Koper yang berisi baju itu sudah siap dari kemarin malam. Pagi ini hanya tinggal berangkat. Sepasang mata menatap laki-laki yang dipanggilnya papa itu dengan raut sendu. Lagi, dia harus ditinggal lagi oleh papanya pergi keluar kota untuk satu urusan.
"Ayo, kita ke rumah oma!" Ucap Hanif meraih tangan Nadia.
"Nadia gak mau ke rumah oma, pa!"
"Kenapa?! Trus, kalau gak ke rumah oma, Nadia tinggal sama siapa di sini?! Sendiri?!!" Tatap Hanif bingung. "Gak mungkinlah, Nad!!" Hanif jongkok di depan putrinya yang lesehan di lantai. Tangannya terulur membelai rambut Nadia.
Nadia memutar bola matanya kesal. "Nadia maunya ke rumah tante Hana aja!!" Dua alis mata Hanif bartaut. Ke rumah Hana?!!. Yang benar saja. "Ke rumah tante Hana aja ya, pa?! Lagian dekat juga sama sekolah Nadia! Kalau rumah Oma, Hana mestu naik angkot lagi. Capek, pa!" Alasan Nadia masuk akal. Tampak dari kepala Hanif yang mengangguk.
Hanif melirik pergelangan tangannya. Sebentar lagi mobil kampus akan datang menjemputnya. Hanif tak punya waktu untuk berpikir lamban.
"Ayo! Beresi perlengkapan kamu!" Hanif menunggu Nadia di pintu. Nadia yang sudah siap sedia sebelumnya, meyampirkan ranselnya ke pundak.
"Ayo, pa!" Seru Nadia riang. Hanif menatap Nadia heran.
"Sejak kapan kamu sudah beres-beres, Nad?!"
"Hehe,,sudah dari semalam, pa!!"
"Kamu, yaaa!" Hanif melengkungkan bibirnya. "Yuk!" Lalu berjalan ke luar, mengunci pintu dan berjalan ke arah rumah Hana. Terus terang, Hanif kagok kalau harus meminta bantuan Hana untuk menjaga Nadia. Siapa dirinya, sehingga berani sekali memitipkan Nadia kepada Hana?. Tapi, Hanif tak punya pilihan lain. Hanif juga setuju untuk tidak menitipkan Nadia lagi kepada Ibunya. Apalagi, Hanif tahu Ibunya tidak pernah menyukai Nadia.
Hanif dan Nadia masuk ke dalam pekarangan rumah Hana. Masih sepi. Karena masih pagi.
"Assalamualaikuummm!!tante Hanaa...!!tante Rinaa!!" Jerit Nadia mendahului Hanif.
Tak berapa lama, pintu dibuka. Wajah Rina yang terlihat bangun tidur, membuat Nadia tertawa. "Tante Rina baru bangun?!"
Rina yang masih setengah sadar, mengumpulkan nyawanya, dan terkejut ketika Nadia dan Hanif berdiri di depannya. Rina buru-buru menutup pintu dengan keras. Lupa kalau di luar masih ada Hanif.
"Siapa, Rin?!" Tahu-tahu Hana sudah berdiri di dekat Rina. "Ihh, kamu cuci muka dulu gih!!" Hana mendorong tubuh Rina menjauh. Membuka pintu, dan mendapati Nadia dan Hanif masih di tempatnya.
"Haniiff!!" Panggil Hana kaget. Lalu beralih ke Nadia. "Nadia?!"
"Assalamualaikum tante!" Salam Nadia.
"Waalaikumsalam! Nadia mau kemana?!" Hana melirik koper di samping Hanif dan tas di pundak Nadia.
"Begini, Han! Aku harus pergi keluar kota beberapa hari. Aku gak tahu mau nitip Nadia kemana. Kalau minta tolong Nadia tinggal di sini untuk sementara waktu, apa kamu keberatan?!" Tanya Hanif, merasa bersalah.
Hana tampak berpikir. "Berapa hari kamu keluar kota?!"
"Hanya tiga hari, insya allah!"
"Baiklah! Aku akan jaga Nadia!" Jawab Hana.
Hanif menarik sudut bibirnya. Mencoba tersenyum. Namun, senyuman itu terasa kaku sekali. "Terima kasih, Han!" Lalu Hanif memberikan amplop berisi uang ke hadapan Hana. Ragu, Hana mengambil amplop itu. Hana sudah menebak apa isinya. Walaupun Hana tidak keberatan Nadia tinggal di sini, Hana juga tidak akan memungut biaya atas tinggalnya Nadia di sini. Ini hanya sebagai formalitas saja. Biarlah amplop ini Hana masukkan ke dalam tas Nadia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta H2 ✔
RomanceHana dan Hanif bertemu setelah sekian lama terpisah. Namun situasi mereka tak sama lagi. Keduanya sama-sama telah terikat pernikahan dan memiliki anak. Tapi cinta tak pernah kenal waktu. Cinta mampu menembus hati yang batu sekalipun. Cinta mampu men...