Hana memutar kunci pintu kamar yang dahulu-sebelum dirinya menikah-adalah kamar pribadinya. Kamar ini letaknya paling belakang dan langsung berhadapan dengan halaman belakang tempat ayunan berada. Kamar ini menjadi saksi perjalanan hidup Hana dari masih balita hingga masa kuliah. Ya, Hana memang tidak pernah merantau kemana-mana-bahkan setelah menikah sekalipun-Hana tetap berada di kota dia dilahirkan.
Kini, Kamar pribadinya sudah menjadi gudang tempat menyimpan barang-barang yang tak terpakai. Kamar ini tidak begitu kecil, namun tidak juga luas. Dulu, Hana betah berada lama-lama di dalam kamarnya. Bahkan, hanya keluar kamar jika mau makan dan duduk bersama Bunda dan Ayah di ruang keluarga. Segala aktifitas dilakukan di dalam kamar. Di sini jugalah Hana mengajak dua orang temannya Yuli dan Rani menginap kalau mereka ada tugas dari dosen. Pagi hingga malam hanya dihabiskan dengan bercerita ketimbang mencari tugas. Barulah kalau sudah deadline mereka kasak kusuk menyelesaikannya.
Setelah menikah, Hana pindah ke kamar depan yang merupakan kamar Ayah dan Bunda. Sementara Ayah pindah ke kamar di sebelahnya. Kamar yang Hana tempati setelah menikah lebih luas dan memiliki kamar mandi sendiri dan jendelanya menghadap ke taman samping rumah.
Ayah dan Bunda adalah orang tua yang paling mengerti kemauan anaknya. Bahkan Ayah rela pindah kamar demi menyenangkan menantunya. Setahun setelah menikah, Hana di bawa pindah oleh Agung ke rumah mereka sendiri. Namun kamar itu tetap tidak ditempati orang tuanya karena nanti kalau Hana menginap di rumah, maka di kamar itulah dia akan tidur.
Bau pengap menyapa indra penciuman Hana. Sepertinya kamar ini sudah lama tidak di buka dan dibersihkan. Hana membuka horden. Silau matahari langsung menerpa wajahnya. Hana mengitari isi kamar dengan pandangannya. Riuh suara Ayana dan Ayunda terdengar dari halaman belakang. Aisyah tengah tidur. Sementara Bunda sedang keluar dan Rina belum pulang dari kampus.
Hana sedang mencari sesuatu. Hana merasa pernah menyimpannya di sini. Jika kamar ini tidak pernah tersentuh, dan isi-isinya tidak di buka, maka tidak ada yang akan berubah dan pasti benda itu ada di sini. Hana mengambil satu kardus dan membukanya. Kardus itu berisi buku-buku kuliah Hana. Mulai dari diktat, buku pegangan hingga kertas corat coret sewaktu menyelesaikan skripsi. Hana mengeluarkannya satu persatu. Tersenyum sendiri melihat dirinya dua belas tahun yang lalu. Ada juga foto dirinya bersama Rani dan Yuli yang tengah tersenyum.
Hana membersihkan buku-buku itu. Mengibas-ngibaskannya agar bebas dari debu. Saat sedang mengibaskannya, sebuah kertas berwarna biru langit terjatuh tepat di bawah kaki Hana. Hana membungkuk sedikit, lalu menjangkaunya dengan tangannya. Mata Hana melebar. Sebuah kata bertuliskan undangan dan Nama mempelainya membuat Hana sesaat terkesima. Ternyata, Undangan ini masih ada. Masih tersimpan rapi. Walaupun usianya sudah melebihi usia pernikahan Hana.
♡♡♡♡♡
Flashback
Sepagi ini, Hana sudah bercengkrama di dapur bersama bundanya dan Rina menyiapkan sarapan. Hari ini Hana membuat Nasi goreng, telur dadar untuk sarapan mereka. Lalu teh hangat untuk bunda dan Rina. Susu untuk ketiga anaknya dan kopi hitam untuk Hana sendiri.
"Kak Hana doyan kopi hitam, ya?!" Tanya Rina saat mereka semua sudah duduk di meja makan.
"Sudah dari kuliah kayaknya ya, Han?!" Tanya Bunda melirik Hana. Hana hanya tersenyum. "Mungkin karena suka bergaul sama yang doyan kopi makanya jadi ikut-ikutan!"
Hana bergeming. Kopi hitam akan selalu mengingatkan Hana kepada seseorang. Karena dialah Hana menyukai kopi. Baginya kopi adalah teman disaat galau. Bahkan hidupnya tak pernah lepas dari yang namanya kopi.
"Ibu tahu gak, kalau rumah kosong yang di ujung gang itu sekarang sudah ada yang nyewa lho!"
"Baguslah! Biar gak gelap kalau malam." Timpal Bunda. "Kok kamu tahu, Rin?!"
"Tadi rumah itu pintunya terbuka. Rina lihat pak Surya sedang membersihkan halaman dan karena penasaran, Rina tanya saja!" Cerita Rina.
"Kata pak Surya mereka akan pindah minggu depan.""Mereka?! Pengantin baru ya?!" Timpal Hana.
"Bukan! Bapak sama anak kak!"
"Ibunya?!" Tanya Hana lagi. Rina menggidikkan bahunya. "Katanya sih cuma mereka aja, kak! Kabarnya Ibunya sudah meninggal saat anak itu lahir!" Mendengar cerita Rina, Hana hanya ber "oo" saja.
"Kasihan, ya?!" Bunda bergumam.
"Kata pak Surya lagi, dia dosen di salah satu kampus di kota ini. Dia pindah agar jarak rumah sama sekolah anaknya gak terlalu jauh. Kasihan anaknya kalau pulang suka terlambat sampai di rumah!"
"Hebat kamu! Tahu aja informasinya! Kamu kasih apa pak Surya?!" Canda Hana membuat Rina memonyongkan bibirnya.
"Ohya, kalau gak salah nama penyewa itu---pak Hanif!!"
Hana yang sedang menyuapkan Aisyah makan, menjadi terhenti. Matanya menyipit menatap Rina.
"Hanif?!" Ulang Hana.
"Iya!" Angguk Rina. "Kenapa?! Kakak kenal ya?!" Rina sudah bersiap untuk menggoda. Buru-buru Hana menggeleng.
"Nggak! Kayak pernah dengar aja nama itu!" Hana buru- buru kembali menyuapkan Aisyah. Setelah itu, mereka makan dalam diam. Hanya Hana yang sibuk bermain dengan pikirannya.
♡♡♡♡♡
Laki-laki dengan stelan kemeja merah hati dan celana hitam itu sudah berdiri di depan halaman rumah bunda Hana. Hari ini dia akan menjemput kedua anak perempuannya-Ayana dan Ayunda- untuk menginap semalam di rumahnya. Ya, sesuai perjanjian mereka di pengadilan, hak asuh anak jatuh ke tangan Hana. Tetapi Si Ayah tetap diperbolehkan menemui anaknya.
Hana membantu Ayana dan Ayunda berkemas.
"Jangan nakal ya, nak! Mama gak mau dengar yang aneh-aneh. Pokoknya, kalau ada apa-apa telpon mama, y?!" Petuah Hana sebelum mengantarkan kedua putrinya masuk ke dalam mobil.
Hana menatap datar wajah mantan suaminya. Enam bulan setelah bercerai, Agung masih tetap rapi dan mempesona. Dalam hati Hana bersyukur, setidaknya dia tidak merasa bersalah telah menceraikan Agung, karena sudah ada perempuan lain yang bisa merawatnya.
"Daahhh, Maa!!" Lambai Ayana dan Ayunda dari dalam mobil. Aisyah tidak ikut bersama kakak-kakaknya karena-Hana juga tidak paham- Agung hanya ingin membawa Ayana dan Ayunda saja. Padahal, Aisyah juga sudah bisa diajak kalau Agung mau. Aisyah bukan anak yang merepotkan. Aisyah sudah bisa pipis ke toilet dan bilang mau pup kalau dia kebelet. Tapi Hana tidak mau berpikir yang aneh-aneh. Lagi pula, kalau ketiganya dibawa, bisa nangis darah Hana. Siapa lagi yang akan jadi pelipur laranya nanti?!.
Mobil hitam itu bergerak meninggalkan halaman rumah. Setelah deru mesinnya menghilang, Hana kembali masuk ke dalam rumah. Ada beberapa pesanan yang harus diselesaikannya.
Hana meletakkan Aisyah di sampingnya dan mulai bekerja. Sebentar lagi Ashar. Matahari sudah bergerak menuju barat.
♡♡♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta H2 ✔
RomanceHana dan Hanif bertemu setelah sekian lama terpisah. Namun situasi mereka tak sama lagi. Keduanya sama-sama telah terikat pernikahan dan memiliki anak. Tapi cinta tak pernah kenal waktu. Cinta mampu menembus hati yang batu sekalipun. Cinta mampu men...