyodorkan gelas ke mulut Hanif. "Tapi, Nadia ingin punya mama seperti tante Hana, pa!" Seru Nadia kemudian, membuat air yang diminum Hanif tidak sempurna masuk. Dan ujungnya membuat Hanif terbatuk.

"Tante Hana itu baik banget, pa. Walaupun Nadia bukan anak kandungnya, tapi gak pernah memperlakukan Nadia berbeda dari Aya dan Ayu. Nadia kaya punya Ibu kandung." Cerita Nadia ceria. Hanif menahan nafas. Apa yang Nadia harapkan, sebenarnya juga Hanif harapkan. Sudah lama dia ingin menjadikan Hana pendamping hidup. Tapi mengingat pernah ditolak sekali, membuat Hanif maju mundur untuk melakukannya. Terlebih situasinya sudah berbeda sekarang. Mereka bukan dua anak ABG yang lagi kasmaran, tapi dua orang dewasa yang harus mempertimbangkan banyak hal. Oke kalau dari sisi Hanif tak ada yang keberatan. Bagaimana dari pihak Hana?. Hana mempunyai tiga orang anak. Apa mereka terima jika Mama mereka menikah lagi? Apa mereka mau menerima Hanif sebagai Ayah mereka? Apa mereka mau menerima Nadia sebagai kakak mereka?. Dan terlebih, apa Hana siap untuk membangun rumah tangga bersamanya, setelah pernah dikecewakan sekali oleh mantan suaminya?.

Hanif menyuap makanannya sampai lelah berpikir. Hanya beberapa suap, Hanif menghentikan makanannya. "Papa udah kenyang, Nad. Papa mau istirahat dulu". Hanif berbaring di ranjangnya. Nadia memberesi piring dan gelas, lalu beranjak ke dapur.

♡♡♡♡♡

"Bukan saatnya, buat gengsian lagi, Nif! Lo gak akan bisa terus-terusan begini. Sampai kapan?" Tanya Raihan begitu dia mampir ke rumah Hanif. Kebetulan hanya ada Hanif sendiri. Nadia sedang sekolah. Hanif tak menyahut perkataan Raihan. Hanya helaan nafasnya saja yang terdengar.

"Hei! Lo dengar gak sih?!" Raihan menendang kaki Hanif, membuat laki-laki itu terperanjat.

"Ya trus, gue mesti gimana? Gue udah siap, saat Nadia bilang ingin punya Ibu, gue udah mantap buat lamar Hana. Tapi buktinya, gue ditolak juga kan?"

"Oh, jadi lo maunya sama Hana doang?" Goda Raihan, tersenyum.

"Lha, emang kita bukan ngomongin Hana?" Hanif balik bertanya.

"Yah, gue pikir, lho udah move on dari Hana. Belajar cari yang lain"

Hanif menggeleng. "Gak bisa gue. Udah mentok kayaknya. Lagi pula, Nadia udah lengket banget sama Hana"

Raihan memukul pundak Hanif. "Ya, lo usaha dong! Kejar apa yang harus lo kejar. Kalau lo lempem begini, gimana lo bisa dapatin Hananya?" Petuah Raihan memberi semangat. "Yang namanya perempuan itu menunggu. Jarang banget yang ngasih kode duluan. Apalagi model Hana" tambah Raihan.

Hanif memikirkan ucapan Raihan ada benarnya. Apa jangan-jangan dia yang kurang gigih berusaha?. Entahlah. Semua terasa samar saja. Apa jangan-jangan nanti dia bakal menduda seumur hidup?. Memikirkannya saja, kepala Hanif semakin sakit. Ugh. Tidak pernah dirinya senelangsa ini.

Cinta H2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang